
Alahan Panjang, SCIENTIA – Integrasi electrifying agriculture yang digagas PT PLN (Persero) dinilai potensial mendongkrak akselerasi pertanian. Cara ini bahkan diklaim bisa mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida hingga 50%, sehingga mampu menekan biaya produksi yang selama ini mencekik petani di Tanah Air.
Penerapan gaya hidup bertani modern ini memberikan secercah harapan mambangkiak batang tarandam sebab berefek positif bagi ekonomi masyarakat sebagai pondasi kemandirian ekonomi nasional. Hal ini sejalan dengan Asta Cita pemerintahan Prabowo-Gibran yang tak hanya menguatkan ketahanan energi yang andal, tapi juga gerak cepat swasembada pangan untuk kemandirian bangsa.
Menjelang malam pada Jumat (26/8), sekira pukul 18.15 WIB di Jorong Usak, Nagari (desa) Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar), Amri Ismail meniti pematang berkabut untuk memeriksa puluhan lampu kapasitas 6 watt yang menyala di ladang bawang merah miliknya. Lampu Light Emiting Diode (LED) itu dipasang melalui program PT PLN Unit Induk Distribusi (UID) Sumbar yakni memanfaatkan teknologi perangkap hama elektrik (light trap) untuk mencegah serangga dan hama lainnya.
“Kalau tidak dikasih lampu serangganya sangat banyak, serangga inilah cikal-bakal menjadi ulat, menempel di daun bawang dan beranak-pinak, daun bawang dimakan sehingga petani gagal panen,” kata Ketua Kelompok Tani Muaro Danau Diateh, Amri sambil menyusuri hamparan ladang miliknya petang itu.
Kendati cuaca dingin mulai menerpa tubuh, Amri begitu biasa ia disapa itu tetap memeriksa ladang bawangnya demi produksi yang lebih baik. Tak hanya lampu-lampu kecil yang bergelantungan, ia juga memeriksa sprinkler system agar tetap berfungsi dan airnya memancar sempurna. Pasalnya, teknik sprinkler air ini sangat cocok untuk pertanian musim kemarau atau dataran tinggi berkabut.
“Menjelang malam atau pagi-pagi sebelum matahari terbit saya siram bawangnya dengan mengaktifkan sprinkler, sebab kabut salah satu musuh besar petani di dataran tinggi. Sistem ini juga menghalau jamur agar tidak tumbuh,” ujarnya.
Dari pengakuannya, kelompoknya sangat terbantu dengan adanya program electrifying agriculture yang disuguhkan PT PLN ini terutama untuk menekan biaya produksi menggunakan pestisida. Pasalnya, penggunaan racun pestisida merupakan biaya paling mahal bagi petani Alahan Panjang yang dikenal sebagai produsen kedua bawang merah di Indonesia ini.
Keandalan hasil produksi penggunaan elektrifikasi pertanian yang digagas PT PLN ini juga dinilai lebih sehat dikonsumsi serta ramah lingkungan. Betapa tidak, dengan sistem ini semakin berkurangnya pemakaian zat kimia yang bisa berakibat fatal bagi kesehatan petani dan bagi kemurnian produksi bawang merah yang dihasilkan.
“Jadi terbantu sekali, dari segi penurunan belanja untuk pestisida saja sudah membantu saya. Sebelumnya bisa keluar duit puluhan juta membeli pestisida untuk menyemprot per hektarnya,” tutur Ketua Asosiasi Bawang Merah Kabupaten Solok tersebut.
Dari penjelasannya diketahui, program electrifying agriculture ini ia hanya mengeluarkan uang Rp8 juta dan dibantu PLN UID Sumbar sebesar Rp10 juta, sehingga total modal keseluruhannya hanya berkisar Rp20 juta. Sementara untuk penggunaannya bisa berkelanjutan asalkan dipelihara dengan baik dan tepat.
“Untuk electrifying agriculture ini modalnya hanya satu kali tapi bisa dipakai lama, perawatan paling ganti bola lampu, kalau bayar token hanya Rp50 ribu per bulan. Sedangkan dengan pestisida kita bisa habis Rp90 juta per hektarnya setiap musim tanam,” ungkapnya.
