Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Sering saya dibuat bingung dengan permintaan yang rumit dan aneh. Tentu kejadian serupa itu selalu mengundang stres. Tidak jarang pula momen-momen begitu sering memicu asam lambung naik.
Ini sebenarnya terjadi dalam berbagai hal, mulai dari kerjaan hingga rutinitas harian. Selalu ada saja permintaan rumit. Permintaan yang bila tidak dituruti bakal berujung umpatan atau penyesalan.
Sabar? Jangan ditanya lagi. Kesal? Sudah pasti! Kira-kira begitu jawaban spontan terucap dari kekesalan yang terjadi.
Lain lagi bila permintaan itu datang dari yang terkasih, bisa saja keluarga atau karib kerabat. Mungkin juga boleh disebut permintaan “rumit”. Ingat, saya menulisnya menggunakan tanda petik.
Tentu permintaan rumit itu menyebalkan dan bikin kesal. Berbeda dengan “rumit” yang berpotensi tidak menyenangkan. Bikin kesal dengan berpotensi tidak menyenangkan bagi saya dua hal berbeda.
Bagi saya, rumit dan “rumit” itu serupa tapi tak sama. Seperti sebuah argumen yang menyatakan bahwa suatu benda itu berwarna hitam. Kemudian, muncul pendapat lain yang mengatakan kalau benda itu bukan berwarna putih.
Poin kesamaanya adalah sama-sama dibutuhkan kewarasan dan kesabaran. Kewarasan berpikir diperlukan untuk memahami maksud permintaan. Sedangkan kesabaran dibutuhkan dalam mengeksekusinya.
“Ringan-ringan berat” begitu guyonan untuk memenuhinya. Humor sangat diperlukan, setidaknya itu berguna bagi saya sebagai “peredam” asam lambung. Bahaya bila tidak diredam, bisa-bisa permintaan tidak terpenuhi.
Seperti apa permintaan rumit dan “rumit” itu? Ini yang menjadi pertanyaan mendasar dari awal pembahasan ini ditulis. Pertanyaan yang saya kira berpotensi menjadi poin pembahasan tersediri pula.
Untuk menuliskan seperti apa kalimat permintaan rumit dan “rumit” itu saya masih ‘trauma”. Saking begitu rumitnya permintaan itu untuk diingat, sampai “trauma” untuk menuliskannya. Itu selalu muncul dimulai saat mencoba mengingatnya.
Namun, ada hal yang mudah untuk diingat sebagai penanda bagi keduanya. Hal itu menjadi langkah aman pula agar kedua permintaan itu tetap terkenang dan asam lambung tetap aman. Hal itu adalah “muara” dari hasil permintaan itu.
Kenapa begitu? Sejauh yang saya alami, sebagian besar permintaan itu jarang terpenuhi dengan sempurna. Selalu ada yang kurang, walau sekecil apa pun bentuknya.
Kalau tidak sempurna tentu sudah barang pasti tidak sesuai permintaan. Jika sudah begitu, ada indikator hal yang dilakukan menjadi percuma, sia-sia saja. Tentu ini sungguh menyedihkan.
Seolah semua yang sudah dilakukan itu terkesan main-main, tidak serius. Padahal harus “jungkir-balik” pula otak ini untuk memahami setiap detail permintaan itu. Terkadang “Berasap” pula kepala ini dibuatnya.
Apa gerangan yang membuat itu atau paling tidak terkesan terjadi? Sebuah kalimat yang mampu membuat rutinitas yang sedang dilakukan berhenti seketika. Harusnya begitu, bukan begini!
Memang sulit untuk dapat menyenang semua orang. Tapi paling tidak semua orang tentu punya potensi untuk saling berbagi hal menyenangkan kepada siapa pun.
Discussion about this post