Kamis, 28/8/25 | 17:32 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home DESTINASI

Di Bawah Payung-payung Raksasa Masjid Nabawi

Sabtu, 11/3/23 | 10:22 WIB

Oleh: Elly Delfia
(Dosen Jurusan Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)

 

Perjalanan pertama saya ke tanah suci terjadi pada September 2019 sebelum pandemi covid-19 melanda dunia. Alhamdulillah pada tahun itu saya diberi kesempatan untuk melaksanakan ibadah umrah bersama ibu mertua dan kakak ipar. Kami beserta rombongan jamaah lainnya berangkat dengan penerbangan langsung dari Bandara Internasional  Minangkabau menuju Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah. Setelah 9-10 jam penerbangan, pesawat kami mendarat di Jeddah sore hari.

BACAJUGA

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Transitivitas dalam Perspektif Sintaksis Dixon

Minggu, 27/7/25 | 13:04 WIB
Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Hegemoni Deiksis “We” dalam Perspektif Analisis Wacana Kritis

Minggu, 13/7/25 | 22:55 WIB

Hal pertama yang saya rasakan saat turun dari pesawat adalah cuaca panas. Cuaca itu tidak sama dengan cuaca di Indonesia. Mungkin suhunya berada di atas 35 derajat celsius. Akan tetapi, hati saya terasa sejuk dan terharu saat menyadari telah menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di tanah suci. Tempat yang saya rindukan sejak lama. Dulu, saya pernah bercita-cita bahwa perjalanan ke luar negeri pertama adalah ke tanah suci. Meskipun kenyataannya, perjalanan itu bukanlah perjalanan pertama saya ke luar negeri karena sebelumnya saya juga sudah pernah menginjakkan kaki di beberapa negara yang lain. Kemudian, saya menyadari satu hal bahwa Allah selalu memberikan sesuatu yang lebih dari apa yang manusia cita-citakan jika sudah mempunyai niat.

Setelah turun dari pesawat, para jamaah diarahkan langsung menuju bus yang mengantarkan kami ke Madinah. Para jamaah diberitahukan oleh ustad pembimbing bahwa ibadah dimulai di Madinah. Setelah beberapa hari di Madinah, baru pindah ke Mekah. Sebelum azan magrib berkumandang, bus yang berisi rombongan jamaah telah sampai di hotel yang terletak sekitar 500 meter dari Masjid Nabawi. Kami mendapat kamar masing-masing, ada yang sekamar berdua, bertiga, berempat, hingga berlima orang. Saya sekamar berlima dengan ibu mertua, kakak ipar, dan ibu mertua serta adik ipar dari kakak ipar saya.

Foto doc. : Payung-Payung Raksasa Masjid Nabawi

Dari salah satu jendela kamar hotel, saya memotret Masjid Nabawi senja itu dengan perasaan takjub. Ada banyak lampu yang berkilauan menerangi Masjid Nabawi di senja hari. Lampu-lampu itu membuat Masjid Nabawi terlihat sangat megah dan indah. Di pelataran Masjid Nabawi, berdiri ratusan tonggak yang saya tidak tahu itu tonggak apa. Para jamaah pun bergegas mengambil wudu dan bersiap-siap menuju Masjid Nabawi untuk mengecap indahnya ibadah pertama salat magrib di tanah suci. Saya melupakan tonggak itu.

Keesokannya harinya, saya baru menyadari kalau ratusan tonggak yang semalam saya potret adalah payung-payung raksasa yang sudah terbuka lebar pagi hari. Saya juga takjub menyaksikan ada payung berukuran sebesar itu. Payung-payung bewarna putih dengan gari-garis keemasan dan pita biru di ujung kainnya. Payung-payung itu ternyata bisa terbuka dan tertutup secara otomatis pada waktu senja dan pagi hari. Senja hari sebelum magrib payung-payung itu akan tertutup pelan-pelan selama lebih kurang 3-5 menit dan pagi hari payung-payung itu kembali terbuka pelan-pelan tanpa suara berisik.

Payung-payung tersebut adalah payung elektrik atau payung konvertibel yang berfungsi melindungi jamaah yang beribadah di pelataran Masjid Nabawi dari panasnya cuaca di Arab Saudi. Dari berbagai sumber yang saya baca, payung-payung tersebut berjumlah sekitar 250 buah dengan lebar payung 25 meter dan tinggi lebih kurang 20 meter. Payung-payung cantik yang menakjubkan itu dibangun di area seluas 143.000 meter persegi dengan kapasitas jamaah sekitar 200.000 orang lebih. Perusahaan bernama Liebherr di Jerman disebut sebagai perusahaan yang membuat payung-payung raksasa nan megah itu.  Payung-payung itu berisi 436 kipas semprot dan setiap kipas memiliki 16 bukaan yang menyemprotkan air sebanyak 200 liter per jam. Kipas-kipas itu dapat menurunkan suhu sebanyak 8 derajat celsius melalui pita warna biru yang terdapat di pinggiran kain payung. Kemampuannya menurunkan suhu agar lebih sejuk membuat nyaman para jamaah yang beribadah di bawahnya.

