Lebaran Idulfitri identik dengan kegiatan berkunjung ke rumah keluarga dan karib kerabat. Pada kunjungan ini, kita akan bersalaman untuk saling memaafkan dan bercerita untuk berkabar tentang kehidupan yang dijalani selama beberapa bulan terakhir. Kunjungan ini memperkuat tali persaudaraan.
Dalam bahasa Indonesia, ada yang menyebut aktivitas tersebut dengan istilah silaturahim dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah silaturahmi. Kehadiran kedua kata ini tentu memberi pertanyaan kepada kita, manakah yang benar? Menarik kali ini kita membahas istilah silaturahim dan silaturahmi, apalagi saat ini kita masih merayakan Idulfitri.
Kata silaturahim dan silaturahmi merupakan kosakata yang berasal dari bahasa Arab. Kata ini berasal dari صلة الرحم yang terdiri dari shilah/shilat dan al-rahim. Shilah/shilat bermakna ‘menyambung atau menjalin atau menghubungkan’, sedangkan al-rahim atau al-rahmi berasal dari satu akar yang sama, yaitu rahima-yarhamu. Akar kata ini menghasilkan dua bentuk yang berbeda dan mempunyai arti yang berbeda pula.
Pertama, Mu’jam Lughatif Fuqaha atau orang yang memahami aturan Islam menjelaskan bahwa al-rahim merujuk pada rahim wanita atau tempat janin berkembang dan terlindungi (dalam perut wanita). Istilah al-rahim digunakan untuk menyebutkan karib-kerabat karena berasal dari satu rahim.
Kedua, rahmi berasal dari ar-rahhm yang memiliki arti kasih sayang. Silaturahmi merujuk pada kasih sayang kepada sesama. Dalam arti yang lebih luas, bisa kepada teman, sahabat, atau orang-orang yang tidak memiliki hubungan pertalian darah. Oleh karena itu, sebagian ahli ada yang menjelaskan bahwa kata silaturahim dipakai untuk menjalin hubungan erat antara saudara setali darah, sedangkan silaturahmi dipakai untuk menjalin hubungan kasih sayang dengan orang-orang yang tidak bertali darah.
Sementara itu, Majelis Tarjih Muhammadiyah menyatakan bahwa kedua kata tersebut tepat dipakai dalam konteks menjalin hubungan dan kasih sayang antara keluarga, kerabat, hingga teman dan sahabat. Hal yang membedakan kedua kata ini adalah konteksnya. Dalam konteks bahasa Arab, kata yang dipakai adalah silaturahim karena sejumlah hadis menggunakan kata rahim untuk menjelaskan hubungan kekerabatan, sebagaimana tercantum dalam hadis berikut.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Aku adalah ar-Rahman ar-Rahim. Sungguh Aku pecahkan dari nama-Ku untuk rahim (kekerabatan), maka barangsiapa menyambungnya niscaya Aku menyambung orang itu, dan barangsiapa memutuskannya pasti Aku memutuskan orang itu.” (HR al-Haitsami)
Sementara itu, dalam konteks bahasa Indonesia, kata silaturahim diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi silaturahmi. Proses penyerapan dari bahasa asing ini menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dalam bahasa Indonesia, yakni dari silaturahim menjadi silaturahmi. Proses penyerapan menyebabkan terjadinya metatesis atau perubahan letak huruf, bunyi, atau suku kata dalam kata (Kridalaksana, 1984). Proses ini juga terjadi pada kata serapan lain dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, seperti almari menjadi lemari dan الأَرْبِعَاءُ Arbi’aai menjadi Rabu.
Dalam kamus-kamus bahasa Indonesia, kata silaturahim dan silaturahmi merupakan kosakata yang sama sebagaimana tercantum dalam Logat Ketjil Bahasa Indonesia (1951) yang disusun oleh W. J. S. Poerwardaminta. Dalam kamus ini, kedua kata tersebut tercantum sebagai kosakata bahasa Indonesia. Kata silaturrahim merupakan kata yang bermakna ‘tali persahabatan’ dan silaturrahmi merupakan kata yang bermakna ‘persahabatan’. Artinya, kedua kata ini dipakai oleh masyarakat untuk menjelaskan hubungan kekerabatan atau hubungan persahabatan pada masa itu.
