Oleh: Ria Febrina
(Dosen Program Studi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada)
“Mbak, mau liburan ke kebun gak?” Suatu hari teman saya yang tinggal di Yogyakarta mengajak kami liburan akhir pekan ke kebun. “Ada sungai buat anak-anak berenang dan ada kebun juga,” ujarnya lagi.
Jalan-jalan ke alam, seperti gunung, bukit, pantai, dan kebun adalah favorit saya. Setidaknya sudah banyak destinasi wisata bernuansa alam yang pernah kami kunjungi. Ada Tumpeng Menoreh (Kulonprogo, Yogyakarta), Ledok Sambi dan Tankaman Natural Park (Kaliurang, Yogyakarta), Dusun Semilir (Semarang), dan Gunung Bromo (Malang). Destinasi wisata bernuansa alam ini selalu paling melekat di hati. Kala lagi duduk dan ngobrol sama teman atau keluarga, kami sering melihat-lihat koleksi foto dari tempat wisata tersebut.
Ketika diajak ke kebun yang terletak di Purwobinangun (Sleman) ini, saya pun langsung mengangguk dan membahas makanan yang akan dibawa. Beberapa waktu sebelumnya teman saya menceritakan pengalaman mereka ke sana. Mereka membawa bekal karena lokasinya masih alami dan jauh dari warung makan, serta suasana kebun dan sungai yang alami tentu sangat cocok dinikmati dengan makanan yang disiapkan sendiri.
“Kita berangkat hari Minggu ya, Mbak. Namanya Kebun Paman Aceng,” ujar teman saya sembari mengirimkan lokasi.
Saya melihat lokasi Kebun Paman Aceng. Jauh lokasinya hampir sama dengan Tankaman Natural Park, Kaliurang. Sama-sama menuju Gunung Merapi, tetapi kita berkendara melalui rute Monumen Jogja Kembali (Monjali). Karena akan berkendara ke atas gunung, suasana alam pasti cukup dingin. Kala mengecek google map, ternyata butuh 40 menit ke sana. Mau tidak mau, saya harus menyiapkan makanan siap saji untuk anak-anak. Saya bisa membayangkan perut mereka akan terasa lapar saat tiba di sana.
Meski sudah jarang orang tua muda melakukan ini, tapi saya bersama adik yang jago masak menyiapkan bekal makanan dengan beberapa menu. Kami menyiapkan susyi agar saat tiba di sana, mereka bisa makan sebelum berenang. Kami juga menyiapkan nasi dengan menu kerang saus padang dan bakmi goreng. Tak lupa saya juga membawa susu coklat dan biskuit untuk amunisi anak-anak selama berenang.
Sekitar pukul 11.00 WIB, kami berangkat menuju Kebun Paman Aceng. Kebun Paman Aceng merupakan salah satu lokasi wisata yang akan menyediakan vila untuk para wisatawan yang mau ke Yogyakarta. Vila ini sedang disiapkan untuk wisatawan yang akan menginap pada liburan Lebaran 1445 H. Betapa terkejutnya kami, saat tiba di Kebon Paman Aceng, kami sudah disambut oleh pemilik vila, beserta teman saya dan keluarganya. Kami disambut dengan pemandangan sebuah vila yang cantik dengan kolam berenang pribadi. Kolam berenangnya tidak luas, tetapi bisa dipakai oleh keluarga kecil. Yang paling mengejutkan, kolam tersebut baru diisi air dua hari yang lalu. Kami yang datang termasuk tim beruntung menikmati kolam berenang tersebut pertama kali sebelum launching.
Karena sudah tidak sabar, anak-anak saya pun langsung masuk ke kolam berenang tanpa berganti pakaian. Mereka berenang sepuasnya. Rencana liburan pun berubah. Dari berenang ke sungai, ternyata berenang di kolam berenang di sebuah vila. Sebagai pengunjung, saya sangat merekomendakan vila ini kepada siapa pun yang akan berlibur ke Yogyakarta. Vilanya dibangun seperti atap segitiga triangle. Kolam berenang tepat berada di halaman belakang.
