Sabtu, 14/6/25 | 03:24 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KLINIK BAHASA

Ungkapan “Mau Meninggal” Ala Food Vlogger Indonesia

Minggu, 06/2/22 | 07:32 WIB
Oleh: Reno Wulan Sari, S.S., M.Hum. (Dosen Jurusan Sastra Indonesia FIB Unand dan Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies)

Jargon maknyus dan top markotop tentu masih segar dalam ingatan penonton televisi Indonesia. Jargon ini dipopulerkan oleh Bondan Winarno yang kala itu membawakan program kuliner di sebuah stasiun televisi Indonesia. Jargon ini bisa didengar oleh penonton jika makanan atau minuman yang sedang disantap oleh sang pembawa acara terasa benar-benar lezat, bahkan jargon ini menjadi penanda tingkat kelezatan kuliner tersebut. Program yang dibawa oleh Bondan Winarno itu memiliki banyak penonton sehingga jargon itu biasa digunakan di tengah masyarakat.

Seiring berjalannya waktu, program kuliner saat ini tidak hanya bisa disaksikan melalui saluran televisi, tetapi juga dari media sosial, seperti YouTube dan Instagram. Ada banyak kanal YouTube yang menyajikan konten kuliner. Para pemilik kanal tersebut dikenal sebagai food vlogger. Warganet Indonesia mengenal beberapa nama food vlogger, yaitu Farida Nurhan, MGDALENAF, Tanboy Kun, Nex Carlos, Ria SW, dan sebagainya. Mereka menyajikan konten kuliner dengan cara yang bervariasi, seperti menilai suatu makanan dan minuman di studio atau mendatangi restoran tertentu. Selain itu, mereka juga memiliki ciri khas masing-masing yang bisa membuat masyarakat mengingatnya, termasuk cara mereka mengekspresikan kelezatan makanan dan minuman. Berbagai ungkapan sering kita dengar seperti “Enak banget!”, “Nggak ngerti lagi”, “Enaknya parah banget”, “Kalian wajib mencobanya”, “Seenak itu”, “Enaknya gila”, dan “Enaknya juara”. Pada tahun 2020, muncul sebuah tuturan baru yang mulai sering didengar warganet, yaitu “Mau meninggal”. Tuturan “Mau meninggal” ini diucapkan ketika para food vlogger menilai makanan atau minuman benar-benar lezat.

Tuturan “Mau meninggal” ini sering diucapkan dalam berbagai konten, bahkan menjadi judul di kanal YouTube mereka. Beberapa judul konten yang memakai ungkapan “Mau meninggal” yaitu, kanal YouTube milik Bang Tanjuang dengan judul “Sumpah Enak Banget Sampe Mau Meninggal!!” (diunggah pada tanggal 27 Agustus 2020), kanal YouTube milik MGDALENAF dengan judul “Ini Baru Enaknya Mau Meninggal! Cadbury Aquarium 10 Liter” (diunggah pada tanggal 16 Agustus 2020), kanal YouTube milik Trans Food Channel dengan judul “Sei Sapi Endul Tekendul-kendul Ngeunah! Mau Meninggal Gaes! Bikin Laper” (diunggah pada tanggal 19 Juli 2020), kanal YouTube milik Jessica Jane dengan judul “Beneran Mau Meninggal Gak Ya?” (diunggah pada tanggal 11 Juli 2020), kanal YouTube milik Randferdian dengan judul “Oreo Cheese Cake Enak Banget Sumpah Mau Meninggal” (diunggah pada tanggal 13 April 2020), dan kanal YouTube milik Safira Crespin dengan judul “ASMR Bittersweet by Najla Enaknya Mau Meninggal?” (diunggah pada tanggal 18 Agustus 2020).

Ungkapan ekspresi “Mau meninggal” ini seolah hadir begitu saja di tengah masyarakat karena dipakai secara bersamaan oleh food vlogger dan juga para influencer di Instagram. Sepintas, tuturan itu terkesan berlebihan karena seseorang merasa akan meninggal sebab makanan yang sedang disantapnya terlalu enak. Akan tetapi, banyak juga warganet yang mengkritik ungkapan tersebut sebab jika dikaji secara harfiah, “Mau meninggal” bukanlah suatu ungkapan bernuansa positif dan bukan suatu pengalaman bahwa seseorang menyadari bahwa dia pernah akan meninggal. Sebagai seorang manusia, tentu kita tidak pernah tahu kapan seseorang akan meninggal atau kapan ajal akan datang menjemput. Oleh sebab itu, ungkapan ekspresi “Mau Meninggal” tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat. Ungkapan ini berbanding terbalik dengan jargon “Maknyus” dan “Top Markotop” yang begitu akrab bagi masyarakat Indonesia.

BACAJUGA

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Perbedaan Kata “Agak”, “Sedikit”, “Cukup”, dan “Lumayan”

Minggu, 01/6/25 | 11:00 WIB
Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Mengenal Angka Romawi

