Oleh: Roma Kyo Kae Saniro
(Dosen Sastra Indonesia Universitas Andalas)
Kain songket Indonesia adalah sejenis kain tradisional Indonesia yang terkenal dengan pola-pola yang rumit dan indah. Songket ditenun menggunakan teknik tenun dengan benang suplemen, di mana benang emas atau perak dimasukkan ke dalam kain untuk menciptakan motif-motif yang rumit. Di Indonesia, kain songket erat kaitannya dengan budaya Melayu dan biasanya dikenakan pada acara-acara khusus dan upacara, seperti pernikahan, festival keagamaan, dan acara budaya. Biasanya digunakan untuk membuat pakaian tradisional seperti sarung, kebaya, dan kerudung.
Motif dan pola yang ditemukan dalam songket Indonesia bervariasi tergantung pada wilayah dan suku etnis. Setiap wilayah memiliki gaya dan desain tenun yang unik. Hal itu mencerminkan keberagaman budaya di negara ini. Beberapa motif tenun yang populer, di antaranya bunga, burung, bentuk geometris, dan makhluk mitologi. Selain nilai budayanya, tenun songket juga memiliki nilai simbolis. Kain ini dianggap sebagai simbol prestise, kekayaan, dan status sosial. Proses tenun yang rumit dan membutuhkan waktu membuatnya menjadi kain yang sangat dihargai dan dicari.
Indonesia terkenal sebagai produsen kain songket berkualitas tinggi, terutama di daerah Palembang di Sumatera Selatan, Bali, Lombok, dan Sambas di Kalimantan Barat. Daerah-daerah ini memiliki sejarah panjang dalam menenun songket dan telah melestarikan teknik dan desain tradisional selama berabad-abad. Ternyata, tidak hanya Palembang di Sumatera Selatan, Bali, Lombok, dan Sambas di Kalimantan Barat saja yang memiliki kain songket yang indah, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat, Indonesia pun memiliki songket.
Kabupaten Lima Puluh Kota secara geografis memiliki keunggulan terkait dengan bidang pertanian. Tidak hanya pertanian, Kabupaten Lima Puluh memiliki kerajinan kain tenun yang dikenal sebagai songket Halaban. Sebenarnya, Halaban adalah sebuah daerah yang terletak di daerah Jorong Atas Laban Nagari Halaban, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Lima Puluh Kota. Halaban merupakan salah satu contoh kain tradisional selain Pandai Sikek dan Silungkang sebagai kegiatan tenun yang dilakukan oleh perempuan di Nagari Halaban.
Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Hendra dan Dika Agustin dalam tulisannya yang berjudul “Eksistensi Tenun Songket Halaban Kabupaten Lima Puluh Kota”, penulis mengungkapkan bahwa kegiatan menenun sebenarnya sudah diturunkan secara turun-menurun oleh nenek moyang, tetapi berusaha dieksiskan kembali pada tahun 1995 oleh Ibu Fatimurni yang ingin merasakan kembali kejayaan dan melestarikan kembali tenun songket tersebut melalui adanya sentra kerajinan tenun songket Puti Sariau. Sentra ini dibangun pada tahun 2022 yang dilatarbelakangi adanya kesulitan berupa harus memasarkan dan mengantarkan hasil tenunan ke Bukittinggi dan Padang sehingga dibangunlah sentra ini agar adanya tempat khusus untuk pemasaran.
Produk yang dihasilkan oleh tenun Halaban tidak hanya berbentuk kain, tetapi adanya bentuk produk lainnya yang bervariasi, seperti selendang, tas songket, bahan baju songket, baju tenun songket wanita, dan selendang yang dikombinasikan dengan sulam dan bordir. Ciri khas struktur motif kain Halaban disusun secara vertikal dan horizontal dengan tenun songket Halaban yang khas adalah tenun songket metalik sebagai pembeda kain songket Halaban dengan wilayah lainnya. lalu, adanya ciri khas lain dapat dilihat dari adanya perkembangan penempatan motif yang terletak pada penggunaan motif lama yang menerapkan beberapa motif dalam satu buah kain tenun songket yang kemudian berkembang dengan menggunakan satu macam motif pada bagian tengah kain.
Kain tenun Halaban tidak hanya dapat dikatakan sebagai sebuah warisan budaya bangsa Indonesia, khususnya Minangkabau, tetapi juga sebagai pemberdayaan perempuan atau adanya keikutsertaan perempuan dalam membangun perekonomian melalui tenun ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Henrawati dan Ermayanti dalam artikelnya yang berjudul “Wanita Pengrajin Tenun Tradisional di Nagari Halaban, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat”, perempuan di nagari tersebut memiliki peran ganda baik di ranah domestik dan publik. Namun, walaupun perempuan harus memiliki peran ganda, perempuan sangat memiliki kontribusi dalam perekonomian keluarga tersebut, misalnya harga benang tenun tertinggi adalah Rp300.000.00 per benang untuk kain dan biasanya dibutuhkan dua benang untuk satu kain. Kemudian, hasil tenun dijual seharga Rp3.500.000,00 sampai dengan Rp5.000.000,00.
Usaha tenun Halaban biasanya didominasi oleh perempuan sebagai anak tenun, pedagang tenun, atau pedagang songket. Dominasi perempuan dalam kegiatan tenun di Kabupaten Lima Puluh Kota sebagian berperan menjadi tulang punggung keluarga yang membantu untuk meningkatkan penghasilan keluarga untuk kebutuhan sehari-hari walaupun pada sisi lainnya, perempuan tidak selalu sebagai tulang punggung. Pada intinya, kain tenun Halaban memiliki peran penting sebagai warisan dan pemberdayaan perempuan dalam bidang ekonomi.
Saat ini, kain songket terus dihargai sebagai kain tradisional Indonesia, dan upaya dilakukan untuk mempromosikan dan melestarikan warisan budaya ini. Kain ini tidak hanya dikenakan pada acara khusus, tetapi juga dihargai sebagai karya seni dan kerajinan. Banyak pengrajin dan penenun yang berdedikasi untuk melestarikan tradisi ini dengan meneruskan keterampilan dan pengetahuan mereka kepada generasi muda. Oleh sebab itu, mari kita bangga untuk membeli dan menggunakan kain tenun Indonesia sebagai perpanjangan eksistensi kain tradisional Indonesia.
Discussion about this post