Oleh: Yori Leo Saputra
(Alumnus Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
Judul berita selain memiliki syarat provokatif, singkat dan padat, relavan, fungsional, dan spesifik, juga harus memiliki syarat bahasa baku. Yunus (dalam Jubai, 2018:185), menyebutkan judul berita yang baik adalah hendaknya menggunakan gaya bahasa yang baku. Baku yang dimaksud ialah tidaklah menyimpang dari aturan makna dan bahasa yang lazim. Dengan demikian, para jurnalis sudah semestinya memberikan contoh dan etika yang baik dalam berbahasa kepada masyarakat.
Apabila kita cermati pada surat kabar daring saat ini, penulisan judul berita ternyata sering ditemukan bentuk penulisan yang tidak baku. Hal ini acap kali terjadi ketika penggunaan kata pada judul berita, misalnya aktivitas (baku) ditulis aktifitas (tidak baku), Sumatra (baku) ditulis Sumatera (tidak baku), asas (baku) ditulis azas (tidak baku), apotek (baku) ditulis apotik (tidak baku), dan sebagainya.
Fenomena yang serupa juga pernah terjadi pada berita sebulan lalu. Ketika itu obat parasetamol sirop sedang marak diperbicangkan oleh orang-orang di media massa. Tanpa disadari, penulisan kata sirop pada masa itu banyak ditemukan tidak seragam di media massa. Hal ini menandakan bahwa jurnalis media masa masih tidak cermat dalam memperhatikan penggunaan bahasa pada judul berita. Akibat dari ketidakcermatan tersebut muncullah dua bentuk penulisan kata sirop pada judul berita, yaitu ada yang menggunakan kata sirup dan ada pula yang menggunakan kata sirop. Berdasarkan dua bentuk penulisan tersebut, manakah penulisan yang tepat dalam bahasa Indonesia? Namun, sebelum menentukan mana penulisan yang tepat, mari kita lihat pengertian bahasa baku.
Menurut Kridalaksana (2011:24) dalam Kamus Linguistik, bahasa baku adalah bahasa standar, sedangkan menurut Alwi (2000:13) dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia bahasa menyebutkan bahasa baku atau bahasa standar merupakan ragam bahasa yang dijadikan sebagai tolak bandingan bagi pemakai bahasa yang benar. Dengan demikian, bahasa standar adalah ragam bahasa yang diterima untuk dipakai dalam situasi resmi atau sebagai bahasa persatuan dalam masyarakat bahasa (lihat KBBI V). Dalam artian ini bahasa standar memiliki fungsi sebagai acuan atau model bagi masyarakat luas. Bahasa stardar wajib digunakan dalam situasi resmi, seperti dalam menulis surat-surat resmi, penerbitan resmi, surat kabar, dan karya ilmiah (makalah, jurnal, skripsi, tesis, dan disertasi), serta sejenisnya.
Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwasanya bahasa baku dan standar juga wajib digunakan dalam penulisan surat kabar. Akan tetapi, penggunaan bahasa baku sering tidak sesuai dengan standar penulisannya dalam surat kabar, terutama penulisan judul berita pada media daring. Hal tersebut dapat dilihat pada penggunaan kata sirup dan sirop yang ditulis oleh jurnalis media massa. Berikut ini adalah judul berita terbaru yang menggunakan kata sirup di media massa.
- Kasus Obat Sirup: 2 Perusahaan Masih Disidik Berpotensi Jadi Tersangka (com, 18 November 2022)
- Disebut Kecolongan Imbas Obat Sirup Tercemar EG, BPOM RI Buka Suara (com, 18 November 2022)
Sebagai bentuk perbandingannya, sengaja diambil kembali judul berita dari media kompas.com dan detik.com. Berikut ini adalah judul berita yang dirangkum menggunakan kata sirop di media tersebut.
- Pahami Musabab di Balik Larangan Obat Sirop, Sikap dengan Bijak (Kompas.com, 26 Oktober 2022)
- Peredaran Obat Sirop Dihentikan, Menteri PKM: Kasus Gagal Ginjal Akut Nol (Detik.com, 07 November 2022).
Berdasardakan perbandingan tersebut, terlihat jurnalis media kompas.com dan detik.com tidak konsisten saat menggunakan kata sirop pada penulisan judul berita. Nah, apakah kesalahan ini disebabkan oleh jurnalis? Dalam kasus ini tidak bisa menyalahkan jurnalis sepenuhnya karena di samping itu masih ada editor yang bertugas mengecek ulang tulisan jurnalis sebelum berita dipublikasikan di media massa. Jadi, siapa yang menyebabkan ketidakkosistenan itu kalau bukan dari kelalaian editor dalam memperhatikan bahasa? Oleh karena itu, cerdas dalam berbahasa itu sangat penting dipelajari oleh orang-orang yang berkerja di media massa.
