Padang, Scientia.id – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang mengeluarkan imbauan kepada seluruh media dan jurnalis agar berhati-hati dalam memberitakan kasus kerusakan memang doa jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang yang terjadi pada Minggu (27/7).
Imbauan itu disampaikan menyusul maraknya penderitaan sejumlah media yang dinilai menggunakan judul sensasional dan diksi yang tendensius. Dalam pernyataan resminya, Ketua AJI Padang, Novia Harlina menegaskan bahwa media harus menghindari penggunaan istilah atau narasi yang dapat memperkeruh suasana dan memicu ketegangan baru.
“Ada media yang menggunakan rasa seperti ‘perang antar agama’ dampak konfirmasi yang jelas yang tidak melibatkan narasumber primer. Ini tentu sangat membahayakan karena bisa menurut konflik horizontal,” kata Novia, Selasa (29/7).
Novia meningkatkan bahwa dalam situasi yang sensitif seperti ini, jurnalis harus tetap berpegang teguh saja Kode Etik Jurnalistik. Menurutnya, wartawan memiliki tanggung jawab moral untuk menghadirkan informasi yang akurat, berimbang dan tidak menghakimi.
“Jamalu bukan hanya bertugas menyampaikan fakta, tetapi juga harus menjalankan prinsip kehati-hatian. Jangan sampai karena ingin mengejar klik, kita malah menyebarkan keresahan dan diskriminasi,” ujar Novia.
Dalam pernyataan yang sama, AJI Padang merujuk pada pasal 3 dan pasal 8 Kode Etik Jurnalistik. Pasal 3 mewajibkan wartawan untuk menguji informasi, memberitakan secara berimbang, serta tidak mencampuradukkan fakta dengan opini yang menghakimi. Sedangkan pasal 8 melarang penulisan atau penyerahan berita berdasarkan prasangka dan diskriminasi, termasuk berdasarkan agama, suku, ras, jenis kelamin dan bahasa.
Divisi Gender, Anak dan Kelompok Rentan AJI Padang, Jaka HB untuk mengoleksi pemerintahan yang menampilkan foto atau video anak korban peristiwa tersebut. Menurutnya, jurnalis harus melindungi hak-hak anak dan tidak menjadikan mereka sebagai objek eksploitasi media.
“Menayangkan wajah anak korban tanpa sensor atau menyebarkan gambar mereka saat Roma merupakan pelanggaran serius terhadap medical jurnalistik dan perlindungan anak,” kata Jaka.
Jaka juga menyampaikan pentingnya media berperan dalam mendorong pemulihan korban, bukan justru memperparah kondisi psikologis mereka.
“Media bisa menjadi penghubung antar korban dan negara. Lewat pemberitaan yang empatik dan berpihak, media bisa mendorong pemerintah memberikan pemulihan fisik dan psikis kepada anak yang terdampak,” tambahnya.
AJI Padang berharap media lebih mengedepankan prinsip hak asasi manusia, keberagaman dan kebebasan beragama dalam menyajikan informasi. Mereka juga mengajak jurnalis untuk menjalankan tugasnya secara profesional dan bertanggung jawab, tanpa ikut memperkeruh suasana atau memperbesar konflik.
“Kami percaya bahwa mobil bisa menjadi tindakan perdamaian, bukan sumber provokasi. Mari kita jaga integritas dan nilai-nilai luhur profesi jurnalistik kita,” tutup Novia Harlina.
Baca Juga: Wagub Sumbar Tolak Aksi Kekerasan dan Perusakan Rumah Doa di Padang
Untuk informasi lebih lanjut, AJI Padang dapat dihubungi melalui nomor kontak 0852-7489-2729. (*)