Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diksi memiliki makna “pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan)”. Oleh sebab itu, istilah diksi juga dikenal sebagai pilihan kata. Sejalan dengan makna tersebut, beberapa ahli bahasa juga mengungkapkan hal yang serupa mengenai diksi. Zaenal Arifin menyatakan bahwa diksi adalah pilihan kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Lamuddin Finoza menyatakan bahhwa diksi adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam suatu tuturan bahasa. Secara singkat, diksi dapat dipahami sebagai upaya seseorang dalam memilih sebuah kata ketika ia bebricara atau menulis. Kemudian, muncullah pertanyaan, mengapa kita harus memilih kata ketika berbahasa?
Seseorang harus piawai dalam memilih kata ketika berbahasa karena ada beberapa tujuan yang akan dicapai. Pertama, diksi yang tepat akan membuat penulis atau penutur bisa menyampaikan gagasan, pikiran, atau perasaannya secara tepat dan efektif kepada pembaca atau mitra tutur. Diksi yang tepat ini sangat minim memungkinkan para pembaca atau mitra tutur akan mengalami kesalahpahaman makna, termasuk dalam kasus ambiguitas. Ambiguitas merupakan sesuatu yang memiliki makna ganda karena adanya ketidakjelasan. Pemilihan kata yang tepat akan mengurangi kemungkinan penulis atau penutur untuk menyampaikan sesuatu yang ambigu. Contoh kalimat yang mengandung ambiguitas seperti: Setoran bulanan anggota baru akan dinaikkan pada tahun ini. Pada kalimat tersebut, terdapat ketidakjelasan makna dalam penggunaan kata baru. Kata baru pada kalimat tersebut mencakupi dua makna. Pertama, makna untuk anggota baru yang artinya adalah bukan anggota lama. Kedua, makna untuk aktivitas atau persitiwa yang akan terjadi. Dalam kalimat tersebut, penggunaan kata baru bisa memiliki makna bahwa pada tahun ini, setoran bulanan, baru akan dianaikkan, baik untuk semua anggota (baik anggota baru, maupun anggota lama).
Tujuan kedua seseorang harus piawai dalam memilih kata adalah ketika seorang penulis atau penutur ingin menyampaikan sesuatu dengan makna atau nuansa yang lebih khusus. Ini berkaitan dengan banyaknya sinonim yang dimiliki oleh bahasa Indonesia. Sinonim merupakan dua kata atau lebih yang maknanya mirip. Dari sekian banyak kata yang bersinonim, seorang penulis atau penutur harus mampu memilih kata apa yang paling sesuai untuk menyampaikan nuansa makna yang sedang dibangunnya. Hal ini bisa dilihat dalam contoh kata melihat, menatap, dan memandang. Dari tiga kata tersebut, misalnya seorang penulis prosa sedang merangkai kalimatnya untuk memunculkan suasana dalam peristiwa ceritanya. Tentu saja ia harus memilih kata yang tepat dari ketiga kata tersebut. Kita bisa melihat perbedaan nuansa dari tiga kata tersebut di dalam kalimat berikut:
1) Dia melihat saya cukup lama. Saya merasa ada sesuatu yang ingin diungkapkannya.
2) Dia menatap saya cukup lama. Saya merasa ada sesuatu yang ingin diungkapkannya.
3) Dia memandang saya cukup lama. Saya merasa ada sesuatu yang ingin diungkapkannya.
Jika seorang penulis prosa ingin memunculkan nuansa interaksi yang begitu intens namun penuh misterius di dalam ceritanya, penulis tersebut akan memilih kalimat nomor dua. Hal ini disebabkan kata melihat tidak memiliki kekuatan yang besar untuk membangun suasana tersebut. Selain karena nuansa yang berbeda, pada dasarnya setiap kata yang bersinomin memang memiliki perbedaan makna secara khusus. Hal ini juga bisa kita rasakan dalam kata dan frasa yang bersinomin lainnya seperti mati, meninggal, tewas, gugur, berpulang, wafat, telah tiada, telah pergi, dan tutup usia. Kata-kata ini tidak bisa digunakan secara acak sebab harus sesuai dengan makna yang akan kita tuju. Contoh lainnya ketika seseorang lebih memilih frasa kurang enak badan daripada sakit juga memiliki makna yang berbeda. Frasa kurang enak badan memiliki makna bawa orang tersebut hanya butuh istirahat sejenak. Akan tetapi, kata sakit memiliki nuansa yang lebih serius dalam masalah kesehatan. Di sinilah letak kemahiran seseorang memilih kata.