Minggu, 11/5/25 | 07:47 WIB

Belum ada informasi yang akurat dari mana ungkapan “Mau meninggal” itu berasal. Ungkapan yang bernuansa sama juga sering diucapkan oleh orang Korea Selatan dengan konteks yang berbeda, meskipun aktivitasnya sama, yaitu memakan makanan. Warga Korea Selatan memiliki ungkapan ekspresi yang berbunyi “배불러 죽겠어요” (pebullo jukkesoyo). Ungkapan ini dituturkan ketika seseorang memakan banyak makanan dan rasanya ingin mati karena kekenyangan. Ungkapan “akan mati” ini sesungguhnya memiliki konteks yang berbeda. Food Vlogger Indonesia menggunakan ungkapan “Mau meninggal” untuk rasa makanan dengan harapan bisa memberikan pengaruh kepada penontonnya bahwa makanan itu sangat sempurna. Warga Korea Selatan menggunakan istilah 배불러 죽겠어요 karena merasa sangat kenyang. Tubuh yang kenyang berlebihan memang membuat seseorang menjadi tersiksa karena sulit melakukan aktivitas lainnya. Selain itu, ada juga peribahasa yang berbunyi “둘이서 먹다가 하나가 죽어도 모르겠다” (duriso mokdaga hanaga jugodo moregetda). Peribahasa ini digunakan jika ada dua orang atau lebih sedang makan bersama. Satu orang di antaranya sudah kekenyangan dan seperti mau meninggal. Akan tetapi, orang yang lain tetap menyantap makanan dan tidak peduli dengan temannya yang sudah menyerah. Dia tidak peduli kepada temannya sebab tidak bisa beralih dari makanannya yang sangat enak. Tuturan itu jika dipadankan dalam bahasa Indonesia, kurang lebih bermakna “Saya tidak tahu jika ada yang meninggal saat makan bersama”. Ungkapan persoalan mati atau akan meninggal juga digunakan oleh orang Korea Selatan untuk situasi lain dengan menambahkan “-해서 죽을것 같아요” (heso jugelgot gatayo) yang bermakna “Saya rasa saya akan meninggal” ketika melakukan sesuatu yang sulit. Hal ini mirip dengan peribahasa Indonesia “Setengah mati” yang biasa digunakan dalam kalimat, “Pekerjaan ini saya lakukan setengah mati”, “Saya setengah mati mencari alamatnya”, dan sebagainya.

Kita kembali kepada ungkapan “Mau Meninggal” yang diucapkan oleh food vlogger dan influencer Indonesia ketika mengulas cita rasa suatu makanan. Ungkapan ini marak terdengar pada tahun 2020 saat Covid-19 mulai melanda. Ketika Covid-19 masuk ke Indonesia, pemerintah Indonesia memberi kebijakan untuk bekerja dan bersekolah dari rumah. Oleh sebab itu, penggunaan media sosial pun meningkat, seperti Tik Tok. Tidak hanya itu, drama Korea pun semakin banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Penggemar drama Korea mengalami kenaikan yang drastis, terlihat semakin banyaknya selebritas Indonesia yang menunjukkan ketertarikannya pada drama dari negeri ginseng tersebut.

Drama Korea tidak lagi hanya diminati oleh para remaja, tetapi juga oleh tokoh masyarakat Indonesia. Layaknya sebuah drama, berbagai budaya dan gaya hidup pun tersaji di dalamnya. Tentu saja adegan makan dan berbagai ungkapan tersebut juga ikut mewarnai. Selain drama, warganet Indonesia juga gemar menyaksikan program Mukbang yang berasal dari Korea Selatan. Mukbang merupakan istilah yang memiliki makna “siaran makan” karena kata muk berasal dari 먹다 (Meokda) yang artinya “makan”.

Sesungguhnya, ulasan ini masih memerlukan analisis yang lebih mendalam untuk melihat keterkaitan antara makanan dan berbagai ungkapan yang digunakan. Akan tetapi, jika ditilik dari fenomena sosial dan tingginya minat masyarakat Indonesia terhadap drama Korea dan program Mukbang, bukan tidak mungkin ungkapan “Mau meninggal” juga terpengaruh oleh kedua tayangan tersebut.

 

Catatan:
Artikel ini ditulis setelah berdiskusi dengan Lee Seung Hoon (Alumni Jurusan Indonesia-Malaysia, Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan).

Tags: #Reno Wulan Sari
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Di Atas Nama Pertemanan

Berita Sesudah

Cerpen “Kok Dapek Nan di Hati” Karya Ali Usman dan Ulasannya oleh Azwar Sutan Malaka

Berita Terkait

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Dialek-dialek Bahasa Minangkabau yang (akan) Mulai Hilang

Minggu, 08/6/25 | 07:19 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas) Selasa lalu (3 Mei 2025) mahasiswa Sastra Indonesia...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Perbedaan Kata “Agak”, “Sedikit”, “Cukup”, dan “Lumayan”

Minggu, 01/6/25 | 11:00 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan) Edisi Klinik Bahasa Scientia kali ini akan...

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Minggu, 25/5/25 | 17:21 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik Universitas Andalas) Kali ini kita akan membahas tentang bahasa hukum,...

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Indonesia dalam Korpus Histori Bahasa Inggris

Minggu, 18/5/25 | 10:49 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas) Setelah menelusuri kosakata bahasa Indonesia dari berbagai kamus-kamus...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Mengenal Angka Romawi

Minggu, 11/5/25 | 07:47 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies) Angka romawi menjadi salah satu angka yang digunakan...

Memaknai Kembali Arti THR

AI dan Kecerdasan Bahasa Indonesia

Minggu, 04/5/25 | 13:26 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik Universitas Andalas) Pengaruh AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan tidak...

Berita Sesudah
Cerpen “Kok Dapek Nan di Hati” Karya Ali Usman dan Ulasannya oleh Azwar Sutan Malaka

Cerpen "Kok Dapek Nan di Hati" Karya Ali Usman dan Ulasannya oleh Azwar Sutan Malaka

Discussion about this post

POPULER

  • Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara dan Ulasannya oleh Azwar

    Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara dan Ulasannya oleh Azwar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kata Penghubung dan, serta, dan Tanda Baca Koma (,)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keunikan Kata Penghubung Maka dan Sehingga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Maling Sawit dan Getah Karet Marak di Dharmasraya, Petani Menjerit

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Polda Sumbar Gelar Lomba Karya Tulis Peringati HUT Bhayangkara ke-79, Hadiah Puluhan Juta Rupiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024