Kamis, 16/10/25 | 12:35 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home Unes

When Marnie Was There: Pertemuan dan Penerimaan

Minggu, 18/2/24 | 13:24 WIB

Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah)

 

When Marnie Was There dapat dikatakan agak berbeda dari film-film besutan Ghibli lainnya yang kental akan kisah fantasi. Film ini lebih mengedepankan unsur melodrama psikologis yang diangkat dari novel berjudul sama karya Joan G. Robinson. Film yang disutradarai oleh Hiromasa Yonebashi ini terasa lebih tenang dan melankolis meskipun tetap dibubuhi unsur spiritual dan mistis.

Film yang dirilis pada 19 Juli 2014 ini bercerita seputar protagonis Anna Sasaki, seoarang anak adobsi yang selalu mempertanyakan tentang keberadaan dirinya. Ingatan masa kecilnya terbatas pada orang-orang yang saling berbisik dan berdebat untuk menitipkannya ke panti asuhan dan diadobsi oleh keluarga Sasaki. Keluarga yang dalam prasangkanya hanya mengadobsinya untuk sebuah tunjangan adobsi dari pemerintah.

BACAJUGA

Suatu Hari di Sekolah

Saat Ide Mengalir di Detik Terakhir

Minggu, 05/10/25 | 20:02 WIB
Suatu Hari di Sekolah

Antara Deadline dan Bedcover

Minggu, 14/9/25 | 18:56 WIB

Merasa terabaikan dan terisolasi dari lingkungan di sekitarnya adalah perasaan yang mendominasi Anna. Hal ini mulai ditampilkan sedari awal film. Di sebuah taman bermain, ia tampak cukup senang dan tersipu malu ketika Pak Guru hendak melihat tugas menggambarnya. Namun, di waktu bersamaan, seorang bocah lelaki menangis karena terjatuh ketika bermain. Orang-orang di sekitar, termasuk Pak Guru, mengalihkan perhatian dan berbondong-bondong menenangkan bocah lelaki tersebut. Entah karena diselubungi rasa kecewa, terkejut, dan diabaikan, penyakit asma yang diderita Anna pun kambuh hingga ia tersungkur sembari berkata, “Aku membenci diriku sendiri!”

Yoriko Sasaki (ibu angkat Anna) mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kondisi Anna kepada dokter yang mengobatinya. Yoriko juga merasa bersalah dan lalai atas memburuknya penyakit yang diderita Anna. Dokter menyarankan Anna untuk sementara menghabiskan waktu di tempat dengan kualitas udara yang lebih baik. Hal inilah yang membuat Anna mengunjungi desa Kushiro yang terletak di dekat pantai dan tinggal bersama bibinya Kiyomasa Oiwa.

Selama tinggal bersama bibinya, Anna lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyendiri sembari menggambar. Suatu hari, untuk menghindari bersosialisasi dengan gadis sebayanya, tanpa sengaja ia menemukan sebuah rumah tua klasik dan melihat seorang gadis berambut pirang yang tampak sendu di salah satu jendela. Sejak saat itu, Anna selalu penasaran dengan rumah tersebut, terlebih ia penasaran dengan gadis berambut pirang yang tinggal di dalamnya.

Inilah awal mula pertemuan Anna dengan Marnie. Sosok misterius yang akhirnya membuat Anna lebih terbuka, melihat masa lalunya dengan lebih terang, dan yang lebih penting dari itu ialah menerima dirinya dengan perasaan yang lebih damai. Pertemuan misterius Anna dengan Marnie adalah kisah manis untuk menerima masa lalu dan proses untuk menerima dan nyaman dengan diri sendiri.

Sebagaimana kedominanan film Ghibli lainnya, pertukaran latar antara yang nyata dengan yang imajiner berdampak pada penyembuhan emosional atas diri yang mengalami krisis identitas. Anna adalah gadis muda yang pemurung, pengidap asma, dan depresi dengan keberadaan dirinya. Barangkali pikiran yang menyelubunginya ialah ia gadis yang jelek, bodoh, penyakitan, dan pemurung. Pikiran inilah yang membuat ia membenci diri sendiri.

Di sisi lain, Marnie dapat dikatakan berkebalikan dari dirinya. Ia adalah sosok yang ceria, pemberani, dan menyukai tantangan. Meski begitu, Marnie pun sebetulnya tak terlepas dari hal-hal yang menyedihkan. Ia sering ditinggal oleh orang tuanya yang sibuk bekerja dan tinggal bersama nenek pengasuh dan dua pembantu yang sering mengasarinya.

Pertemuan Anna dengan Marnie bukan tanpa alasan. Keduanya saling terhubung satu sama lain seperti masa lalu dan masa kini. Marnie adalah jawaban bagi Anna atas pertanyaan-pertanyaan tentang keberadaan dirinya. Menyaksikan film ini menghadirkan rasa tenang dan nyaman sebagaimana Anna pada akhirnya juga merasakan perasaan yang sama.

Tags: #Lastry Monica
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Penyandingan Kata “Mirip” dan “Jodoh”

Berita Sesudah

Terjadi di Dharmasraya, Ketua Bamus Nagari Diduga Ikut Jadi Saksi Caleg

Berita Terkait

Lagu yang Tak Selesai-selesai

Lagu yang Tak Selesai-selesai

Minggu, 12/10/25 | 19:23 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Entah mengapa, hari itu saya hanya ingin mendengarkan satu lagu. Satu lagu saja! Padahal...

Suatu Hari di Sekolah

Saat Ide Mengalir di Detik Terakhir

Minggu, 05/10/25 | 20:02 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand)   Ada satu fenomena unik yang saya kira hampir semua kita pernah...

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Pilihan dan Segala yang Beda-Beda Tipis

Minggu, 28/9/25 | 21:25 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Minggu lalu, saya menulis tentang ungkapan “beda-beda tipis” atau “sebelas dua belas”. Ternyata, maknanya...

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Beda-Beda Tipis, Hidup Tetap Manis

Minggu, 21/9/25 | 19:27 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Pernahkah mengalami kebingungan saat membeli pakaian? Misalnya, dihadapankan pada dua kemeja berwarna biru tua...

Suatu Hari di Sekolah

Antara Deadline dan Bedcover

Minggu, 14/9/25 | 18:56 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand)   Seorang bos Yakuza pensiun, lalu ia memutuskan untuk menjadi bapak rumah...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Harmoni dalam Kata: Mantra sebagai Representasi Kearifan Lokal

Minggu, 07/9/25 | 15:34 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand)   Mantra merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun...

Berita Sesudah

Terjadi di Dharmasraya, Ketua Bamus Nagari Diduga Ikut Jadi Saksi Caleg

Discussion about this post

POPULER

  • Walikota Padang Fadly Amran bersama Anggota DPRD Kota Padang Iswanto Kwara saat meninjau rehabilitasi saluran drainase dipadang pasir, Rabu (8/10). (Foto: Ist)

    Walikota Apresiasi Anggota DPRD Kota Padang Iswanto Kwara Dalam Rehabilitasi Saluran Drainase di Padang Pasir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Walikota Padang Persiapkan Tenaga Kesehatan Untuk Ke Jerman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemenlu RI Dukung Kota Padang Kerjasama Dengan Hildesheim Jerman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyicil dari Hasil Arisan, Ketuk Pintu Baitullah hingga Lahirkan Warisan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbar Tawarkan Potensi Investasi kepada Delegasi Bisnis India di Medan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024