Membicarakan satuan lingual atau satuan kebahasaan dan perilakunya adalah hal yang menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian orang, termasuk bagi saya. Mempelajari bahasa hingga bagian-bagian terkecilnya seolah membawa saya pada petualangan menyelami kecerdasan otak manusia yang tidak ada habisnya. Mempelajari bahasa juga adalah bentuk lain dari ekspresi rasa syukur terhadap keberadaan bahasa dan kontribusinya terhadap perkembangan peradaban manusia dalam berkomunikasi.
Pada klinik bahasa edisi ini, akan dibahas bentuk-bentuk satuan lingual dalam bahasa Indonesia yang terdengar sama saat diucapkan, tetapi sesungguhnya memiliki perbedaan satu sama lainnya. Perbedaan tersebut bisa dari segi arti atau makna dan bisa dari segi fungsi serta tata cara penulisan. Bentuk-bentuk satuan lingual yang memiliki perbedaan tersebut, di antaranya kata apalagi yang penulisannya digabung dan frasa apa lagi yang penulisannya dipisah. Kedua bentuk ini tidak hanya berbeda dari segi penulisan, tetapi juga memiliki perbedaan dari segi fungsi dan arti.
Pertama, kata apalagi yang penulisannya digabung dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai salah satu bentuk konjungsi atau kata penghubung yang berfungsi untuk menguatkan atau menambahkan apa yang telah dibicarakan terdahulu dan apalagi memiliki kesamaan makna dengan lebih-lebih lagi; tambahan lagi; dan terlebih pula. Intinya konjungsi apalagi berfungsi untuk menekankan atau menegaskan makna bagian kalimat sebelumnya. Kata penghubung tersebut biasanya digunakan untuk menghubungkan antarklausa dalam kalimat majemuk, khususnya dalam kalimat majemuk bertingkat (subordinatif). Contoh penggunaan apalagi dapat dilihat pada kalimat-kalimat di bawah ini.
(1) Bibi tidak pernah menelepon, apalagi singgah ke rumah.
(2) Seorang koruptor bisa menghianati rakyat, apalagi menghianati teman.
(3) Siswa-siswi tahu kalau upacara bendera itu wajib, apalagi guru-gurunya.
(4) Adik tahu kalau berbohong akan dimarahi oleh ayah, apalagi kakak yang lebih tua daripada adik.
(5) Saat ini, suhu politik Indonesia sudah panas, apalagi saat kampanye Pilpres 2024 nanti.
Kalimat (1) menekankan informasi pada kalimat sebelumnya yang menjelaskan bahwa bibi tidak pernah menelepon, apalagi singgah ke rumah. Kalimat (2) menekankan informasi bahwa seorang koruptor itu bisa menghianati rakyat dengan perilaku korupsinya, apalagi menghianati teman tentu juga merupakan hal yang mudah untuk dilakukan oleh seorang koruptor. Demikian juga dengan kalimat (3) yang menjelaskan bahwa upacara bendera merupakan kegiatan wajib yang sudah diketahui oleh para siswa, terlebih lagi oleh guru-guru. Kalimat (4) juga berfungsi untuk menekankan kondisi dan situasi tertentu, yaitu adik yang berusia lebih muda sudah tahu kalau berbohong akan dimarahi oleh ayah, apalagi kakak yang lebih tua. Kemudian, kalimat kata apalagi pada (5) juga berfungsi menekankan suhu politik Indonesia yang sudah panas sebelum masa kampanye, terlebih lagi saat kampanye nanti.
Kedua, frasa “apa lagi”. Frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang memiliki satu makna. Frasa “apa lagi” berasal dari penggabungan dua kata, yaitu kata “apa” yang berarti kata tanya dan “lagi” yang berarti partikel yang berfungsi untuk menekankan kata sebelumnya. Frasa “apa lagi” biasanya digunakan sebagai kontruksi kalimat tanya dalam bahasa Indonesia. Contoh penulisan frasa “apa lagi” yang digunakan sebagai konstruksi kalimat tanya dalam bahasa Indonesia dapat dilihat pada kalimat-kalimat di bawah ini.
(1) Apa lagi yang kau inginkan dariku?
(2) Mau apa lagi dia menganggu saya?
(3) Kamu membicarakan apa lagi sampai menelepon hingga larut malam?
(4) Sudah tahu diacuhkan, apa lagi yang kamu harapkan darinya?
(5) Selain ATK, yang Anda butuhkan untuk penelitian ini apa lagi?
Dari kalimat (1) sampai (5) di atas, terlihat fungsi frasa apa lagi sebagai konstruksi kalimat tanya dalam bahasa Indonesia. Penempatan posisinya sebagai konstruksi tanya juga sangat fleksibel, bisa di awal, di tengah, dan di bagian akhir kalimat. Kata “lagi” pada konstruksi tanya apa lagi menghendaki jawaban yang panjang dan tidak sederhana. Sementara itu, pertanyaan yang menggunakan kata tanya “apa”, jawabannya bisa lebih singkat dan sederhana, misalnya “Apa yang kau inginkan dariku?”. Jawabanya bisa “Kamu pulang.” atau “Ingin kamu pulang.” Akan tetapi, lain halnya dengan kalimat, “Apa lagi yang kau inginkan dariku?”. Kalimat tanya tersebut menghendaki jawaban yang bisa lebih panjang dan bisa lebih dari satu, misalnya “Aku ingin kau pulang dan tidak pergi lagi.” atau “Aku ingin kau tidak hanya pulang, tetapi juga tidak akan pernah pergi lagi meninggalkan aku”, dan sebagainya. Penggunaan kata “lagi” pada konstruksi tanya tersebut membutuhkan jawaban tambahan yang lebih banyak dan lebih meyakinkan bagi penanya. Kata “lagi” pada konstruksi tanya apa lagi juga dapat merepresentasikan penekanan ungkapan kesal atau marah dari penanya yang berarti ‘belum cukupkah? atau masih kurangkah yang kau inginkan?”
Jika berbicara arti atau makna frasa, kita tidak selalu bisa menemukan artinya di dalam KBBI karena KBBI belum semuanya memuat arti atau makna frasa. Jadi, arti atau makna frasa bisa ditentukan dengan melibatkan konteks kalimat dan menelusuri arti kata asalnya satu per satu sebelum bergabung menjadi satuan lingual yang berbentuk frasa. Demikian uraian tentang perbedaan kata apalagi dan frasa apa lagi. Semoga mencerahkan.
Discussion about this post