Oleh: Riza Andesca Putra
(Dosen Departemen Pembangunan dan Bisnis Peternakan Unand dan Mahasiswa Program Doktor Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan UGM)
Kelompok merupakan buah dari interaksi sosial dalam masyarakat. Ciri utama interaksi sosial adalah terdiri dari dua atau lebih individu yang saling berhubungan. Dengan begitu selain terdapatnya dinamika, keberadaan fenomena perilaku dalam sebuah kelompok juga menjadi sebuah keniscayaan.
Fenomena dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah (seperti fenomena alam). Dalam perspektif sosial, fenomena dimaknai sebagai realita sosial dalam kehidupan masyarakat yang dilakukan lantaran adanya bentuk-bentuk perubahan sosial yang diakibatkan oleh tindakan masyarakat itu sendiri.
Banyak fenomena yang mungkin bisa terjadi dan itu tergantung dengan karakter dan jenis kelompok yang ada. Fenomena-fenomena tersebut dapat berdampak positif jika dikelola dengan baik. Namun, fenomen itu akan mengganggu keberlangsungan kelompok kalau tidak tepat menghadapinya. Denis D. Umstot dalam bukunya yang berjudul “Group Dynamics: Individuals Working Together”, menjelaskan beberapa fenomena yang ada dalam kelompok. Berikut ini ditampilkan yang ditambahkan dengan fenomena lain yang penulis temukan di dalam kelompok.
Pertama, Social loafing. Social loafing merupakan istilah untuk menggambarkan situasi di mana kinerja kelompok tidak lebih baik dari pada kinerja seorang individu. Dengan kata lain, semakin banyak individu yang terlibat dalam sebuah pekerjaan di kelompok belum tentu otomatis meningkatkan kinerja kelompok tersebut. Ketika seseorang percaya bahwa ia melakukan pekerjaan yang sama dengan orang lain, ia cenderung tidak memberikan performa yang maksimal. Social loafing muncul salah satunya karena kinerja individu sering tidak diakui atau tidak mendapat apresiasi yang cukup atau malah salah apresiasi. Berlaku juga sebaliknya ketika terdapat individu sering disalahkan ketika suatu masalah terjadi. Selain itu, pada situasi ini terkadang muncul perasaan bahwa terdapat orang lain yang akan menyelesaikan sebuah pekerjaan tersebut sehingga menunda atau tidak mengerjakan sama sekali. Social loafing disebut oleh para ilmuwan sebagai penyakit sosial yang dapat berakibat negatif baik terhadap individu, kelompok, maupun masyarakat secara umum.
Kedua, Schmoozing. Schmoozing memiliki arti ‘mengobrol’ dan/atau ‘bercanda’. Istilah ini merujuk pada kegiatan informal yang dilakukan anggota kelompok untuk bersosialisasi antara satu dan lainnya. Schmoozing dapat mengurangi efektivitas anggota dalam melakukan kegiatannya untuk kelompok dan dapat menurunkan kinerja kelompok secara keseluruhan. Namun, schmoozing tidak dapat dihindari karena bersosialisasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang juga dapat berguna untuk mengurangi kepenatan bagi pelakunya.
Ketiga, Reality shock. Reality shock merupakan situasi di mana seseorang menemukan kondisi di dalam kelompok tidak sesuai atau jauh dari ekspektasi sebelumnya. Hal ini biasanya dialami oleh anggota baru, atau pada kelompok baru terbentuk. Penyebabnya bisa terdiri dari berbagai hal. Namun, secara umum proses sosialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Si anggota baru tidak mendapatkan informasi yang lengkap, valid, dan realistis terkait kelompok. Dalam mengahadapi situasi ini, setiap individu memiliki respon yang berbeda. Sebagian besar mengalami kekecewaan dan biasanya berefek langsung terhadap kontribusinya dalam kelompok.
