Padang, SCIENTIA – ‘Alam Takambang Jadi Guru’, itu istilah yang cocok disematkan perjalanan usaha Kripik Balado Salsabila. Betapa tidak, pusat Oleh-oleh khas Minang ini terlahir dari kegigihan seorang buruh goreng.
Usaha ini berlokasi di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Tepatnya di Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah RT 005/RW 002, Kecamatan Padang Timur. Terlahir dari pasangan tanpa ijazah, namun kini beragam produk Kripik Balado Salsabila telah merambah ke berbagai penjuru nusantara.
Begini kisahnya:
Widodo (53 tahun) namanya. Warga Sragen, Jawa Tengah ini diboyong keluarganya transmigrasi ke Kabupaten Dharmasraya, Sumbar tahun 1979 silam. Di usianya baru menginjak 15 tahun, ia nekad dan memberanikan diri merantau ke ibu kota.
Bukan tanpa alasan, selain sulitnya ekonomi di kampung, tergiur merantau juga karena mendengar cerita orang-orang tentang keindahan Kota Padang dan Bukittinggi. Tahun 1986 ia akhirnya melangkah ke ibu kota Sumbar mengikuti jiwa mudanya.
“Ya namanya orang yang gak punya ijazah, sekolah hanya sebatas kelas 5 SD karena faktor ekonomi masa itu. Jadi merantau cuma modal nekad jiwa muda laki-laki doang,” seloroh Widodo kepada Scientia.id, Minggu (8/11).
Dalam perantauannya di ibu kota, ia mencoba segala hal pekerjaan untuk bertahan hidup. Mulai dari menjadi knek bus kota, kerja di pusat Oleh-oleh, bikin usaha sendiri, dan akhirnya 1995 berlabuh di salah satu pusat Oleh-oleh ternama di Kota Padang selama 20 tahun.
Selama bekerja di pusat Oleh-oleh itu, Widodo bertugas sebagai penggorengan Kripik Balado khas Minang. Kendati begitu, ia tak hanya berkutat dengan kuali, minyak dan api, namun juga menjalin komunikasi yang baik dengan pemasok bahan baku produksi.
“Dari pengalaman 20 tahun itu saya paham kualitas bahan baku. Mulai dari singkong yang bagus untuk dijadikan kripik, cara menggoreng agar rasanya enak, tidak gosong, dan juga dekat dengan para pemasok bahan,” ujarnya.
Berkat Berani
Ayah tiga anak ini mengisahkan, awalnya dia nekad memulai usaha Kripik Balado awalnya karena kondisi ekonomi yang tak menentu. Terlebih, setelah ketiga buah hatinya besar, beban hidup dan tanggung jawab sebagai seorang ayah juga makin besar.
Atas desakan ekonomi itu, tahun 2015 Widodo bersama istrinya Dewi Marianti (46) banting stir dan memulai usaha dengan uang Rp5 juta hasil tabungan bekerja selama ini. Pasangan suami-istri ini nekad mengambil konsekuensi dan risiko apapun demi ‘mambangkiak batang tarandam’.
“Mau tak mau, waktu itu harus mulai usaha. Karena anak sudah sekolah, sementara gaji hanya Rp100 ribu per hari, gak bakal cukup. Makanya banting stir buka usaha sendiri,” tuturnya.
Dari cerita Widodo, tabungannya hanya mencukupi untuk membeli peralatan masak. Beruntung, karena berteman baik dengan pemasok, bahan baku bisa didapatkan lebih mudah tanpa modal awal dan bisa dicicil setelah produk usahanya terjual.
“Alhamdulillah, kita diberi bahan baku singkong, dan bisa membayar ketika ada uang, karena sudah berteman lama. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari kami pinjam ke tetangga. Kebetulan dulu istri tugasnya juga menggoreng di tempat kerja, jadi mengupas singkong sendiri, menggoreng sendiri, packing, lalu jual juga sendiri,” kenangnya.
Lantaran pandai bergaul, Widodo bersama istri tak terlalu sulit untuk menjual produknya. Mulai dengan menitip produk ke toko Oleh-oleh, memanfaatkan komunitas, grup sosial media, dan tak pernah bosan mengenalkan produk di pameran UMKM yang digelar berbagai instansi pemerintah dan swasta.
“Tahun 2016 kami berdua berhenti baik-baik di tempat kerja, karena mau fokus untuk Kripik Balado Salsabila ini. Awalnya pakai marketing tradisional, seperti mengenalkan produk ke komunitas mancing, komunitas sepeda, dan lainnya karena kita suka bergaul, jadi banyak teman” jelasnya.
Kerja nekadnya tak sia-sia. Kini, Widodo mampu memberikan pendidikan terbaik bagi ketiga anaknya ke pulau Jawa. Tak hanya itu, dari Kripik Balado ini ia bisa memiliki rumah sendiri, punya kendaraan, hingga bisa membuka lapangan pekerjaan.
“Makanya namanya Salsabila, diambil dari nama anak bungsu yang artinya mata air surga. Karena kita berharap usaha ini bisa memberi manfaat bagi orang banyak. Saya dan istri tak tamat SD, anak bisa sarjana. Bisa menyantuni anak yatim, alhamdulillah,” ucapnya syukur.
Hal serupa juga disampaikan sang istri, Dewi Marianti, bahwa melalui Kripik Balado Salsabila bermodal nekad ini Tuhan menitipkan rezeki yang lebih dari cukup. Terutama untuk mengantar anak-anaknya menjadi sarjana dan bisa menjadi ‘orang’.
