
Saat menulis kalimat menjadi sebuah paragraf yang dapat membentuk sebuah wacana (teks), kita perlu memperhatikan relasi kohesi. Relasi kohesi berfungsi untuk membuat hubungan antara kalimat-kalimat dalam wacana menjadi padu dan tidak berantakan. Kohesi ada ketika interpretasi beberapa unsur atau elemen dalam wacana bergantung pada elemen lain (Halliday dan Hasan, 1976).
Kohesi didefinisikan sebagai cara kebahasaan yang dilakukan untuk membuat sebuah teks atau wacana menjadi suatu kesatuan yang padat dan utuh (Baskoro, 2015). Kohesi juga merupakan hubungan bentuk berupa kepaduan antarunsur pembanguan kalimat. Sebuah kohesi diikuti oleh koherensi. Koherensi merupakan hubungan makna atau hubungan semantis berupa kerapian, kenyataan, gagasan, fakta, dan ide dalam untaian kalimat logis (Baryadi, 2002; Mulyana, 2020).
Hubungan kohesi dan struktur linguistik dinyatakan sebagai hubungan apa pun yang ada pada sebuah teks meliputi hubungan apa pun yang ada di antara bagian-bagian teks, seperti hubungan antarkalimat, paragraf, atau dialog. Hubungan tersebut bukanlah hubungan struktur dalam artian biasa, tetapi hubungan bagian kalimat atau klausa yang berupa hubungan struktur sebagai pemersatu teks. Bagian-bagian dari sebuah kalimat atau klausa jelas berkoherensi satu sama lain dari segi struktur. Oleh sebab itu, struktur menampilkan tekstur atau seluruh unsur-unsur struktur yang mencerminkan kesatuan internal dan memastikan bahwa seluruhnya mengekspresikan bagian dari keseluruhan teks (Halliday dan Hasan, 1976).
Ada dua bentuk kohesi, yaitu kohesi leksikal dan kohesi gramatikal. Kohesi leksikal disebut dengan tautan yang menghubungkan unsur-unsur leksikogramatika yang meliputi repetisi (pengulangan), sinonim/antonim (persamaan/berlawanan), hiponim/kohiponim (superordinat (umum) dan subordinat (khusus)), 4. meronim/komeronim (keseluruhan dan bagian), serta kolokasi (penggunaan kata bersamaan). Kohesi gramatikal diciptakan melalui empat cara, yaitu referensi, substitusi, elipsis, konjungsi, dan organisasi leiksis (Halliday dan Hasan, 1976).
Kohesi leksikal juga dinyatakan sebagai kohesi yang terbentuk dari hubungan semantis antara leiksis yang satu dan leiksis berikutnya, sedangkan kohesi gramatikal merupakan gambaran semantis berbagai unsur gramatika yang terhubung satu sama lain (Wiratno, 2018). Leiksis yang dimaksud dalam kohesi leksikal adalah leiksis atau kata utama, seperti nomina, verba, adverbia, bukan leiksis struktural (structural items), seperti preposisi, kata sandang, kata hubung, dan kata bantu.
Apabila hubungan leiksis dalam sebuah teks atau wacana direntang, hubungan ini akan membentuk tautan leksikal atau lexical strings yang merangkaikan hubungan makna secara repetisi, sinonim, antonim, meronimi, komeronimi, hiponimi, dan kohiponim (Martin, 1990). Hubungan makna yang demikian secara ideasional dapat menentukan cakupan pengetahuan yang dibicarakan di dalam teks dan secara tekstual dapat menentukan kekohesian teks. Khususnya mengenai kohesi leksikal, kekohesian tidak saja penting dalam menyokong kekoherensian, tetapi juga berkaitan erat dengan proses penciptaan dan penginterpretasian teks oleh pembaca dalam hubungannya dengan kohesi dan makna teks secara keseluruhan (Hoey, 2005).
Kohesi mendukung kekoherensian dalam sebuah wacana. Kohesi memengaruhi cara pembaca mempersepsi leiksis dan klausa/kalimat dalam bentuk proposisi-proposisi yang saling berkaitan. Bagian terpenting dari kohesi adalah menyokong penciptaan tata organisasi teks/wacana (Hoey, 1991). Martin menyatakan bahwa kohesi leksikal mempunyai sumbangan yang besar terhadap pengungkapan makna ideasional dan menentukan struktur wacana yang merupakan wilayah makna tekstual melalui relasi antarkata, yaitu repetisi (pengulangan: batas-batas, suara-suara, berlari-lari, sahut-menyahut, rumah-rumah, surat-surat), sinonim (kemiripan/persamaan makna: melihat, memandang, menyaksikan, menatap, melirik), antonim (kata yang makna berlawanan: siang-malam, atas-bawah, kiri-kanan, dan sebagainya), meronimi/komeronim (relasi antara keseluruhan dan bagian: pohon-akar, batang, dahan, ranting, dan daun serta sebaliknya), hiponimi/ kohiponim (relasi yang menunjukkan makna umum-khusus dan khusus-umum: burung -merak, merpati, kakatua, perkutut, dan pipit, dan sebaliknya), serta kolokasi (relasi makna yang muncul dari kata-kata yang digunakan secara bersamaan: Kambing makan rumput, bukan Kambing makan keju).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menjalin kalimat yang apik dan baik, seorang penulis harus dapat memahami konsep relasi antarunsur pembangun kalimat dan dapat menggunakan dalam membangun sebuah wacana yang utuh. Demikian penjelasan tentang relasi kohesi dan fungsinya dalam wacana yang perlu menjadi perhatian para penulis.