Radhia Rizky
(Mahasiswa Juruan Komunikasi & Penyiaran Islam, UIN Imam Bonjol, Padang)
Pada masa dulu saat ponsel ataupun gadget belum di buat, berkomunikasi dengan orang lain sangatlah sulit. Pada masa dahulu, orang-orang jikalau ingin berjumpa pasti mengatakan melalui perantara orang lain atau pun dulu pada tahun zaman orang tua kita dahulu mengunakan telepon umum menggunakan koin, dan dulunya ada pun yang namanya Wartel (Warung Telepon), dengan menggunakan wartel, kita bisa menelpon orang yang letaknya berjauhan. Namun, ini ada batasannya. Telepon umum dahulu ada batasan untuk menelpon. Setiap bunyi “tititit” berarti masa teleponnya akan habis. Kalau masih ingin lanjut menelpon, kita harus mengisi uang atau koin untuk melanjutkannya.
Semakin berkembang zaman, teknologi pun maju hadir di Indonesia dengan nama telepon genggam. Fungsinya sama dengan telepon umum namun telepon genggam lebih bisa dibawa kemana-mana. Kita bisa menggunakannya tanpa lagi ke menunggu di telepon umum. Pada dasarnya, cara berkomunikasi sama namun cara pengisiannya berbeda. Kita harus mengisi pulsa dan telepon pun bisa bebas di mana saja dan kapan saja.
Zaman semakin berkembang dengan pesat. Teknologi pun juga menjadi maju. Hadirnya smartphone dengan menggunakan layar sentuh sebagai pengannti tombol di telepon genggam. Smartphone bisa digunakandengan banyak fungsi, antara lain pengganti telepon dan message, yaitu whatsapp. Kita bisa mengirimkan pesan kepada orang lain dengan mudah dan praktis dan juga bisa digunakan dalam keseharian-harian. Kita juga bisa video call dengan orang jauh dan bisa melihat wajah seseorang dengan mudah dan praktis.
Kita bisa melihat apa yang kita tidak bisa lakukan seperti halnya menggunakan media sosial untuk berinteraksi dengan sesama orang lain dan juga sebagai media hiburan. Smartphone juga pusat mencari ilmu pengetahuan. Dengannya, kita mudah dapat informasi tanpa ke tempat informasi atau pun ke perpustakaan. Pada tahun 2020, pemerintah menetapkan Indonesia mengalamai pandemi yang luar biasa, yaitu virus baru bernama Corona atau biasa disingkat Corona Virus Desease 2019 (Covid-19). Pada saat ini, banyak orang tidak mau berinteraksi dengan orang lain karena takut tertular Covid-19. Indonesia melakukan PSBB ( Pembatasan Sosial Berskala Besar), yaitu pembatasan diri dengan orang lain, seperti halnya memakai masker, mencuci tangan serta menjaga jarak minimal 1 Meter. Dengan melakukan PSBB, kurangnya interaksi dengan orang lain membuat interaksi tersebut melemah. Pada saat inilah, alat komunikasi sangat digunakan, yaitu pada saat melakukan pembelajaran daring (dalam jaringan) dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Kegiatan yang biasanya dilakukan oleh orang yang interaksinya lebih besar, sekarang dilakukan dengan alat komunikasi, seperti halnya di sekolah, kantor, rumah peribadatan, dan lain-lainnya.
Komunikasi sangatlah berpengaruh besar apalagi pada saat pandemi ini karena dengan komunikasi orang-orang bisa mengetahui kondisi dari sanak saudara yang jauh yang tidak dibolehkan mudik misalnya dikarenakan untuk tidak untuk membatasi penyebaran virus Covid-19. Selain itu, contohnya seperti dalam perkuliahan antara dosen dan mahasiswa. Dosen dan mahasiswa haruslah memiliki komunikasi yang baik meskipun melalui komunikasi virtual karena komunikasi virtual lebih susah untuk dipahami daripada komunikasi secara langsung. Dengan komunikasi yang baik, perkuliahan bisa berjalan dengan baik walaupun perkuliahan beralih dari kuliah tatap muka menjadi kuliah daring.
Untuk kebanyakan mahasiswa, mereka yang belum benar-benar memahami materi perkuliahan yang diajarkan saat belajar daring. Untuk bertanya pun, sangat susah karena keterbatasan jaringan atau karena kesibukan antara mahasiswa dengan dosen saat proses belajar mengajar. Komunikasi jadi kurangnya efektif karena kendala dari sudut pandang masing-masing. Komunikasi yang bermutu diperlukan dalam hal ini namun kurang disadari oleh kebanyakan orang. Kebanyakan orang hanya mengabaikannya dan berdampak buruk pada komunikasi.
Profesor komunikasi dari Universitas Alabama, Tim Levine, pernah melakukan penelitian mengenai komunikasi pada masa Covid-19. Ia mengatakan, pembatasan sosial memang merupakan upaya terbaik dalam membendung penyebaran Covid-19. Meskipun begitu, upaya tersebut dapat menimbulkan isolasi sosial yang berdampak buruk bagi kesehatan mental dan fisik dalam jangka panjang. Berkurangnya kontak dengan orang lain, membuat orang cenderung mudah curiga satu sama lain, katanya. Hal ini memicu timbulnya sikap defensif berdasarkan asumsi-asumsi yang tidak terbukti, tapi bisa menjadi self-fulfilling prophecy. Akibatnya, proses komunikasi jadi terhambat. Oleh karena itu, tantangan dalam menghadapi situasi pandemi adalah menemukan cara untuk terus-menerus meningkatkan mutu komunikasi. Dengan demikian, kualitas kerja dan hidup kita pun bisa berkembang. Diperlukan perubahan dalam komunikasi, seperti halnya dengan koneksi personal dan isa memilih berbicara seperlunya saja sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan. Namun, di sisi lain, juga harus bisa memilih untuk menyentuh emosi lawan bicara dengan pendekatan dari hati ke hati dengan bersilaturahmi. Silaturahmi tidak hanya lewat dari tangan ke tangan saja, tetapi juga dari ketikan jari ke ketikan jari, seperti halnya menghubungi keluarga, sahabat, orang terkasih ataupun halnya yang membuat tenang dan nyaman. Selain itu, kita juga bisa menelepon dan video call yang bisa menenangkan fisik maupun mental.
Untuk menetapkan komunikasi menjadi efektif, dapat dilakukan dengan mengungkapkan kepekaan atau perasaan kepada orang lain. Dalam berinteraksi, ada hal-hal kecil yang membuat kita respek kepada orang lain, misalnya perasaan yang baik dari kita kepada orang lain ataupun dari orang lain kepada kita untuk mendukung komunikasi dalam kehidupan nyata maupun dalam dunia maya.
Discussion about this post