Jumat, 17/10/25 | 04:44 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home DESTINASI

Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

Jumat, 13/6/25 | 21:47 WIB
Bubur Kirai, makanan khas tradisional Muaro Bungo yang ada sejak zaman dahulu (Foto: Rahma Yani)
Bubur Kirai, makanan khas tradisional Muaro Bungo yang ada sejak zaman dahulu (Foto: Rahma Yani)

Jambi, Scientia.id – Mungkin sebagian orang sudah ada yang tahu dengan bubur kirai ini, tetapi dengan nama yang berbeda. Namun, mungkin juga ada yang belum mengetahuinya sama sekali. Bubur kirai memang asing didengar karena penamaan bubur kirai hanya digunakan di Kabupaten Muaro Bungo, Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas, Dusun Tanah Periuk, Provinsi Jambi.

Bubur Kirai merupakan bubur yang terbuat dari sagu. Mengapa dinamakan bubur kirai? Pembuatannya harus dimasukkan secara bertahap dengan cara dikirai atau ‘ditaburkan’. Untuk pembuatan bubur kirai, harus menggunakan sagu yang sudah menjadi tepung. Proses pembuatan untuk menjadi tepung itu masih sangat manual.

Batang sagu yang biasanya ada di rawa-rawa, harus ditebang terlebih dahulu. Setelah itu, diambil bagian isinya, lalu dihancurkan sampai halus dengan ditumbuk menggunakan lesung. Sagu yang sudah halus diremas dan disaring sampai mengeluarkan air, dan sagu dibiarkan mengendap. Endapan sagu tersebut ditunggu sekitar satu jam, sedangkan air bekas rendaman sagu dibuang.

Setelah sagu diendapkan, sagu dikeringkan dengan cara dijemur di bawah terik matahari. Untuk waktu pengeringan tergantung cuaca. Sagu harus dipastikan benar-benar kering dan menjadi tepung. Setelah sagu kering, biasanya orang tua saya memasukkan tepung sagu ke dalam toples. Jika penyimpanan sagu bagus, tepung sagu bisa bertahan sampai belasan tahun.

BACAJUGA

Suasana jelang pembukaan festival juadah di Toboh Gadang Barat, Padang Pariaman. Sabtu, (10/05/2025)

Persiapan Meriah Sambut Pembukaan Festival Juadah di Pasar Cubadak Nagari Toboh Gadang Barat

Sabtu, 10/5/25 | 15:08 WIB

Untuk membuat bubur kirai, selain sagu yang sudah menjadi tepung ini, diperlukan santan, gula pasir, garam, dan gula merah (secukupnya), serta daun pandan beberapa lembar. Setelah bahan tersedia, pertama-tama masukkan santan terlebih dahulu ke dalam panci yang sudah diletakkan di atas kompor. Lalu, masukkan gula pasir, garam, gula merah, serta daun pandan.

Bahan tersebut diaduk perlahan sampai mendidih, lalu masukkan sagu secara bertahap dengan cara dikirai atau ditaburkan. Setelah itu, tunggu sampai matang, bubur kirai siap disajikan.

Selain sagu bisa diolah menjadi bubur Kirai, sagu ini amat bermanfaat untuk memperbaiki masalah pencernaan, seperti sembelit, perut kembung, dan asam lambung. Tidak hanya itu, sagu juga dapat meningkatkan produksi enzim pencernaan yang mendukung keseimbangan bakteri baik di usus.

Dikarenakan kami sekeluarga sangat menyukai bubur kirai, dan terlebih orang tua saya memiliki batang sagu sendiri dan dapat mengolahnya, amat sering kami membuat bubur kirai ini. Entah itu hari-hari biasa, waktu puasa, bahkan Lebaran pun, kami sering membuat dan menyantap bubur kirai.

Bubur ini sangat nikmat seperti sedang menyantap air sarang burung. Mengapa sarang burung? Karena ketika air sarang burung dituangkan ke gelas, ia seperti isian air saja, tapi kalau diminum akan terasa jelly-jelly yang terdapat di dalam airnya. Begitupun dengan bubur kirai, walaupun terlihat seperti bubur yang hanya ada bercak-bercak sagu yang dikirai, tapi ketika dimakan akan terasa sagunya.

Walaupun memasak bubur merupakan hal yang biasa, tetapi memasak bubur kirai itu sesungguhnya berbeda. Ketika memasak bubur kirai, saya melihat keharmonisan dan kekompakan orang tua saya. Ibu berperan mengaduk bubur, sedangkan ayah mendapat bagian menaburkan sagu secara bertahap. Begitu kedua orang tua saya berbagi peran setiap memasak bubur kirai. Sesekali saya dan juga kakak diajarkan untuk memasak bubur kirai agar kelak ketika kami sudah berumah tangga, bisa juga memasak dengan pasangan masing-masing.