Ketiga, kepiawaian seseorang memilih kata ketika berbahasa memiliki tujuan untuk memberikan variasi dalam kalimatnya. Hal ini bisa kita lihat di dalam dua kalimat berikut: Dia telah gagal melaksanakan program ini. Kegagalan yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Kegagalan ini membuatnya semakin tidak percaya diri. Di dalam tiga kalimat tersebut, terdapat penggunaan kata gagal sebanyak tiga kali. Jika kata itu terus diulang di dalam sebuah paragraf, ini akan menjemukan pembaca. Oleh sebab itu, penulis perlu memilih kata lain sebagai variasinya. Kita bisa melihat contoh berikut: Dia telah gagal melaksanakan program itu. Kegagalan yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Ketidakberhasilan ini membuatnya semakin tidak percaya diri. Kata gagal kemudian bisa diganti dengan ketidakberhasilan. Akan tetapi, setiap penulis perlu memperhatikan dengan cermat penggunaan sinonim sebagai usaha membuat variasi kalimat tersebut. Sinonim yang dipilih tentunya memiliki kemiripan makna yang sangat dekat.
Keempat, kecakapan seseorang menggunakan diksi juga mempengaruhi karakter orang tersebut. Pepatah lama yang berbunyi bahasa menunjukkan bangsa memang benar adanya. Salah satu cara yang bisa digunakan seseorang untuk mengamati karakter orang lain adalah dari penggunaan bahasanya. Orang yang bisa dikatakan memiliki sopan santun tidak hanya bisa dilihat dari perilaku, tetapi juga dari bahasanya. Oleh sebab itu, pilihan kata begitu penting dalam hal ini. Kita bisa lihat dalam contoh percakapan berikut.
Percakapan 1
A : Apakah ayahmu ada di rumah?
B : Tidak ada. Dia sedang bekerja di kantor.
Percakapan 2
A : Apakah ayahmu ada di rumah?
B : Tidak ada. Beliau sedang bekerja di kantor.
Percakapan 1 dan 2 memiliki dua kata yang berbeda, yaitu dia dan beliau. Ketika B pada percakapan 2 lebih memilih kata beliau, ada rasa penghargaan atau perhormatan terhadap seseorang yang sedang dibicarakan tersebut. Terlebih lagi, orang yang dibicarakan adalah orang yang lebih tua. Pemilihan kata pada tujuan keempat ini juga berkaitan dengan eufemisme. Eufemisme digunakan ketika seseorang memilih ungkapan yang lebih halus agar tidak menyakiti orang yang mendengarnya. Ada banyak tuturan yang menyakiti hati orang, seperti: Wah, kita sudah lama tidak bertemu. Kamu terlihat makin gendut. Ungkapan ini sering kita dengar, walaupun dalam konteks guyonan untuk mencairkan suasana. Akan tetapi, pilihan kata pada tuturan tersebut, bisa saja menyakiti hati orang yang mendengarnya. Untuk menghindari kasus-kasus tersebut, seseorang akan menggunakan ungkapan-ungkapan yang lebih halus. Oleh sebab itu, kita lebih sering mendengar istilah asisten rumah tangga untuk mengganti kata pembantu, tunawicara untuk mengganti kata bisu, ekonomi rendah, ekonomi ke bawah, atau kurang mapan untuk mengganti kata miskin, dan pramusaji untuk mengganti pelayan rumah makan.
Empat tujuan yang sudah dipaparkan tersebut memberi pemahaman bahwa keahlian seseorang dalam memilih kata sangat penting ketika dia berbahasa. Tujuannya tidak hanya di dalam konteks gramatikal, tetapi juga konteks sosial dan budaya. Orang yang pandai memilih kata merupakan orang yang juga pandai membaca situasi, termasuk ketika harus membedakan kapan akan menggunakan kata secara umum dan kapan akan menggunakan istilah. Kata dan istilah adalah dua hal yang berbeda. Kata digunakan secara umum, seperti rumah, kayu, mobil, belajar, dan pintu. Berbeda dengan itu, istilah digunakan secara khusus dalam bidang tertentu. Setiap bidang ilmu memiliki istilah khusus yang digunakan oleh orang-orang yang berkecimpung di dalamnya. Setiap orang tidak akan mengerti istilah kedokteran, hukum, bahasa, pertanian, dan sebagainya. Dengan demikian, orang yang bijak memilih kata maka dia juga cakap ketika harus menggunakan kata atau istilah. Ada banyak orang yang bisa mempublikasikan tulisannya di media massa. Ada banyak artikel yang ditampilkan dari berbagai bidang ilmu. Ketika seseorang menulis atau berbicara dalam forum umum, ada baiknya istilah-istilah tersebut diganti dengan kata-kata yang lebih umum. Hal ini disebabkan para pembaca atau pendengar kita berasal dari berbagai kalangan.