Oleh: Alfitri
(Dosen FISIP Universitas Andalas)
Bak raja dan ratu. Pasangan itu merayakan pernikahannya di Disneyland, Tokyo. Mewah. Untuk tamu terbatas 50 orang saja menelan biaya setidaknya Rp. 1,5 miliar (Suara.com, 28/3/24). Pengantin perempuan tampil bak princess dari negeri dongeng. Balutan gaunnya begitu spesial dari desainer kelas satu. Penampilannya dilengkapi pula sepatu kaca bagai Cinderela rancangan desainer ternama. Harga sepatu itu sekitar Rp. 52,4 juta.
Beberapa tahun kemudian, pasangan itu membelikan anaknya jet pribadi. Pesawat bertipe Bombardier Challenger 605 itu mampu menampung 12 orang dan terbang menembus awan dalam kecepatan tertinggi 870 km/jam. Harga jet pribadinya itu berkisar Rp 428,5 miliar. Di Jakarta pasangan itu tinggal di rumah mewah bak hotel bintang lima dengan fasilitas yang lengkap. Ada lobby yang luas dengan lift pribadi. Tentu ada pula kolam renang, dapur modern dengan mini bar serta studio untuk syuting.
Pasangan ini juga memiliki rumah di Melbourne, Australia. Kalau di Jakarta rumahnya bergaya ultra-modern, maka rumah mereka yang di Australia ini mengusung desain klasik. Yang jelas kedua rumah itu sama mewahnya dengan fasilitas yang lengkap. Berapa harganya? Coba saja tebak sendiri, atau browsing tanya ke Paman Google.
Begitulah sekelumit kehidupan yang telah dinikmati pasangan tersebut. Tapi, kini mereka ditimpa masalah. Sang suami Rabu, 27/3/24 sudah ditetapkan sebagai salah seorang tersangka kasus korupsi dan langsung ditahan oleh Kejaksaan Agung. Sang suami disangka terlibat kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT. Timah Tbk senilai Rp 271 triliun. Dia disangka terlibat dalam periode 2015 sampai dengan 2022 (Detiknews, 28/3/24).
Sementara itu, di belahan tempat dan kehidupan yang lain, seorang kolega saya di kampus, pontang-panting menyiapkan laporan administrasi kegiatannya sebagai kepala laboratorium. Ini diperlukan demi mendapatkan sedikit point remunerasi yang kalau dirupiahkan bernilai ratusan ribu rupiah saja. Teknis pelaporannya membuat dia meringis.
Seorang kolega saya yang lain demikian pula. Dia coba pula berusaha melaporkannya, tetapi akhirnya diabaikannya. Katanya, terasa lebih pula dari mengemis.*
Discussion about this post