Akhir-akhir ini, beredar tiga istilah yang menunjukkan karakter cewek (perempuan) Indonesia, yaitu cewek bumi, cewek kue, dan cewek mamba. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cewek merupakan ragam percakapan yang bermakna ‘sebutan kepada wanita atau perempuan yang masih muda (gadis)’. Istilah bumi, kue, dan mamba yang melekat pada kata cewek dapat menunjukkan karakter warna yang disukai oleh perempuan berdasarkan warna yang ada pada bumi, kue, dan mamba (sebutan umum untuk empat spesies ular berbisa mematikan). Menarik juga barangkali jika kita bahas warna-warna yang menjadi tren akibat kemunculan istilah tersebut.
Selama ini, ketika membicarakan warna dalam bahasa Indonesia, kita cenderung hanya mengingat istilah mejikuhibiniu yang merupakan kependekan dari merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa warna dalam bahasa Indonesia tidak hanya sekadar mejikuhibiniu. Banyak warna turunan yang dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya masyarakat. Warna yang menjadi karakter dari cewek bumi, cewek kue, dan cewek mamba merupakan salah satu dampak dari adanya pengaruh lingkungan dan budaya.
Sebelum kita mengenal warna dalam bahasa Indonesia, kita perlu mengingat kembali teori warna yang dikemukakan oleh Brewster (1831) yang kemudian dikenal dengan Teori Brewster. Dalam teori ini, Brewster menyederhanakan warna yang ada di alam menjadi empat kelompok warna, yaitu warna primer, warna sekunder, warna tersier, dan warna netral.
Warna primer merupakan warna dasar yang pembentukannya tidak disertai dengan warna lain, tetapi warna dapat menjadi bahan campuran pokok untuk menghasilkan warna lain, seperti menghasilkan warna sekunder, warna tersier, dan warna netral. Warna yang tergolong ke dalam warna primer adalah merah, biru, dan kuning.
Warna sekunder merupakan hasil pencampuran warna primer dengan proporsi 1:1. Misalnya, jingga merupakan hasil campuran merah dan kuning; hijau merupakan campuran biru dan kuning; serta ungu merupakan campuran merah dan biru.
Warna tersier adalah warna yang dihasilkan dari campuran salah satu warna primer dengan salah satu warna sekunder. Misalnya, jingga kekuningan diperoleh dari campuran kuning dan jingga; coklat merupakan campuran dari merah dan ungu; ungu kebiruan merupakan campuran dari ungu dan biru; serta hijau kebiruan merupakan campuran dari hijau dan biru.
Warna netral adalah warna yang dihasilkan dari campuran ketiga warna dasar dalam proporsi 1:1:1. Warna netral hadir sebagai penyeimbang warna-warna kontras di alam. Warna yang termasuk ke dalam netral ialah putih sebagai hasil dari sistem warna cahaya aditif dan hitam sebagai hasil dari sistem warna subtraktif.
Dalam bahasa Indonesia, warna mengalami perkembangan yang sangat pesat. Warna tidak hanya seperti yang dijelaskan Brewster, tetapi muncul banyak warna akibat adanya pengaruh lingkungan dan budaya masyarakat. Oleh karena itu, bentuk kosakata warna dalam bahasa Indonesia juga bervariasi. Ada yang berupa kata dasar, seperti merah, biru, dan kuning. Ada yang berupa kata berimbuhan, seperti kecoklatan, kemerahan, dan kehitaman. Ada yang berupa kata ulang, seperti kehitam-hitaman dan kemerah-merahan. Ada juga yang berupa kata majemuk, seperti kuning emas dan putih telur.
Terkait warna dalam bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa) telah menyatakan bahwa ada 212 warna dalam bahasa Indonesia dan sudah menjadi daftar istilah warna yang diterbitkan pada tahun 1984. Namun, melihat perkembangan fashion ‘mode busana’ dan kuliner pada hari ini, kosakata warna tersebut telah berkembang dan semakin banyak, misalnya kita mulai mengenai istilah sage, yaitu warna hijau keabu-abuan yang mirip dengan daun sage kering. Dalam daftar istilah warna tahun 1984, belum ada warna hijau sage. Sage merupakan salah satu tanaman herbal dengan aroma dan rasa yang kuat. Herbal ini mulai sering digunakan sebagai bumbu penyedap. Sementara itu, army yang juga populer pada hari ini sesungguhnya bukan warna yang baru kita kenal. Dalam daftar warna tahun 1984, sudah ada istilah hijau tentara untuk menjelaskan army green yang juga populer pada saat itu untuk menunjukkan warna hijau yang berkaitan dengan tentara militer.
