Oleh: Mario Apendi
(Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman budaya. Keberagaman budaya itu tersebar dari ujung timur hingga ujung barat pulau-pulau di Indonesia. Koentjaraningrat (1923-1999), antropolog Indonesia mendefinisikan budaya sebagai seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan cara belajar. Dengan kata lain, budaya merupakan rangkuman dari segala sesuatu yang dipelajari dan dikuasai seseorang sebagai bagian dari suatu komunitas masyarakat. Hal ini mencakup semua pola perilaku normatif yang diperoleh melalui pembelajaran.
Kebudayaan ini berkembang di tengah-tengah masyarakat dan diyakini secara turun temurun dari generasi ke generasi. Seiring dengan berkembangnya zaman kebudayaan juga terus diperbaharui dan berubah mengikuti zaman. Salah satu kebudayaan yang berkembang di masyarakat, yaitu kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat setempat. Kepercayaan ini merupakan bagian dari folklor. Folklor adalah kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja dalam Hutomo (1991:5).
Folklor terdiri dari tiga jenis, yaitu folklor lisan, foklor sebagian lisan, dan foklor bukan lisan. Biasanya yang banyak tersbebar di masyarakat dan berkembang di suatu masyarakat, yaitu foklor lisan–foklor yang tidak diketahui asalnya. Salah satu folklor lisan, yaitu kepercayaan tapantang yang diyakini oleh masyarakat Kampung Baru Talao Mundam, Nagari Ketaping, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman. Ada dua kata yang harus dipahami, yaitu “pantang” dan “tapantang”. Pantang merupakan sebutan untuk sesuatu yang dilarang, sedangkan tapantang adalah sebutan untuk seseorang yang mengalami atau melanggar pantang. Contoh katanya, “Dek a tibo-tibo sakik e tu, lai ndak tapantang e tu”.
Pantang merupakan suatu larangan di dalam kehidupan sehari-hari mengenai perbuatan dan perilaku yang tidak boleh dilakukan. Jika seseorang melanggar pantang itu, orang tersebut (keluarga orang tersebut) akan mendapatkan petaka yang dapat mengancam nyawa. Ada beberapa bentuk larangan dari pantang ini, yaitu:
- Kamar seorang anak yang sudah berkeluarga tidak boleh berada di depan kamar orang tua, kamar anak harus di belakang kamar orang tuanya.
- Kamar bekas yang ditempati oleh anak tidak boleh ditempati oleh orang tuanya, tetapi boleh tidur bersama anaknya di kamar itu. Jika orang tua benar-benar ingin menempatinya, kamar itu harus ditempati beberapa hari terlebih dahulu oleh orang lain yang tidak ada hubungan darah (bacinduan).
- Begitu pula halnya dengan adik ke kakak. Hal tersebut juga berlaku untuk kakak ke
- Benda yang semulanya diletakkan di depan tidak boleh dipindahkan ke belakang dan sebaliknya. Ini berlaku untuk seluruh benda yang berhubungan dengan keseharian benda hidup maupun tak hidup. Contoh benda hidup: tanaman dan benda tak hidup contohnya: gorden jendela.
- Rumah anak tidak boleh di depan rumah orang tua.
- Tanah tidak boleh dipindah-pindahkan dari depan ke belakang dan sebaliknya.
- Air cucuran atap rumah anak tidak boleh mengenai atap rumah orang tuanya. Sebagai contoh, ika sebuah keluarga memiliki sawah, air sawah anak tidak boleh mengalir ke sawah orang tua. Akan tetapi, air sawah orang tua boleh mengalir ke sawah anak.
- Dalam membangun rumah, tiang yang dipakai, misalnya tiang kayu tidak boleh terbalik (ujungnya di bawah dan pangkalnya di atas).
Pantangan ini sudah ada sejak dulu kala dan secara turun-temurun dan diyakini masyarakat Kampung Baru Talao Mundam hingga saat ini. Tidak ada yang tahu mengapa pantangan itu ada. Masyarakat hanya mempunyai jawaban singkat, “Nagari ko alah kanai pantang/dikutuak”, ucap salah satu seorang narasumber. Siapa pun yang sudah memasuki wilayah daerah pantangan ini harus mematuhi pantangan yang ada. Percaya ataupun tidak harus mengikuti aturan yang ada. Contohnya orang yang datang dari luar Sumatera Barat jika tinggal di daerah yang ada pantangan, mereka harus mengikuti pantangan ini.
Sebab akibat dari pantangan ini tidak bisa dinalarkan oleh akal sehat karena ada beberapa pantangan yang akibatnya tidak bisa dijelaskan. Contoh kasus yang sering terjadi di masyarakat, yaitu benda yang semulanya diletakkan di depan tidak boleh dipindahkan ke belakang dan sebaliknya. Ini berlaku untuk seluruh benda yang berhubungan dengan sehari-hari benda hidup maupun tak hidup. Contoh benda hidup (tanaman) dan tak hidup (gorden jendela). Biasanya kasus ini sering ditemukan secara langsung. Akibatnya mata pelaku yang melanggar pantangan tersebut menjadi terbolak-balik. Contoh kasus lainnya adalah air cucuran atap rumah anak tidak boleh mengenai atap rumah orang tuanya, nanti yang terkena pantang bisa demam dengan badan panas dingin. Tidak ada akibat yang khusus untuk pantangan ini. Biasanya yang sering terjadi yaitu mata terbolak-balik dan jika tidak diobati, korban akan meregang nyawa. Akibat melanggar pantangan ini ada bermacam-macam, di antaranya:
- Demam panas dingin
- Kejang-kejang
- Mata terbolak-balik
- Susah untuk bernapas
- Jika dibiarkan dan tidak di obati secara cepat akan menyebabkan kematian
Pelaku tidak selalu menjadi korban dalam pantangan ini. Orang yang menjadi korban biasanya orang yang memiliki fisik lemah ataupun sering sakit-sakitan. Dengan demikian, cara mengobati kasus ini tergantung jenis penyakitnya. Contoh kasus yang mudah diobati adalah tanaman yang berada di depan dipindahkan ke belakang. Cara mengatasinya adalah mencabut tanaman tersebut dan menanamnya kembali di tempat asalnya. Pantangan gorden pintu yang semulanya di depan, lalu dipindahkan ke belakang. Solusinya adalah gorden dipindahkan kembali ke tempat semula. Contoh kasus yang susah untuk diobati, yaitu tapantang yang tidak diketahui pelakunya atau pantang apa yang dilanggar. Orang-orang bingung apa yang harus diperbuat dan akhirnya bisa menyebabkan kematian pada korban yang tapantang. Jika tidak ada solusi, biasanya keluarga korban pergi ke tempat orang pintar di daerah itu (dukun kampung). Dukun biasanya dapat mengetahui apakah korban terkena pantang atau tidak.
Discussion about this post