Selain bola lampu 6 watt, Amri juga memakai satu lampu sorot 35 watt yang dihidupkan setiap malamnya untuk membantu percepatan masa panen dengan produksi maksimal. Ia menyebut, sekali panen bisa menghasilkan 13-15 ton per hektar bawang merah. Hasil panen disuplai ke Jambi, Riau hingga Aceh bahkan pernah ke Jawa Timur.
“Petani lain gagal panen di musim kemarau karena hama, sementara kami bisa produksi di atas rata-rata. Makanya kita juga mengajak semua petani, terutama yang di daerah Solok untuk menerapkan electrifying agriculture yang ramah lingkungan ini, juga lebih sehat dikonsumsi,” tegasnya.
Integrasi yang dilakukan PLN ini tentu didukung Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk memperkuat kemandirian petani melalui inovasi berbasis teknologi dan modern. Terlebih lagi 57% masyarakat di Sumbar menggantungkan hidup di sektor pertanian, dan khusus luas lahan pertanian bawang mencapai 5.000 hektar lebih.
“Sektor pertanian menyumbangkan 22 persen PDRB kita, kita sejalan dengan pemerintah pusat mewujudkan kemandirian dan swasembada pangan nasional, makanya pertanian modern itu penting dilakukan,” kata Gubernur Sumbar, Mahyeldi di beberapa kali pertemuan.

Wujudkan Asta Cita
Pemerintah tak hanya berupaya menggenjot swasembada energi dari hulu ke hilir, listrik sebagai energi berkeadilan, menguatkan fondasi ekonomi, pendidikan, maupun kesehatan di wilayah pelosok, tapi juga akselerasi pertanian untuk mewujudkan masa depan Indonesia berkelanjutan.
Terkait hal itu, PT PLN UID Sumbar terus berupaya mewujudkan cita-cita Asta Cita Presiden Prabowo dengan memperluas jangkauan penerapan gaya hidup elektrifikasi di berbagai sektor, contohnya di beberapa komoditi pertanian di Sumbar. Integrasi yang dilakukan mulai dari penggilingan tebu, penggilingan padi (huler), pengelolaan kebun buah naga, hingga petani bawang merah.
General Manager PT PLN UID Sumbar, Arjun Karim mengutarakan, elektrifikasi pertanian ini sebagai bukti bahwa PLN tidak hanya hadir sebatas untuk penerangan belaka, tetapi juga ikut mendorong pergerakan ekonomi dari nagari (desa) yang ada di Ranah Minang untuk mendukung percepatan ketersediaan pangan nasional.
“Jadi tidak hanya menggerakkan ekonomi dari nagari atau desa, tetapi juga sekaligus mendukung pangan nasional sesuai Asta Cita Presiden Prabowo.” tegas Arjun di sela-sela meninjau beberapa program PLN di Alahan Panjang, Kabupaten Solok.
Arjun menilai beragam inovasi yang dilakukan PLN melalui program electrifying agriculture bisa menjadi solusi jitu bagi petani, termasuk petani bawang merah yang ada di Alahan Panjang. Terlebih lagi dengan sistem ini bermodal rendah, minim risiko, produksi petani maksimal, lebih sehat dan ramah lingkungan.
Ia menyadari masyarakat petani di daerah Sumbar masih banyak terpaku bertani dengan cara tradisional dan konvensional yang telah diwarisi nenek moyang sejak lama. Kendati demikian, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terus digenjot agar bisa perlahan atau bertahap untuk beralih menjadi petani yang modern.
Listrik hadir dengan program electrifying agriculture untuk membuka peluang usaha yang lebih baik bagi petani, yang manfaatnya dirasakan tak hanya merata tapi juga menambah sumber cuan baru bagi masyarakat. Langkah ini sebagai upaya integrasi PLN menuju Indonesia maju dengan sistem yang andal, ramah lingkungan, serta berkelanjutan di tengah ketidakpastian geopolitik ekonomi saat ini.
“Semoga bisa secara bertahap, sehingga produktivitas petani meningkat, menekan biaya pertanian. Ya di satu sisi PLN bisa berperan dalam mendukung swasembada pangan, tapi di sisi lain akan meningkatkan konsumsi listrik di Sumbar, sehingga Asta Cita presiden juga terwujud,” tutupnya.*
 
			