W.J.S. Poerwadarminta mengeksplisitkan kosakata tersebut dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952) dengan contoh. Kata silaturrahimmerupakan kata yang berasal dari bahasa Arab (A) yang bermakna ‘tali silaturrahim atau tali persahabatan (=tali persaudaraan); perhubungan persahabatan (persaudaraan)’. Penggunaan kata tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
(1) memutuskan silaturrahim
(2) mengikat silaturrahim kembali
Kata silaturrahmi juga merupakan kosakata bahasa Arab (A) yang bermakna ‘persahabatan’. Penggunaan kata tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
(3) malam silaturahmi
(4) pertemuan silaturahmi
Jika ditelusuri penggunaan kata yang dikemukakan W. J. S. Poerwadarminta tersebut, tampak bahwa kata silaturahim merujuk pada merekatkan hubungan yang terjalin karena pertalian darah, sedangkan kata silaturahmi merujuk pada merekatkan hubungan yang terjali karena pertemanan atau persahabatan atau hubungan tidak bertali darah.
Sementara itu, E. St. Harahap dalam Kamus Indonesia Ketjik (1954) tidak membedakan kedua kata tersebut. E. St. Harahap menggunakan kata yang berasal dari bahasa Arab, yakni silaturrahim yang bermakna ‘persahabatan, pernisbahan’. Pernisbahan berasal dari kata nisbah yang bermakna ‘turunan, asal, peranakan, terutama dari pihak bapa; peranak saudaraan’. E. St. Harahap mendeskripsikan bahwa pada masa tersebut kata yang dipakai adalah silaturrahim untuk merekatkan hubungan yang terjadi karena pertalian darah.
Dalam perkembangannya, masyarakat Indonesia menggunakan kata ini menjadi bervariasi antara silaturahim dan silaturahmi. Kedua kata ini dipakai secara bersaing. Oleh karena itu, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia mengambil kebijakan dengan menetapkan salah satu bentuk menjadi bentuk baku. Hal ini tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi I (1988) yang menetapkan kata silaturahmi menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia yang bermakna ‘persahabatan (persaudaraan)’. Jika kita mencari kata silaturahim, akan terdapat tanda panah menuju kata silaturahmi yang berarti bahwa kata silaturahim merupakan kata tidak baku.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia juga menetapkan kebijakan baru bahwa kata yang benar adalah silaturahmi, bukan silaturrahmi. Salah satu huruf r pada kata tersebut dihilangkan karena berkaitan dengan tata bentuk kata dan ejaan bahasa Indonesia yang tidak memiliki huruf ganda dalam sebuah kata.
Karena kata silaturahmi dipakai secara berkesinambungan, pengguna bahasa Indonesia melahirkan kosakata baru dari kata ini dengan menghadirkan bentuk turunan berupa kata berimbuhan bersilaturahmi. Kata ini muncul pada KBBI Edisi II sebagai kata kerja yang bermakna ‘mengikat tali persahabatan (persaudaraan)’. Penggunaan kata ini dapat dilihat pada kalimat berikut.
(5) Mereka bersilaturahmi ke rumah sanak saudaranya.
Makna kata tersebut menjelaskan bahwa tidak dibedakan hubungan yang terjalin antara keluarga, kerabat, teman, dan sahabat. Hubungan yang terjalin disebut sebagai silaturahmi. Makna ini dapat menjadi peluang kehadiran kata baru pada masa yang akan datang. Orang-orang yang melakukan silaturahmi dapat disebut sebagai penyilaturahmi dan tindakan silaturahmi tersebut dapat disebut sebagai menyilaturahmi. Dalam perencanaan bahasa, kehadiran kata tersebut dapat dilihat pada bentuk berikut.
(6) Penyilaturahmi sudah mulai berdatangan ke rumah walikota.
(7) Dia sudah menyilaturahmi.
Kalimat tersebut hanya sebuah prediksi berdasarkan penggunaan kata yang sudah ada, seperti pada kata pengunjung dan mengunjungi. Kata penyilaturahmi memiliki kemungkinan tinggi hadir sebagai kata baru dibandingkan kata menyilaturahmi. Pada hari ini, banyak orang bersilaturahmi ke rumah tokoh publik, padahal mereka tidak saling mengenal. Silaturahmi yang dilakukan bertujuan untuk mengenal lebih dekat tokoh publik, serta sebaliknya tokoh publik mengenal lebih dekat orang-orang yang mengaguminya.
Sementara itu, kata menyilaturahmi memiliki kemungkinan lebih kecil hadir sebagai kata baru karena penggunaan kata ini sangat bersaing dengan kata bersilaturahmi. Kita dapat melihatnya pada bentuk berikut.
(7) Dia sudah menyilaturahmi.
(8) Dia sudah bersilaturahmi.
Kata bersilaturahmi dianggap paling lazim saat ini sehingga kata menyilaturahmi memiliki kemungkinan kecil muncul sebagai kata baru. Meskipun demikian, pada masa-masa yang akan datang, kreativitas masyarakat di media sosial bisa saja menyebabkan munculnya turunan tersebut. Bahasa memang terus berkembang berdasarkan kreativitas dan kesepakatan masyarakat.
Discussion about this post