
Oleh: Muhammad Afif
(Mahasiswa MKWK Bahasa Indonesia dan Mahasiswa Departemen Teknik Sipil Universitas Andalas)
Beberapa tahun terakhir, olahraga lari tidak hanya sekadar aktivitas fisik untuk menjaga kebugaran, di Indonesia, lari juga menjelma menjadi bagian dari gaya hidup modern. Bahkan, menjadi tren sosial yang meluas. Kini, semakin banyak orang yang memulai rutinitas dengan berlari—tidak hanya demi kesehatan, tetapi juga karena takut dianggap “ketinggalan zaman”. Dari sini muncul istilah baru FOMO Lari. FOMO (Fear of Missing Out) adalah istilah yang menggambarkan rasa takut seseorang tertinggal dari pengalaman seru yang dinikmati orang lain. FOMO lari merujuk pada orang-orang yang mulai berlari bukan karena dorongan pribadi atau kecintaan terhadap olahraga itu sendiri, melainkan karena ingin ikut tren yang sedang naik daun. Media sosial punya peran besar dalam menyebarkan fenomena ini. Tiap hari, beranda sosial media dipenuhi unggahan pelari yang memamerkan rute lari, capaian jarak, hingga medali dari even maraton Namun, kapan waktu terbaik untuk berlari? pagi atau sore?
Berlari di pagi hari sering dikaitkan dengan disiplin, semangat, dan mood booster alami. Bayangkan, saat sebagian orang masih sibuk meraih alarm untuk bangun, kita sudah menyapa udara segar, merasakan sinar matahari pagi, dan menggerakkan tubuh. Setelah tidur, cadangan energi tubuh (glikogen) biasanya lebih rendah. Kondisi ini justru bikin tubuh cenderung membakar lemak lebih banyak. Aktivitas ini cocok untuk yang sedang fokus menurunkan berat badan atau sekadar menjaga tubuh tetap fit.
Sebuah studi terbaru tahun 2025 yang dipublikasikan di Nature Scientific Reports menemukan fakta menarik: latihan pagi (sekitar jam 6–8) selama 12 minggu mampu menurunkan persentase lemak tubuh, menekan kadar kolesterol jahat, sekaligus memperbaiki pola tidur (Nature, 2025). Artinya, lari pagi itu bukan cuma soal latihan fisik, tetapi juga bisa jadi investasi buat kesehatan jangka panjang.
Selain manfaat fisik, ada sisi lain yang tidak kalah penting yaitu pengaruhnya terhadap jam biologis tubuh. Dengan rutin lari pagi, ritme tidur jadi lebih teratur. Buat mahasiswa dengan jadwal yang super padat terutama mahasiswa teknik, ini adalah strategi jitu supaya tubuh tidak gampang “jetlag”. Hasilnya, membuat tubuh kita lebih konsisten, fokus meningkat, dan produktivitas sepanjang hari lebih stabil.
Tapi tentu saja, tidak ada manfaat tanpa tantangan. Performa lari pagi hari sering terasa lebih berat dibandingkan sore atau malam. Hal itu wajar karena tubuh masih “dingin”, otot terasa kaku, dan energi belum sepenuhnya pulih. Itu sebabnya pemanasan ekstra sebelum lari pagi wajib dilakukan. Tidak usah buru-buru mulai. Dengan jalan cepat, peregangan ringan, atau skipping sebentar sebelum mulai lari dapat menurunkan risiko cedera sekaligus membuat tubuh lebih siap.
Lari pagi memang menuntut effort lebih, mulai dari melawan rasa kantuk sampai mengatur jam tidur malam sebelumnya, tetapi dibalik itu ada kepuasan tersendiri. Rasanya sudah “menang” duluan sebelum hari dimulai. Jadi, buat yang ingin hidup lebih sehat, teratur, dan produktif, lari pagi bisa jadi pilihan. yang worth it.
Berbeda dengan lari pagi, lari sore biasanya terasa lebih ringan dan nyaman. Alasannya simpel yaitu suhu tubuh sudah lebih tinggi, otot lebih lentur, dan energi penuh karena tubuh sudah mendapat asupan makanan sepanjang hari. Jadi, tubuh seakan berada di kondisi “prime time” untuk bergerak lebih cepat dan lebih lama. Hal ini juga didukung data dari Runners’ World serta ulasan dalam Journal of Sports Science yang menunjukkan bahwa daya tahan tubuh cenderung lebih baik di sore hari (Runnersworld.com, 2024). Dengan kata lain, peluang untuk push limit lebih besar entah itu menambah jarak, meningkatkan kecepatan, atau mencoba variasi latihan seperti interval. Riset terbaru yang diterbitkan oleh Nature menambahkan insight menarik yaitu latihan sore (terutama sekitar jam 6–8 malam) bisa meningkatkan fungsi vaskular. Artinya, pembuluh darah jadi lebih responsif dan sirkulasi darah lebih lancar. Kombinasi ini membuat banyak pelari menemukan performa puncaknya justru di waktu sore, ketika tubuh sedang ada di mode paling siap untuk aktivitas fisik.