 

Foto doc.: Penulis di bawah payung-payung raksasa di pelataran Masjid Nabawi

Pada suatu sore ketika masih berada di Madinah, saya salat asar di bawah payung raksasa karena tidak mendapat  tempat di dalam Masjid  Nabawi yang sudah penuh.  Selesai salat ashar saya tidak langsung kembali ke hotel, tetapi duduk-duduk sambil berzikir di bawah payung raksasa di pelataran Masjid Nabawi. Tanpa terasa hari telah sore, payung raksasa yang menaungi saya dan jamaah lain tiba-tiba tertutup pelan-pelan. Saya juga kembali terpana menyaksikan payung itu menutup pelan-pelan. Saya tidak lupa mendokumentasikan detik-detik tertutupnya payung-payung raksasa itu. Saat itu, saya menyaksikan sendiri bagaimana cara kerja payung-payung raksasa itu menguncup pelan-pelan hingga akhirnya hanya terlihat seperti tonggak yang tegak lurus di malam hari. Momen berharga yang mempertontonkan kecanggihan teknologi itu tidak lupa saya abadikan dengan kamera ponsel.

Dari payung-payung raksasa tersebut saya belajar bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya mendatangkan kenyamanan hidup, tetapi juga mendatangkan kenyamanan beribadah saat memuji kebesaran Allah SWT, Sang Maha Pencipta. Masjid Nabawi yang dibangun oleh Rasulullah atau Nabi Muhammad SAW ribuan tahun lalu semakin nyaman dengan adanya payung-payung raksasa yang berjejer di pelatarannya. Sekarang, beberapa masjid di Indonesia juga telah membangun payung-payung raksasa elektrik seperti itu untuk meneduhi pelatarannya. Payung-payung tersebut tidak hanya memberi kenyamanan, tetapi juga menjadi daya tarik tersendiri yang merupakan bagian dari wisata religi.

Tags: #Elly Delfia
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Fatherless dan Bare Minimum Family Man

Berita Sesudah

Urgensi Reward dalam Organisasi

Berita Terkait

Lele Raksasa (Foto: Ist)

Pria ini Taklukan Lele Raksasa Ukurannya Nyaris Tiga Meter

Senin, 18/8/25 | 06:10 WIB

Lele Raksasa (Foto: Ist) Jakarta, Scientia.id - Seorang pemancing asal Republik Ceko kembali mengukir prestasi luar biasa di dunia perikanan....

Misteri Gunung Padang: Diduga Lebih Tua dari Piramida Giza

Misteri Gunung Padang: Diduga Lebih Tua dari Piramida Giza

Senin, 11/8/25 | 09:57 WIB

Jakarta, Scientia.id - Situs prasejarah Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, kembali jadi sorotan setelah tim kajian menduga usianya...

Cap d’Agde: Desa Wajib Tanpa Busana di Prancis yang Ramai Dikunjungi Naturis

Cap d’Agde: Desa Wajib Tanpa Busana di Prancis yang Ramai Dikunjungi Naturis

Jumat, 08/8/25 | 06:12 WIB

Scientia.id - Terletak di selatan Prancis, Cap d’Agde dikenal sebagai desa naturis terbesar di dunia. Destinasi ini mewajibkan semua pengunjung...

Foto Zlatan Ibrahimovic di Bali Viral di Media Sosial

Foto Zlatan Ibrahimovic di Bali Viral di Media Sosial

Sabtu, 02/8/25 | 08:34 WIB

Jakarta, Scientia.id - Unggahan Zlatan Ibrahimovic di Bali mendadak viral setelah sang legenda sepakbola dunia membagikan tiga foto dirinya berendam...

Wow! Batu Pengganjal Pintu ini Nilainya Rp19,2 Miliar

Wow! Batu Pengganjal Pintu ini Nilainya Rp19,2 Miliar

Senin, 28/7/25 | 18:03 WIB

Jakarta, Scientia.id - Siapa sangka benda sederhana yang diwariskan orang tua bisa jadi harta karun. Kisah ini datang dari Rumania,...

Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

Jumat, 13/6/25 | 21:47 WIB

Bubur Kirai, makanan khas tradisional Muaro Bungo yang ada sejak zaman dahulu (Foto: Rahma Yani) Jambi, Scientia.id - Mungkin sebagian...

Berita Sesudah
Urgensi Reward dalam Organisasi

Urgensi Reward dalam Organisasi

Discussion about this post

POPULER

  • Bukittinggi Didorong Jadi Kota Beradat, Berbudaya, dan Ramah Pejalan Kaki

    Bukittinggi Didorong Jadi Kota Beradat, Berbudaya, dan Ramah Pejalan Kaki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 401 PPPK di Pesisir Selatan Resmi Dilantik, Bupati Ingatkan Jangan Gadaikan SK ke Bank

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bupati Solok Tutup Safari Berburu Hama, Dorong Perlindungan Pertanian dan Silaturahmi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tiga Pelaku Narkoba Ditangkap, Rekonstruksi Peredaran Sabu di Bukittinggi Terungkap

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Di Bawah Kepemimpinan Asnur, DLH Solok Hadirkan Bank Sampah Induk Limo Danau sebagai Terobosan Besar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024