Untuk menentukan penggunaan kata yang tepat, sirup atau sirop pada judul berita tersebut, mari kita lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam KBBI V (2016), sirup merupakan bentuk tidak baku dari sirop. Dengan demikian, penggunaan kata sirup tidaklah digunakan dalam situasi resmi. Hal ini disebabkan oleh bahasa yang digunakan dalam situasi resmi bersifat baku. Bahasa-bahasa tidak baku bisa digunakan dalam bahasa pergaulan sehari-hari atau dalam acara/kegiatan yang santai.
Kira-kira, apa yang menyebabkan sirup menjadi bentuk tidak baku? Padahal, penggunaan kata sirup dalam kehidupan sehari-hari lebih cenderung digunakan oleh penutur bahasa Indonesia dibandingkan dengan kata sirop. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu melihat asal-usul kata tersebut agar lebih jelas apa yang menyebabkan kata sirup menjadi bentuk tidak baku dalam bahasa Indonesia.
Secara etimologi, sebenarnya kata tersebut bukanlah kata asli bahasa Indonesia, melainkan kata tersebut dipungut dari bahasa asing. Dalam bahasa Inggris syrup, sedangkan dalam bahasa Belanda siroop. Berdasarkan pembakuan kata, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia telah menetapkan sirop ialah sebagai bentuk baku dalam bahasa Indonesia. Secara logika, kita dapat melihat bentuk sirop dalam bahasa Indonesia lebih dekat dengan bahasa Belanda dibandingkan bahasa Inggris. Mungkin saja ini yang menyebabkan bentuk sirup menjadi tidak baku sebab bahasa Indonesia tidak memungutnya dari bahasa Inggris, melainkan kata tersebut dipungut dari bahasa Belanda.
Dalam kaidah penyerapan (EYD V, 2022), Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia menyebutkan pada poin ke-52, yaitu “kata gabungan oo dalam bahasa Belanda menjadi o dalam bahasa Indonesia”. Oleh sebab itu, bentuk siroop dalam bahasa Belanda dipungut menjadi sirop dalam bahasa Indonesia. Begitu pun juga pada penggunaan kata bioskop, astropolog, dan provos dalam bahasa Indonesia yang juga dipungut dari bahasa Belanda.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1986) susunan W.J.S. Poerwadarminta, kata sirop sudah ada. Namun, kata tersebut belum ditentukan kategori atau jenis kelas katanya. Di samping itu, kata sirop ditempatkan pada tempat yang sama dengan kata sirup yang merupakan bentuk tidak baku saat ini. Dalam kamus tersebut, Poerwadarminta memberikan makna, sirop adalah ‘air gula atau setrup’. Kemudian, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Badudu-Zein memberikan makna kata setrop; sirup, yaitu ‘air gula yang diberi warna (merah, kuning, dsb). Dalam kamus ini, kata sirop telah diberi keterangan: (Bld, setroop) setrop. Setelah terbentuk Kamus Besar Bahasa Indonesia I (1988), makna kata sirop; sirup menjadi berkembang, yaitu: 1) ‘air gula agak kental, terkadang diberi ensens dan diwarnai; setrup’, 2) ‘obat berbentuk cairan berasa manis’. Sementara itu, setrup diartikan sebagai ‘air gula, sirup’.
Setelah dilakukan beberapa kali pembaruan terhadap Kamus Besar Bahasa Indonesia, hingga pada edisi ketiga (1990), kata sirup; sirop sudah dihilangkan. Jadi yang tinggal hanyalah kata sirop yang bermakna sama dengan makna yang telah disebut dalam KBBI I. Kemudian, sejak Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat—sekarang (2016), telah memberikan makna dan keterangan yang lengkap pada kata sirop. Dalam edisi ini, kata sirop sudah dilabeli dengan nomina yang berarti 1) ‘air gula agak kental, terkadang diberi ensens dan diwarnai; setrup’, 2) ‘obat berbentuk cairan berasa manis’. Bahkan, dalam edisi ini sudah dijelaskan pula bahwa sirup adalah bentuk tidak baku dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, bahasa standar yang tepat digunakan dalam bahasa Indonesia adalah kata sirop, bukan sirup!
Demikianlah penjelasan kata sirup dan sirop dalam bahasa Indonesia. Semoga penjelasan ini mencerahkan pembaca. Syukran’alaa kulli syai’in. (*)
Discussion about this post