Salah satu lokasi wisata di Muaro Bungo, Jambi (Foto: Ist)
Salah satu lokasi wisata di Muaro Bungo, Jambi (Foto: Ist)

Bubur kirai memang harus dimasak dengan bekerja sama antara dua orang. Jika dimasak sendiri, sagunya akan menumpuk, matangnya akan lama, dan tentu rasanya tidak seenak dimasak berdua. Selain bubur menjadi enak, saya dan kakak memiliki kenangan. Kami melihat kedua orang tua memasak bubur kirai sambil bersenda gurau. Sungguh romantis.

Namun, siapa sangka, bubur kirai memang sudah ada sejak zaman dulu, sejak orang-orang dulu pergi ke sawah untuk memanen padi. Mereka bergotong-royong atau palaghin dalam bahasa Tanah Periuk. Palaghin bukanlah gotong royong biasa, tetapi gotong royong yang dilakukan secara bergiliran untuk apa mengelola padi dari awal sampai panen tiba. Jika hari ini masyarakat bergotong-royong ke sawah Si A, besoknya mereka akan bergotong-royong ke sawah Si B, dan dilakukan sampai semua sawah masyarakat berhasil dipanen.

Baca Juga: Menjaga Identitas Kuliner Minang Tanpa Merusak Keberagaman Budaya

Nah, pada masa dahulu, bekal yang mereka bawa tidak hanya nasi dan lauk saja, tetapi kadang-kadang juga membawa bubur kirai sebagai makanan tambahan. Dengan demikian, dapat dilihat sejarahnya, sejak zaman dulu sampai sekarang, bubur kirai sudah menjadi makanan pelengkap dari menu-menu utama makanan di rumah. Kini bubur kirai menjadi makanan khas tradisional masyarakat Jambi, khususnya di Kabupaten Muaro Bungo.

Penulis:

Rahma Yani
(Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Undhari)

Tags: Bubur KiraiJambikuliner tradisional
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Gubernur Mahyeldi Apresiasi Yozawardi, Pejabat Sekda Kerja Senyap Tapi Berdampak

Berita Sesudah

Komisi IV DPRD Bengkulu Kunker ke DPRD Sumbar

Berita Terkait

Kota Kuno Berusia 4.000 Tahun Ditemukan di Tengah Gurun Arab Saudi

Kota Kuno Berusia 4.000 Tahun Ditemukan di Tengah Gurun Arab Saudi

Sabtu, 11/10/25 | 06:03 WIB

Jakarta, Scientia.id - Para arkeolog dari Prancis dan Arab Saudi menemukan sisa-sisa kota kuno berusia sekitar 4.000 tahun di barat...

Jejak Asteroid Purba di Dasar Laut Utara Akhirnya Terungkap

Jejak Asteroid Purba di Dasar Laut Utara Akhirnya Terungkap

Kamis, 02/10/25 | 09:26 WIB

Jakarta, Scientia.id - Selama lebih dari 20 tahun, Kawah Silverpit di dasar Laut Utara menjadi perdebatan sengit para ilmuwan. Ada...

Pedang Diduga Milik Firaun Berusia 3.000 Tahun Ditemukan

Pedang Diduga Milik Firaun Berusia 3.000 Tahun Ditemukan

Sabtu, 13/9/25 | 17:09 WIB

Jakarta, Scientia.id - Jejak kekuasaan Ramses II kembali terungkap. Para arkeolog Mesir baru-baru ini menemukan pedang diduga milik Firaun legendaris...

Lele Raksasa (Foto: Ist)

Pria ini Taklukan Lele Raksasa Ukurannya Nyaris Tiga Meter

Senin, 18/8/25 | 06:10 WIB

Lele Raksasa (Foto: Ist) Jakarta, Scientia.id - Seorang pemancing asal Republik Ceko kembali mengukir prestasi luar biasa di dunia perikanan....

Misteri Gunung Padang: Diduga Lebih Tua dari Piramida Giza

Misteri Gunung Padang: Diduga Lebih Tua dari Piramida Giza

Senin, 11/8/25 | 09:57 WIB

Jakarta, Scientia.id - Situs prasejarah Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, kembali jadi sorotan setelah tim kajian menduga usianya...

Cap d’Agde: Desa Wajib Tanpa Busana di Prancis yang Ramai Dikunjungi Naturis

Cap d’Agde: Desa Wajib Tanpa Busana di Prancis yang Ramai Dikunjungi Naturis

Jumat, 08/8/25 | 06:12 WIB

Scientia.id - Terletak di selatan Prancis, Cap d’Agde dikenal sebagai desa naturis terbesar di dunia. Destinasi ini mewajibkan semua pengunjung...

Berita Sesudah
Komisi IV DPRD Bengkulu Kunker ke DPRD Sumbar

Komisi IV DPRD Bengkulu Kunker ke DPRD Sumbar

POPULER

  • Afrina Hanum

    Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Seminar Ekonomi UNP Dorong Mahasiswa Jadi Penggerak Ekonomi Berkelanjutan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Job Fair 2025 UNP Hadirkan Puluhan Perusahaan Ternama, Buka Peluang Karier bagi Lulusan Muda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Se Indonesia, seIndonesia, atau se-Indonesia?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pemkab Solok Hentikan Sementara Kegiatan Wisata Glamping Lakeside Alahan Panjang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024