Meski terdengar ideal, menjalani rutinitas lari setelah seharian kuliah terutama bagi mahasiswa jurusan teknik bukan perkara mudah. Niat ada, tetapi sering kali tenaga dan mood sudah menipis duluan. Apalagi kalau larinya terlalu malam, kadar hormon stres seperti kortisol bisa meningkat dan justru mengganggu kualitas tidur.
Ini biasa terjadi, diri ingin tetap aktif, tetapi tubuh butuh istirahat. Kuncinya ada di manajemen waktu dan konsistensi. Menyempatkan lari di sore hari, sebelum hari terlalu malam, bisa jadi solusi terbaik. Selain performa fisik yang lebih optimal, kamu juga tetap bisa tidur nyenyak di malam hari. Jangan lupa juga soal waktu makan. Pastikan ada jeda cukup antara makan malam dan waktu lari agar tubuh tidak terasa berat. Dengan persiapan yang tepat, lari sore bisa jadi momen paling produktif untuk meningkatkan stamina sekaligus jadi pelepas stres setelah seharian berjibaku dengan tugas dan praktikum.
Kalau kita bicara soal performa murni, berbagai penelitian memang cenderung menempatkan lari di sore hari sebagai waktu yang paling ideal. Alasannya? Secara biologis, tubuh sudah lebih siap karena telah aktif sepanjang hari. Suhu tubuh berada di titik optimal, otot lebih lentur, dan metabolisme bekerja lebih efisien.Selain itu, energi juga lebih stabil karena tubuh sudah mendapat asupan nutrisi sejak pagi. Ini membantu meningkatkan kapasitas aerobik dan daya tahan. Tidak heran kalau banyak pelari mencatatkan waktu terbaik mereka untuk berlari di sore hari atau menjelang malam.
Di sisi lain, lari pagi juga punya keunggulan. Selain membuat tubuh lebih segar, aktivitas ini bisa jadi mood booster alami yang memengaruhi produktivitas sepanjang hari. Banyak orang merasa lebih fokus dan semangat setelah memulai hari dengan keringat dan udara pagi. Lari pagi juga punya manfaat jangka panjang. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik di pagi hari dapat meningkatkan pembakaran lemak, dan membantu memperbaiki pola tidur, Jadi, meskipun terasa berat untuk bangun lebih awal, manfaatnya justru bisa dirasakan lebih lama dan menyeluruh.
Sebuah ulasan sistematis yang diterbitkan oleh Frontiers in Physiology pada tahun 2023 menyimpulkan satu hal penting: tidak ada waktu lari yang paling ideal untuk semua orang. Respons tubuh terhadap olahraga sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari ritme biologis alami (chronotype), gaya hidup sehari-hari, hingga tujuan individu—apakah ingin meningkatkan stamina, menurunkan berat badan, atau sekadar melepas stres.
Artinya, meskipun sains menunjukkan keunggulan tertentu di pagi atau sore hari, setiap orang tetap perlu menyesuaikan dengan kondisi tubuh dan rutinitas masing-masing. Ada yang merasa lebih bertenaga di pagi hari, tapi ada juga yang justru mencapai performa puncaknya saat matahari mulai tenggelam.
Pada akhirnya, pilihan waktu terbaik untuk lari sangat bergantung pada individu. Jika yang diutamakan adalah performa fisik maksimal, lari sore hari mungkin memberikan keuntungan lebih, tetapi jika tujuan utama adalah konsistensi, disiplin, dan manfaat jangka panjang untuk metabolisme dan pola hidup sehat, lari pagi bisa jadi pilihan yang lebih tepat. Yang terpenting adalah menemukan waktu yang bisa dijalani secara konsisten tanpa harus mengorbankan kesehatan, waktu istirahat, atau produktivitas harian. Karena dalam jangka panjang, lari yang dilakukan rutin apa pun waktunya jauh lebih bernilai daripada lari yang sempurna, tetapi jarang dilakukan.