Tidak hanya vila, di sebelahnya terparkir sebuah camper van yang biasa dipakai untuk pameran. Di sebelah vila, terdapat joglo dan juga rumah panggung yang menjadi rumah pemilik kala bersantai. Di hadapan rumah panggung itulah mengalir sungai kecil yang bisa dipakai untuk berenang. Di seberang sungai barulah terdapat Kebun Paman Aceng. Ada kolam ikan dan ada kebun yang di dalamnya ada cabai, terung, pisang, dan daun ubi yang siap panen.
Kala anak-anak berenang, teman saya mengajak ke kebun. Saya yang awalnya hanya ingin berjalan-jalan santai di pinggir sungai dan ke kebun, akhirnya punya pengalaman yang lebih menyenangkan. Kami memetik cabai, daun ubi, dan singkong. Meskipun sejumlah cabai sudah kering karena hujan akhir-akhir ini turun dengan derasnya di Yogyakarta, beberapa cabai segar masih bisa kami petik. Cabai hijau memang paling banyak, tapi kami masih bisa memetik beberapa cabai merah yang ranum. Maklum, harga cabai saat ini sangat mahal. Hampir seratus ribu. Emak-mak seperti saya yang diiizinkan memetik cabai sepuasnya tentu sangat bahagia. Apalagi, kami akan menyambut Ramadan. Terbayang stok cabai untuk satu minggu Ramadan sudah ada.
Setelah berkeliling kebun sambil bercerita panjang, kami sudah memetik dua kantong plastik cabai. Penuh tentunya, sampai melimpah. Saya juga memetik daun ubi karena di Yogyakarta sangat sulit membeli daun ubi di pasar tradisional. Saya sudah kangen makan gulai pucuk ubi, masakan tradisional Minangkabau yang terbuat dari daun ubi, telur, dan ikan teri. Bahan-bahan tersebut dimasak dengan santan pekat dan bumbu-bumbu gulai. Siapa sangka liburan ke Kebun Paman Aceng mewujudkan rasa kangen saya.
Tak lama setelah keluar dari kebun, perut kami pun lapar. Anak-anak sudah selesai berenang dan juga sudah membilas badan. Di joglo yang teduh, kami pun bergantian menikmati makan siang. Teman saya menyuguhkan nasi liwet dan juga tumis terung. Ada petai juga. Kami pun dengan nikmat menyantap makan siang. Karena ini di kebun, kami menghidangkan makanan tersebut di atas daun pisang yang sudah dipotong sebesar piring. Makan siang menjadi semakin nikmat karena cuaca mulai mendung dan hujan pun mulai turun.
Liburan kami ke Kebun Paman Aceng kali ini benar-benar istimewa dan berharga. Anak-anak jadi punya pengalaman menikmati suasana alam. Meskipun akhirnya mereka hanya bermain sebentar di sungai dan melihat kolam ikan alami di belakang vila, mereka sangat bahagia saat saya tanya. Mereka ingin kembali lagi.
Saya pun jadi membayangkan kelak akan banyak wisatawan menginap di vila ini dan menikmati pengalaman ke Kebun Paman Aceng. Destinasi wisata seperti Kebun Paman Aceng memang perlu diperbanyak untuk meningkatkan kecintaan anak-anak terhadap alam. Mereka sudah mulai jenuh dengan tempat wisata buatan, seperti play ground, waterpark, waterboom, dan juga aneka wahana kidszone. Kota-kota sudah terlalu sempit dan hiruk pikuk. Saatnya kini menikmati suasana desa dan gunung yang alami. Menurut saya, Yogyakarta masih menyimpan suasana alami ini, seperti kawasan Kaliurang dan Purwobinangun.
Discussion about this post