
Oleh: Muhammad Zakwan Rizaldi
(Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas dan Anggota UKMF Labor Penulisan Kreatif)
Karya sastra merupakan tulisan kreatif manusia yang bersifat menghibur dan mendidik. Pada aspek menghibur, karya sastra dapat menimbulkan perasaan emosional bagi pembaca. Di sisi lain, karya sastra juga menjadi media bagi penulis untuk menyampaikan amanat kepada pembaca. Amanat itu diharapkan dapat bermanfaat di kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono.
Sapardi Djoko Damono adalah salah satu penyair Indonesia yang namanya besar karena puisi-puisinya yang menarik. Salah satunya puisi Sapardi Djoko Damono adalah puisi-puisi yang ditulis dengan imajinasi yang luas dan memadukan antara pikiran, perasaan, dan emosi (Isnaini, 2020). Salah satu puisi Sapardi yang menarik untuk dibahas adalah puisi “Layang-Layang.” Puisi ini memiliki nilai imaji yang luas dan memiliki pemaknaan yang unik sehingga sangat cocok untuk dianalisis untuk menggunakan teori semiotika (Pirmansyah, P., Anjani, C., & Firmansyah, D, 2018).
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistem lambing, dan proses-proses perlambangannya (Nasution, 2014). Ilmu semiotika mengkaji bagaimana suatu objek melambangkan sesuatu atau memiliki maksud tertentu yang berbeda dari makna aslinya. Puisi “Layang-Layang” karya Sapardi sangat cocok untuk dianalisis menggunakan teori ini.
Layang-layang barulah layang-layang jika ada angin
memainkannya. Sementara terikat pada benang panjang,
ia tak boleh diam — menggeleng ke kiri ke kanan, menukik,
menyambar, atau menghindar dari layang-layang lain.
Bait pertama menggambarkan layang-layang bisa dikatakan layang-layang jika terkena angin. Ia tidak boleh diam dan harus menggeleng ke kiri, ke kanan, menukik, menyambar, atau menghindari layang-layang lain. Bait ini memiliki makna bahwa seseorang yang sukses dalam hidupnya jika bisa menggapai impian dan cita-citanya. Namun, dalam proses mendapatkannya haruslah dengan niat yang sungguh-sungguh. Terkadang, kita harus menghindari bahkan menghadapi berbagai halangan dan tantangan yang muncul. Kebanyakan orang kesulitan dan bahkan gagal karena itu diperlukan niat dan usaha yang sungguh-sungguh untuk bisa mencapai impian dan cita-cita.
Sejak membuatnya dari kertas tipis dan potongan bambu,
anak-anak itu telah menjanjikan pertemuannya dengan
angin.
“Kita akan panggil angin Barat, bukan badai atau petir.
Kita akan minta kambing mengembik, kuda meringkik,
Bait kedua menggambarkan layang-layang yang dibuat oleh anak-anak dari bahan yang sederhana, yaitu kertas tipis dan potongan bambu. Mereka berjanji untuk bertemu dengan angin barat yang dihasilkan dari kambing yang mengembik dan kuda yang meringkik dengan harapan agar layang-layang yang mereka buat bisa terbang. Bait ini memiliki makna bahwa siapa pun bisa menggapai impian yang besar, bahkan dari keluarga yang sederhana. Faktor ekonomi tidak menghalangi kita untuk menggapai impian besar tersebut. Jika diikuti dengan niat dan usaha yang sungguh-sungguh dan berdoa kepada Tuhan,
dan sapi melenguh agar angin meniupkan gerak-gerikmu,
mengatur tegang-kendurnya benang itu.” Sejak itu
ia tak habis-habisnya mengagumi angin,
terutama ketika siang melandai
dan aroma sore tercium di atas kota kecil itu.
Bait ketiga menggambarkan sapi yang membantu layang-layang agar tetap terbang tinggi sehingga membuat anak-anak kagum. Dalam proses menggapai impian dan cita-cita, terkadang datang dukungan dari orang-orang sekitar, bahkan orang yang tidak dikenal untuk menyemangati. Oleh karena itu, tidak ada gunanya takut dalam mencapai impian. Kegagalan merupakan hal yang wajar dan bertujuan untuk memberi kita pelajaran. Kegagalan bukan akhir dari segalanya. Akan ada orang-orang yang selalu ada di sisi kita, tidak peduli seberapa banyak kita gagal. Teruslah berusaha untuk bersungguh-sungguh dalam mengejar impian.
Dari angkasa disaksikannya kelak-kelok anak sungai,
pohon-pohon jambu, asam jawa, bunga sepatu, lamtara,
gang-gang kecil, orang-orang menimba di sumur tua,
dan satu-dua sepeda melintas di jalan raya.
Bait keempat menggambarkan perjalanan layang-layang di angkasa. Terlihat pemandangan yang indah seperti kelok-kelok anak sungai, pohon-pohon jambu,orang yang sedang menimba sumur tua, dan beberapa sepeda yang melintasi jalan raya. Bait ini menggambarkan bahwa dalam perjalanan mengejar cita-cita dan impian, kita menjumpai berbagai hal-hal yang mendukung dan menghambat perjalanan. Meskipun begitu, jika dihadapi dengan pikiran yang positif. Kita menjadi pribadi yang lebih tangguh dan lebih siap dalam menghadapi berbagai rintangan yang akan datang. Pikiran yang positif diperlukan dalam menghadapi segala hal yang yang dihadapi dalam hidup.
Ia suka gemas pada angin. Ia telah menghayati sentuhan,
terpaan, dan bantingannya;
mungkin itu tanda bahwa ia telah mencintainya.
Ia barulah layang-layang
Jika melayang, meski tak berhak membayangkan wajah angin.
Pada bait terakhir, layang-layang digambarkan mencintai angin meskipun diterpa dan dibanting oleh angin. Bait ini menggambarkan bahwa dalam usaha kita mencapai Impian, kita perlu menghargai hal yang kita kerjakan meskipun pekerjaan kadang membuat stres, lelah, dan kesal. Pekerjaan yang dilakukan dengan terpaksa hanya akan sia-sia.
Dari analisis pada puisi “Layang-Layang”, dapat dilihat bahwa layang-layang melambangkan orang yang sedang mengejar impian dan cita-cita, sedangkan angin melambangkan usaha dan proses seseorang menggapai impian dan cita-cita. Saat bermain, layang-layang tidak selalu terbang dengan lurus. Terkadang, layang-layang terombang-ambing oleh angin. Kalau tidak hati-hati, ia akan terlepas. menghadapi berbagai rintangan dan cobaan. Oleh sebab itu, diperlukan niat dan motivasi sungguh-sungguh dalam menggapainya.
Puisi “Layang-Layang” karya Sapardi Djoko Damono memiliki pesan yang mendalam bagi kita yang sedang berproses dalam menggapai impian dan cita-cita. Puisi ini menjadi motivasi untuk bersungguh-sungguh, tidak peduli seberapa besar cobaan dan rintangan yang dihadapi dalam hidup.









