Minggu, 15/6/25 | 03:38 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KLINIK BAHASA

Satiris sebagai Gaya Komunikasi Kaum Milenial

Minggu, 23/1/22 | 11:00 WIB

 

Oleh: Elly Delfia, S.S., M.Hum. (Dosen Jurusan Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)

Membicarakan kaum milenial memang tidak ada habisnya, termasuk membicarakan gaya komunikasi generasi kelahiran tahun 1980-an ini. Ciri-ciri mereka adalah akrab dengan dunia bisnis dan filantropi. Mereka rata-rata tidak bercita-cita menjadi pegawai negeri dan tergolong aktif berkomunikasi di media sosial namun sedikit cuek dan minim basa-basi. Mereka juga merupakan kaum yang sangat sadar dengan segala bentuk pencitraan yang disuguhkan di dunia maya. Mereka menjadi kritis dan satiris terhadap semua itu.

Kritis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan bersifat selalu menemukan kesalahan atau kekeliruan atau tajam dalam penganalisisan, sedangkan satiris menurut Kamus besar Bahasa Indonesia bersifat menyindir atau mengejek. Satiris berasal dari bahasa Latin, yaitu kata satire atau satura yang artinya talam penuh berisi macam-macam buah-buahan. Namun, kemudian satire berubah makna menjadi gaya bahasa yang mengandung metafora (kiasan) dalam bentuk ejekan atau sindiran dengan kata-kata manis, seperti rasa manisnya buah-buahan.

Keraf (2008:144) mendefinisikan satire sebagai ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu dan satire mengandung kritik atas kelemahan manusia. Tujuan utama satire agar diadakan perbaikan secara etis maupun estetis untuk objek yang disindir atau diejek. Satire termasuk gaya bahasa kiasan yang maknanya lebih halus atau lebih manis daripada sarkastis. Sarkastis merupakan gaya bahasa berisi ungkapan dengan kata-kata kasar yang digunakan untuk menyindir dan mengejek seseorang atau keadaan.

BACAJUGA

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Minggu, 25/5/25 | 17:21 WIB
Memaknai Kembali Arti THR

AI dan Kecerdasan Bahasa Indonesia

Minggu, 04/5/25 | 13:26 WIB

Kata kunci satiris adalah kritik atas kelemahan manusia atau ketidakmampuan manusia apakah itu kritik atas diri sendiri, kritik atas diri orang lain, ataupun kritik atas keadaan. Beberapa kalimat yang digunakan kaum milenial di media sosial yang mengandung satiris dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.

  1. Cantik itu subjektif, kalau jelek itu mutlak (S.K, komentar di YouTube)
  2. Kasihan Zidan jadi nyamuk mulu. (siti3_90, komentar di YouTube)
  3. Sultan mah bebas ngapain aja. (anonim, komentar di Instagram)
  4. Omicron itu Om-nya varian delta ya? (Rd, chat Whatsapp)
  5. Bang, kalo nyari partner hidup bisa lewat open recruitment nggak? (rhmaalvina, komentar di Instagram)
  6. Mantan lebih tepat disebut alumni hati maka hati-hatilah karena alumni suka mengajak reuni. (911.sunda, komentar di Instagram).
  7. Kalau mencintaimu hanya sebuah mimpi, maka izinkan aku tertidur selamanya. (putri.zlfr, komentar di Instagram).
  8. Jangan sering ngerokok idan karena aku cuma bisa jaga hati kamu, bukan paru-paru kamu. (apriliyaya05, Komentar di Instagram)
  9. Untuk para “pengabdi mantan”, ingat-ingat lagi kata Alm. Eyang Habibie tercinta. Mantan itu tidak sama dengan jodoh. (Najwa Shihab, status di Instagram)

Masing-masing kalimat di atas mengandung satiris sebagai ungkapan kritis dan ketidakberdayaan manusia dalam memahami keadaan diri sendiri, orang lain maupun keadaan di sekitarnya. Masing-masing kalimat  mengandung makna lebih kurang sebagai berikut: Kalimat (1) menyatakan sindiran terhadap penampilan seseorang tentang bentuk atau rupa. Cantik disebut subjektif dan relatif, sementara itu jelek disebut mutlak atau sudah pasti dan tidak dapat ditawar lagi. Ini menunjukkan ejekan terhadap kejelekan seseorang, apakah itu terhadap sifat ataupun bentuk dan penampilan seseorang. Kalimat (2) merupakan ejekan terhadap orang ketiga yang menemani orang lain pacaran yang dikiaskan dengan sebutan “nyamuk” atau “pengusir nyamuk”.