“Syukur alhamdulillah. Anak tiga orang, Agnes Angela (2) sudah wisuda, Alfin (22) sedang kuliah di Jawa, Salsabila (15) kelas 3 SMP di Jawa. Biarlah kita orang kampung tidak berpendidikan, anak harus punya pendidikan tinggi,” tambahnya.
Melalui Kripik Balado Salsabila ini, kini petani singkong di Pariaman dan petani pisang di Enggano Bengkulu bisa terbantu. Selain itu, belasan orang dari kampung halaman juga mampu diberdayakan, yakni 11 perempuan dari daerah asalnya di Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan dan dua orang laki-laki dari kampung suami di Kabupaten Dharmasraya.
“Alhamdulillah betah banget di sini, apalagi kekeluargaanya, karena dari kampung yang sama. Gaji bersih Rp1,9 juta per bulan. Makan, tempat tinggal, dan peralatan mandi sudah disediakan semua,” ucap dara Sulistiyawati (25) yang sudah lima tahun bekerja di Kripik Balado Salsabila ini.
Transaksi Mudah melalui BRI
Usaha Kripik Balado Salsabila berbuah manis. Kini tak hanya memiliki rumah produksi sendiri, namun juga memiliki beberapa reseller dari berbagai daerah, baik di Jakarta, sejumlah pulau Jawa, Medan, Pekanbaru, serta beberapa di wilayah Sumbar.
Demi pengembangan usaha Kripik Balado Salsabila, Widodo kolaborasi dengan berbagai pihak. Tak hanya dengan instansi pemerintah, tapi juga melibatkan pihak swasta. Namun dalam urusan transaksi, ia percayakan semuanya melalui perbankkan BRI.
“Reseller kita kan lumayan banyak, jadi semua transaksi jual-beli pembayarannya melalui BRI. Misalnya transfer melalui M-Banking, ATM, atau QRIS BRI, tidak ada bank lain,” kata Widodo.
Salah satu alasannya, karena BRI perbankkan yang mudah dijangkau semua masyarakat dan tersebar hingga ke pelosok daerah. Dengan BRI, masyarakat manapun yang ingin membeli produk Kripik Balado Salsabila mudah dalam pembayarannya.
“Sekarang kan semuanya bisa melalui Hp, jadi orang mesan produk kita dan bayarnya bisa dari rumah. Karena yang beli tak hanya dari Sumbar saja, ada dari Jawa dan provinsi lainnya,” ujarnya.
Ia mengaku telah lama menjadi nasabah BRI, hanya saja menjadi mitra usaha baru beberapa tahun terakhir. Selama menjadi mitra BRI, pihaknya banyak kesempatan dalam pengembangan usaha. Tak hanya dilibatkan di berbagai pelatihan dan pameran produk UMKM, tapi juga terkait pembiayaan.
“Kita pernah diajak mengikuti pameran produk UMKM, ini tentu kesempatan yang baik mengenalkan produk kita ke orang-orang. Tapi ke depan kita ada rencana mengajukan pinjaman ke BRI, semoga saja dimudahkan,” tambah Widodo.
Pernyataan serupa juga disampaikan anak sulungnya, Agnes Angela, yang kini dipercayakan mengelola semua keuangan usaha Kripik Balado Salsabila. “Tim BRI Corporate University lumayan sering kunjungan ke sini, jadi relasi kita juga terus bertambah,” kata dara 26 tahun ini.
Lulusan Sarjana Manajemen Universitas Darussalam Gontor, Jawa Timur mengaku sangat dimudahkan dalam transaksi melalui BRI. Apalagi banyak pembeli dari luar daerah, sehingga transaksi bisa lancar dan cepat tanpa hambatan dengan BRImo hanya dari genggaman.
Terlebih, lanjut Agnes, penjualan produk Kripik Balado Salsabila juga dilakukan di berbagai marketplace, media sosial atau platform online shop lainnya untuk bisa menjangkau konsumen yang lebih luas di setiap penjuru nusantara bahkan mencanegara.
“Kalau orang datang ke toko, selain bayar cash, pasti bayarnya lewat QRIS BRI. Tapi kalau beli di marketpale bayarnya pasti transferan, bisa M-Banking BRImo. Jadi usaha penjualan lancar meski dari rumah,” jelasnya.
Agnes menerangkan, Kripik Balado Salsabila telah memiliki produk 7 unggulan, di antaranya Kripik Pisang Balado, Kripik Singkong Balado, Kripik Singkong Keju, Kripik Tawar Asin, Kripik Singkong Rasa Bawang, Kerupuk Emping Balado, dan Kripik Balado Rasa Durian.
Ia juga mengatakan, produk olahan rumahan ini bisa memproduksi 500 pcs per hari. Setiap produk yang dikelolanya ini, dipatok dengan rentang harga Rp11.000-Rp20.000 saja untuk ukuran 250 gram. “Alhamdulilah omset bisa mencapai Rp150 juta setiap bulannya,” sebut Agnes.
Selain itu, semua produk Kripik Balado Salsabila telah memiliki label halal MUI, Sertifikat Produk Pangan Industri Rumah Tangga (SPP IRT), dan saat ini sedang proses Standar Nasional Indonesia (SNI).
Rumah produksi sekaligus toko Kripik Balado Salsabila ini dikunjungi silih berganti oleh mahasiswa magang, mahasiswa penelitian, instansi pemerintah dan swasta. Terbukti dengan banyaknya cindera mata yang terpajang di dinding toko. (hyu)