Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Teman saya pernah berseloroh tentang satu kata yang berat untuk diucapkan. Walau terdiri dari empat kata, tapi sulit terucap dari mulut kita. “Karena kata maaf itu berat, maka ia jarang kita dengar”, begitu yang ia ucapkan sambil cengengesan. Walau kami respon dengan candaan, pernyataan itu patut direnungkan.
Dalam rutinitas keseharian banyak sikap dan tindakan yang kita perbuat. Tidak jarang pula bertindak salah dan menyakiti seseorang, entah itu disengaja atau tidak. Mungkin saja, di antaranya ada membekas di hati seseorang, berlarut hingga menjadi dendam.
Dendam adalah beban yang berat untuk dipikul, dan itu bisa merusak hubungan baik. Meskipun kita mungkin tidak menyadari dampaknya, dendam dapat mengganggu rutinitas keseharian. Bahkan, mungkin juga membuat kita merasa tertekan.
Dalam rutinitas keseharian, kita sering kali terjebak dalam siklus rutinitas yang padat. Namun, di tengah kesibukan tersebut, kita mungkin melupakan betapa pentingnya sikap maaf dalam menjaga keharmonisan hubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Kata-kata sederhana maaf menjadi kunci untuk membuka pintu perdamaian dan memperbaiki keretakan.
Meminta maaf bukanlah tanda kelemahan, namun bentuk keberanian mengakui kesalahan. Hal ini tentu menjadi bentuk tanggung jawab kita atas sikap yang diperbuat. Begitu pula dengan memberikan maaf, merupakan tindakan besar yang menunjukkan kedalaman hati dan kemurahan jiwa.
Meminta maaf dan memaafkan memiliki dampak besar dalam hubungan. Ini menunjukkan rasa hormat dan tanggung jawab atas kesalahan, serta membuka jalan untuk perbaikan hubungan. Meski sederhana, kata maaf memiliki kekuatan untuk memperbaiki keretakan. Bahkan kata yang sederhana itu mampu membawa kedamaian dalam hidup keseharian.
Dalam setiap interaksi, baik meminta maaf maupun memaafkan, menunjukkan keberanian, integritas, dan kemurahan hati yang memperkaya kualitas hubungan. Dengan menerapkan sikap maaf dalam rutinitas keseharian, kita membuka jalan menuju kedamaian batin dan harmoni dalam kehidupan sosial.
Dalam momentum menyambut bulan suci Ramadan, sebagai seorang muslim hendaklah kita saling memaafkan. Di mulai dari lingkungan keluarga, anak, orang tua, suami, istri, hingga tetangga, teman kerja, dan sanak-saudara saling memaafkan. Tentu saja, dalam menyambutkan bulan yang baik dan penuh berkah harus dimulai pula dengan kebaikan, keikhlasan, dan ketulusan. Begitu yang saya ingat dari beberapa ceramah agama. Sudahkan kita saling memaafkan?
Discussion about this post