Kalimat (3) merupakan ejekan sekaligus sindiran terhadap orang-orang kaya yang suka pamer harta kekayaan di media sosial dengan sebutan “sultan”. Kalimat (4) merupakan sindiran terhadap keadaan atau situasi varian virus korona terbaru yang merebak lagi. Sindiran ini juga mencerminkan keputusasaan dan bentuk penolakan terhadap keberadaan virus korona sehingga dijadikan bahan lelucon dengan menyebut virus korona varian omicron sebagai Om atau paman dari virus korona varian delta. Satiris ini merupakan cerminan dari ketidakberdayaan orang-orang dalam menghadapi pandemi virus korona yang tiada henti.

Kalimat (5) merupakan ejekan untuk menertawakan kegagalan diri sendiri karena tidak kunjung mempunyai pasangan atau masih menjomblo. Istilah satiris yang digunakan adalah “open recruitment”. Istilah ini biasanya digunakan untuk pembukaan lowongan untuk pekerjaan pada sebuah instansi atau perusahaan tertentu. Kalimat (6) merupakan ungkapan satiris atau sindiran terhadap orang-orang tidak bisa melupakan mantan pacar atau mantan kekasih untuk berhati-hati. Kalimat (7) merupakan ejekan terhadap diri atas ketidakberdayaan karena perasaan cinta kepada seseorang. Kalimat (8) merupakan sindiran terhadap para perokok agar menjaga kesehatan mereka. Terakhir kalimat (9) merupakan ejekan terhadap orang-orang yang tidak bisa melupakan mantan sehingga disebut “pengabdi mantan” yang merupakan plesetan dari judul film fenomenal yang berjudul “Pengabdi Setan”.

Selain sembilan contoh bentuk satiris di atas, masih banyak bentuk satiris lain yang digunakan di media sosial. Istilah yang membuat pembaca tersenyum kecut, terbahak ataupun terpingkal-pingkal membayangkan kenyataan yang berkaitan dengan ungkapan satiris. Satiris juga terikat dengan situasi sosial yang ada dalam masyarakat penutur bahasa. Makna istilah-istilah yang digunakan menyimpang atau dipelesetkan dari makna sebenarnya untuk mendapatkan efek satiris.

Satiris menggunakan istilah-istilah yang pernah viral atau yang sedang viral saat ini dan itu cerminan dari memori kolektif yang menjadi ingatan bersama masyarakat, seperti penggunaan kata nyamuk, sultan, “pengabdi mantan”, partner, alumni hati, reuni, Om, varian delta, omicron, dan lain-lain seperti pada contoh kalimat (1) sampai dengan (9) di atas. Demikian jabaran tentang satiris sebagai gaya komunikasi kaum milenial yang kritis. Semoga mencerahkan.

Tags: #Elly Delfia
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Puisi-puisi Delka Junita Saputri

Berita Sesudah

Yang Tersembunyi dari Ferdinand de Saussure, Bapak Linguis Modern

Berita Terkait

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Dialek-dialek Bahasa Minangkabau yang (akan) Mulai Hilang

Minggu, 08/6/25 | 07:19 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas) Selasa lalu (3 Mei 2025) mahasiswa Sastra Indonesia...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Perbedaan Kata “Agak”, “Sedikit”, “Cukup”, dan “Lumayan”

Minggu, 01/6/25 | 11:00 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan) Edisi Klinik Bahasa Scientia kali ini akan...

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Minggu, 25/5/25 | 17:21 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik Universitas Andalas) Kali ini kita akan membahas tentang bahasa hukum,...

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Indonesia dalam Korpus Histori Bahasa Inggris

Minggu, 18/5/25 | 10:49 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas) Setelah menelusuri kosakata bahasa Indonesia dari berbagai kamus-kamus...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Mengenal Angka Romawi

Minggu, 11/5/25 | 07:47 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies) Angka romawi menjadi salah satu angka yang digunakan...

Memaknai Kembali Arti THR

AI dan Kecerdasan Bahasa Indonesia

Minggu, 04/5/25 | 13:26 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik Universitas Andalas) Pengaruh AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan tidak...

Berita Sesudah
Jelajah Kata: Ramadhan atau Ramadan?

Yang Tersembunyi dari Ferdinand de Saussure, Bapak Linguis Modern

Discussion about this post

POPULER

  • Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

    Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Warga Nagari Sikabau Keluhkan Ganti Rugi Lahan Plasma Terdampak Jaringan Listrik PT AWB

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Elfa Edriwati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara dan Ulasannya oleh Azwar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mogok Kerja Sopir Pengganti di PT DL Berlanjut, Negosiasi Belum Capai Titik Temu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kata Penghubung dan, serta, dan Tanda Baca Koma (,)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024