Agar lebih kenal dengan warna dalam bahasa Indonesia, kita bisa uraikan ke-212 warna tersebut ke dalam nuansa warna. Dalam KBBI, nuansa adalah ‘variasi atau perbedaan yang sangat halus atau kecil sekali (tentang warna)’. Oleh karena itu, ada nuansa merah, nuansa biru, nuansa kuning, nuansa putih, dan nuansa warna lainnya dalam bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Indonesia, merah memiliki nuansa warna yang begitu kaya. Ada merah anggur, merah api, merah bata, merah bawang, merah bungsu, merah dadu, merah daging, merah darah, merah delima, merah genting, merah hati, merang insang, merah jadam, merah jambu, merah kesumba, merah lak, merah lembayung, merah lombok, merah manggis, merah marak, merah mawar, merah mengkudu, merah merang, merah merjan, merah merona, merah murup, merah padam, merah paru, merah pelangi, merah saga, merah senduduk, merah sepang, merah serah, merah tanah liat, merah tembaga, dan merah udang.
Nuansa merah yang muncul hari ini, seperti lilac, pastel, scarlet, dan coral merupakan nuansa yang sudah ada sejak dulu dalam bahasa Indonesia. Lilac merupakan merah bungsu, pastel merupakan merah kesuma, scarlet merupakan merah marak, dan coral merupakan merah merjan. Selain itu, salmon yang kita kenal saat ini yang menunjukkan warna merah muda kekuningan, seperti daging salmon sudah ada dalam bahasa Indonesia dengan nama bangbang. Selain bangbang, ada juga beram ‘merah cerah’, jelah ‘merah jelah’, pisangga ‘merah coklat’, sindur ‘merah popi’ atau ‘merah kejinggaan terang’, serta dewangga ‘merah kekuning-kuningan’.
Selain merah, biru juga memiliki nuansa warna. Dalam bahasa Indonesia, ada biru benhur, biru berlin, biru ceraka, biru empedu, biru giok, biru jelak, biru kelasi, biru langit, biru laut, biru lebam, biru panci, biru pelangi, biru pirus, biru porselen, biru telang, dan biru telur itik. Nuansa biru lainnya yang juga ada dalam bahasa Indonesia ialah lazuardi ‘warna biru muda (seperti warna langit)’, wulung ‘biru kehitam-hitaman’, gandaria yang dikenal dengan lavender blue atau ‘biru gandaria’, senam ‘biru kehitam-hitaman’, ultramarin ‘biru pekat’, serta nila ‘warna antara biru dan ungu’.
Kuning juga memiliki nuansa warna. Ada kuning bambu, kuning belerang, kuning blewah, kuning cempaka, kuning emas, kuning gading, kuning gersing, kuning jagung, kuning janur, kuning jenar, kuning jerami, kuning kepudang, kuning kunyit, kuning langsat, kuning limau, kuning loyang, kuning hulur, kuning madu, kuning malam, kuning pelangi, kuning pepaya, dan kuning telur. Parsley green yang kita kenal hari ini merupakan balu dalam bahasa Indonesia yang menunjukkan warna ‘kuning kehijauan’. Selain balu, juga ada bungalan ‘kuning pucat’ dan pirang tibarau ‘kuning pucat kemerahan’.
Selain nuansa dari tiga warna primer berupa merah, biru, dan kuning, nuansa warna juga ditemukan pada warna sekunder, warna tersier, dan warna netral. Pada hijau, kita bisa melihat nuansa berupa hijau botol, hijau daun, hijau jelak, hijau kaki, hijau laut, hijau lumut, hijau nuri, hijau pelangi, hijau pupus, hijau rumput, hijau tembaga, hijau tentara, dan hijau zamrud. Selain itu, juga ada indranila ‘hijau kebiruan tua’ dan wilis ‘hijau tua’.
Kita juga bisa menemukan nuansa ungu berupa ungu pelangi, ungu terung, ungu kebiruan, acung ‘ungu lembayung’, ijas ‘ungu tua/ungu kemerahan tua’, lembayung ‘merah bercampur ungu’, dan lila ‘ungu lembut’. Ada juga nuansa jingga berupa jingga metil, jingga pelangi, dan rambut jagung ‘jingga kecoklatan kemerahan’. Begitu juga dengan coklat, kita menemukan nuansa berupa coklat lempung, coklat mahoni, coklat sampang, coklat tembakau, deragem ‘coklat keemasan’, kapisa ‘coklat kemerah-merahan’, karat ‘coklat karat’, pinggala ‘coklat kelabu tua’, tengguli ‘coklat gelap seperti pohon tenguli’, turangga ‘coklat kekelabuan’, dan ubar ‘coklat ungu tua’.