Keempat, Blocking man. Blocking man merupakan istilah yang digunakan untuk individu yang melakukan aktivitas mengganggu atau mengacau kelompok dalam mencapai tujuan. Aktivitas tersebut misalnya sebagai dominator, di mana dia akan mencoba untuk mengontrol kelompok dengan menegaskan otoritas atau dengan tampil superior. Seolah-olah apa yang dikatakan dan dilakukannya adalah yang paling benar dengan mengecilkan yang lain. Aktivitas mengacau lainnya dapat berupa pemblokir, dimana dia akan menentang kelompok dengan cara keras kepala yang di luar nalar sehingga seringkali karena alasan yang berorientasi pribadi menjadi dorongan utama. Peran pemblokir biasanya juga menggunakan agenda tersembunyi. Selanjutnya, terdapat aktivitas sebagai agresor yang menggunakan taktik perawat untuk mengungkapkan ketidaksetujuan atas orang lain, seperti aktivitas menyerang individu kelompok atau, bahkan masalah bercanda dengan cara yang sarkastik atau mencoba mengambil pujian atas kontribusi orang lain. Individu yang melakukan aktivitas blocking man tidak berbagi tujuan kelompok dengan yang lain dan tidak benar-benar terlibat dalam beberapa kegiatan kelompok. Biasanya individu dengan peran pengganggu ini bersikap sinis, acuh tak acuh, menarik diri dari kelompok, dan memiliki humor yang tidak relevan.
Kelima, Exaggerated Motto. Exaggerated Motto merupakan istilah untuk menggambarkan penggunaan slogan, moto atau tujuan kelompok yang terlalu berlebihan, misalnya slogan salah satu kelompok mahasiswa “satu rasa satu jiwa, berjuang tanpa batas”. Slogan pendukung Persib Bandung “Jabat Erat Tangan Kami, PERSIB Ataoe Mati!”. Penggunaan slogan atau motto yang dalam akal sehat hampir tidak mungkin untuk diwujudkan tersebut malah dapat merusak kelompok. Individu-individu yang realistis di dalam kelompok akan mengkaji kesesuaiannya dengan realita. Ini akan memunculkan demotivasi dan kehampaan nilai-nilai sehingga pencapaian tujuan kelompok tidak akan maksimal.
Dengan memahami fenomena-fenomena yang ada dalam kelompok, dapat membantu kita dalam mengelola kelompok yang efektif. Sosial loafing dapat diantisipasi dengan menetapkan jumlah orang yang tepat pada sebuah pekerjaan dalam kelompok. Paradigma umum bahwa lebih banyak akan lebih kuat tidak bisa digunakan pada setiap jenis pekerjaan.
Schmoozing difasilatasi dengan layak. Memberikan kesempatan kepada anggota untuk melakukan schmoozing dan memasukkannya ke dalam sistem aturan kelompok dapat menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan anggota melepas kejenuhan dengan bercengkrama dengan sesamanya. Selain itu, kesempatan ber-schmoozing dengan pola dan porsi yang tepat juga dapat mempertahankan bahkan meningkatkan performa kelompok.
Reality shock ditangkal dengan melaksanakan sosialisasi kepada anggota dengan benar. Informasi yang diberikan apa adanya, valid dan realistis. Karena dengan berkelompok, individu-individu akan bersatu membentuk entitas baru untuk mencapai tujuan bersama.
Blocking man dikelola dengan aturan yang tepat dan indikator kinerja yang jelas. Selain itu, manajemen juga dituntut untuk tangguh dan berkomitmen dalam menegakkannya. Anggota yang melanggar diberikan sanksi yang tepat. Dengan demikian peran sebagai dominator, pemblokir dan agresor dalam kelompok tidak akan berkembang.
Exaggerated Motto dapat dihindari dengan menerapkan slogan, motto, dan tujuan kelompok yang objektif dan masuk akal. Anggota kelompok memang mesti disemangati, tetapi tidak perlu dilakukan secara berlebihan.
*Artikel ini merupakan bagian ketiga dari beberapa bagian lainnya tentang Sukses Mengelola Kelompok.
Discussion about this post