Ke-14 provinsi tersebut meliputi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Tengah.
Dalam surat yang akan dikirim ke Menteri Pemuda dan Olahraga selaku Penasehat IGORNAS, mereka menilai pembentukan Steering Committee (SC), Organizing Committee (OC), hingga penunjukan ketua panitia tidak sesuai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Ketua Tim, Abd. Rahman, menyebut pelanggaran terjadi sejak tahap persiapan.
“Munas I IGORNAS 2025 cacat prosedur dari awal hingga pelaksanaan. Semua keputusan di dalamnya tidak sah, dan kami menuntut pengulangan tahapan sesuai AD/ART,” tegasnya.
Salah satu poin keberatan adalah keterlambatan pelaksanaan Munas. Berdasarkan AD IGORNAS Pasal 10 Poin 2, masa bakti pengurus pusat berlaku empat tahun dan Munas harus digelar sebelum masa kepengurusan berakhir. Namun, kegiatan baru dilaksanakan Agustus 2025, padahal masa jabatan berakhir 30 Juli 2025. Hal ini membuat pengurus pusat dianggap demisioner dan SK panitia Munas otomatis tidak sah.
Selain itu, undangan dan bahan Munas dinilai melanggar aturan. AD/ART Pasal 17 Poin b mewajibkan undangan dikirim minimal 30 hari sebelum acara dan bahan tertulis dibagikan paling lambat 14 hari sebelumnya. Faktanya, dokumen penting seperti tata tertib, panduan, dan laporan pertanggungjawaban baru diterima tiga hari sebelum acara, sementara laporan keuangan tidak diberikan sama sekali.
Dari temuan tersebut, para ketua umum provinsi menyimpulkan:
- Seluruh keputusan Munas I IGORNAS 2025 tidak sah.
- Pelaksanaan Munas batal demi hukum karena melanggar AD/ART.
- Tahapan Munas harus diulang sesuai aturan yang berlaku.
“Kami tidak menolak Munas, tapi menuntut agar prosesnya sesuai prosedur. Kalau aturannya dilanggar, yang rugi adalah organisasi dan seluruh anggotanya,” tutup Abd. Rahman.(*)