Nuansa hitam di antaranya hitam arang, hitam bogot, hitam gagak, hitam jangat, hitam kelam, hitam kumbang, hitam lakan, hitam legam, hitam lotong, hitam manis, hitam manggis, hitam pekat, hitam sabak, hitam usam, cemani ‘hitam gagak’, dan jelaga ‘hitam seperti asap lampu lentera minyak’. Sementara itu, nuansa putih di antaranya putih bahana, putih belak, putih bersih, putih kapur, putih kotor, putih kuam, putih lesi, putih melepak ‘putih salju’, putih metah, putih murup, putih mutiara, putih pasi, putih perak, putih susu, putih telur, dan putih uban.
Abu-abu sebagai sebuah warna antara hitam dan putih (serupa dengan warna abu kayu bakar) disebut juga dengan kelabu. Abu-abu atau kelabu ini memiliki nuansa kelabu armada, kelabu asap, kelabu tikus, kelabu arang, kedam ‘kelabu timah’, nilajada ‘kelabu tua’, dan saliwah ‘kelabu sedang’.
Warna dalam bahasa Indonesia memang berkembang mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan kehidupan budaya masyarakat Indonesia. Dari sekian kosakata warna tersebut, ada yang bertahan digunakan oleh masyarakat, ada juga yang berubah mengikuti perkembangan akibat pengaruh dari bahasa asing, dan ada juga yang hilang karena tidak digunakan lagi oleh masyarakat.
Selain mejikuhibiniu, warna-warna seperti merah darah, biru langit, kuning kunyit, hijau daun, ungu terung, coklat mahoni, dan hitam manggis merupakan kosakata warna dalam bahasa Indonesia yang masih bertahan hingga hari ini karena masyarakat masih menggunakan kosakata tersebut. Salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat masih menggunakan kosakata tersebut adalah keberadaan warna yang melekat pada benda. Jika diuraikan, nuansa warna yang hadir salah satunya disebabkan oleh olahan alam berupa kunyit, daun, terung, mahoni, dan manggis yang masih ada dan mudah ditemukan. Karena masyarakat masih menggunakan olahan alam tersebut, kosakata tersebut pun digunakan secara aktif hingga hari ini.
Sementara itu, kosakata warna, seperti hijau tentara mulai berkurang digunakan oleh masyarakat karena pengaruh bahasa Inggris yang sekarang sangat intensif masuk ke dalam kosakata bahasa Indonesia. Masyarakat memiliki pilihan menggunakan army dibandingkan dengan hijau tentara. Kosakata army dinilai bergengsi oleh masyarakat karena populernya sejumlah film dan budaya populer di kalangan remaja yang berkenaan dengan dunia militer. Meskipun ada pengaruh bahasa Inggris, kosakata hijau tentara masih digunakan oleh sekelompok orang. Hanya saja masyarakat harus berupaya mempertahankan kosakata ini agar terus menjadi bagian dalam warna bahasa Indonesia. Jika tidak, tidak tertutup kemungkinan suatu hari nanti tentara hijau akan menjadi warna yang tidak lagi digunakan oleh masyarakat.
Warna yang sudah hilang dalam bahasa Indonesia salah satunya tampak pada pinggala. Warna ini sudah masuk dalam daftar warna bahasa Indonesia pada tahun 1984, tetapi karena kebijakan tertentu, warna ini tidak masuk ke dalam bahasa Indonesia yang dibuktikan dengan tidak adanya kata ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mulai dari edisi pertama tahun 1988. Meskipun demikian, sejumlah kosakata yang hampir tidak ada lagi digunakan oleh masyarakat pada hari ini masih ada dalam KBBI sebagai kata klasik, yaitu berma yang bermakna ‘merah’.
Rupa-rupa warna ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia berkembang mengikuti perkembagan kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu upaya kita agar kosakata warna ini bertahan seiring perkembangan zaman ialah kembali secara aktif menggunakan kosakata tersebut. Nuansa warna bahasa Indonesia juga kaya sebagaimana nuansa warna yang dibawa oleh bahasa Inggris. Mari ciptakan makanan, pakaian, atau produk Indonesia lainnya dengan merk yang menggunakan warna bahasa Indonesia. Ini akan menjadi bukti betapa kita mencintai kosakata bahasa Indonesia yang kaya akan warna.
Discussion about this post