Begitu tingginya frekuensi penggunaan kata dari bahasa Korea oleh masyarakat Indonesia menyebabkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia memasukkan kosakata bahasa Korea ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi daring. Setidaknya ada delapan kata dari Korea yang dapat kita bincangkan saat ini. Kedelapan kata tersebut adalah kimci, bulgogi, bibimbap, gocujang, manhwa, mokbang, oppa, dan hanbok. Dalam laman https://krdict.korean.go.kr/, kedelapan kata tersebut ditulis sebagai kimchi, bulgogi, bibimbap, gochujang, manhwa, mokbang, oppa, dan hanbok.
Masuknya delapan kata dari bahasa Korea tersebut menambah bahasa sumber dari bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Dalam KBBI Edisi Kelima (2016), tercatat 21 bahasa asing sudah menyumbangkan kosakata ke dalam bahasa Indonesia, yaitu bahasa-bahasa yang bersumber dari Arab, Norwegia, Belanda, Parsi, Cina, Prancis, Denmark, Portugis, Ibrani, Rusia, Inggris, Skotlandia, Italia, Sanskerta, Jerman, Spanyol, Jepang, Swedia, Kawi, Yunani, dan Latin. Kosakata dari bahasa Kawi baru masuk pada KBBI Edisi Kelima (2016). Dalam rentang lima tahun kemudian (2021), kosakata dari bahasa Korea juga memperkaya khazanah kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam KBBI edisi cetak berikutnya, kita akan membaca pada bab “Petunjuk Pemakaian Kamus”, tercantum Korea Selatan dalam label penggunaan bahasa yang bersumber dari bahasa asing.
Penyerapan kata dari bahasa Korea ke dalam bahasa Indonesia tentu memiliki tantangan tersendiri bagi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia karena tipe bahasa Korea berbeda dengan tipe bahasa Indonesia. Pertama, bunyi-bunyi dalam bahasa Korea berbeda dengan bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia. Fonem /β/ yang merupakan nasal letupan pada kata /βok/ yang bermakna ‘leher’ akan menyebabkan keraguan bagi pengguna bahasa Indonesia apakah bunyi tersebut fonem /m/ atau fonem /b/. Nasal merupakan bunyi-bunyi yang dihasilkan dengan menghambat arus udara di tempat tertentu, kemudian udara itu dikeluarkan melalui rongga hidung (Wijana, 2009), sedangkan bunyi letupan merupakan bunyi bahasa yang dihasilkan dengan cara jalan udara keluar mulut ditutup rapat-rapat kemudian dengan tiba-tiba udara dilepas sehingga terjadi semacam letupan (Kridalaksana, 2008). Oleh sebab itu, wajar jika penutur bahasa Indonesia kesulitan melafalkan bunyi dalam bahasa Korea.
Kedua, bahasa Indonesia tidak mengenal gugus konsonan, seperti /tt/ dan /kk/ pada kata ttobokki. Ttobokki merupakan makanan Korea berupa tteok dari tepung beras yang dimasak dalam bumbu gocujang yang pedas dan manis. Oleh karena tidak mengenal gugus konsonan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia belum memutuskan bentuk serapan yang tepat untuk kata ttobokki tersebut. Apakah kata toboki, tobokki, teoboki, atau teobokki. Padahal, ttobokki merupakan makanan khas Korea yang sudah populer di Indonesia. Di beberapa daerah, sudah ada gerai khusus yang menjual ttobokki, bahkan di beberapa swalayan Indonesia, sudah dijual juga ttobokki dalam bentuk kemasan siap saji.
Meskipun demikian, kata kimchi dan gochujang dalam bahasa Korea yang juga memuat konsonan rangkap [ch] dapat diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan cara mengikuti bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia. Bunyi bahasa Indonesia yang mirip dengan [ch] ialah bunyi [c]. Oleh karena itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia menyerap kata tersebut dan memasukkan ke dalam KBBI daring berupa kimci dan gocujang.
Dalam kaidah bahasa Indonesia, penyerapan kata kimchi dan gochujang dari bahasa Korea menjadi kimci dan gocujang dalam bahasa Indonesia merupakan penyerapan dengan perubahan bunyi. Selain itu, juga ada proses penyerapan bahasa Korea ke dalam bahasa Indonesia melalui penyerapan utuh. Kata bulgogi, bibimbap, manhwa, mokbang, dan hanbok merupakan kata yang diserap tanpa mengalami perubahan atau dinamakan dengan penyerapan utuh. Proses penyerapan tersebut dilakukan secara utuh karena (1) tidak ada padanan kata dalam bahasa Indonesia dan (2) bunyi pada kata-kata tersebut juga terdapat dalam bunyi bahasa Indonesia.
Sementara itu, kata oppa diserap karena memiliki perbedaan makna dengan opa dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, opa merupakan ragam percakapan yang bermakna ‘kakek’, sedangkan dalam bahasa Korea, oppa merupakan ‘panggilan dari perempuan kepada laki-laki yang lebih tua dan memiliki hubungan dekat’. Oleh karena terdapat perbedaan makna pada kata tersebut, kata oppa pun diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Penyerapan kata oppa terjadi karena antuasias masyarakat Indonesia yang menjadi penggemar drama dan film Korea. Dalam drama dan film tersebut, mereka mendengar sapaan seorang perempuan yang muda kepada laki-laki yang berusia lebih tua dengan sebutan oppa. Sapaan tersebut kemudian juga digunakan oleh perempuan Indonesia untuk menyapa laki-laki yang memiliki hubungan dekat dengannya, tetapi berusia lebih tua—dengan sapaan oppa tersebut.
Namun, dalam KBBI daring, kita tidak akan menemukan kata noona yang merupakan kebalikan dari oppa. Bagi masyarakat Korea, noona merupakan panggilan dari pria kepada perempuan yang lebih tua. Dalam bahasa Indonesia, sudah terdapat sebutan kepada anak perempuan, yaitu nona. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia (2021) menyatakan bahwa nona adalah ‘sebutan bagi anak perempuan atau wanita yang belum menikah’. Oleh karena itu, kata noona tidak perlu dimasukkan ke dalam KBBI daring.
Begitu juga dengan kata onni dalam bahasa Korea yang bermakna ‘kakak perempuan’. Dalam bahasa Indonesia, sudah ada bentuk yang serupa, yaitu uni. Kata yang berasal dari bahasa Minangkabau ini sudah digunakan secara luas oleh penutur bahasa Minangkabau atau penutur dari luar bahasa Minangkabau untuk menyapa perempuan asal Minangkabau dengan sebutan uni yang juga bermakna ‘kakak perempuan’. Dengan demikian, kata onni tidak perlu diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Masuknya bahasa Korea ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia daring menunjukkan bahwa hubungan kerja sama antara Indonesia dan Korea saat ini semakin meningkat. Hubungan tersebut terjadi dalam bidang ekonomi, seperti penggunaan kata-kata yang merupakan makanan khas asal Korea berupa kimci, bulgogi, bibimbap, dan gocujang. Masyarakat Indonesia sudah dapat dengan mudah menemukan makanan tersebut dalam bentuk kemasan siap saji di Indonesia.
Sementara itu, kata mokbang yang bermakna ‘siaran langsung atau video yang mempertontonkan orang memakan banyak makanan untuk hiburan …’ juga membantu perekonomian masyarakat Indonesia tingkat mikro. Sejumlah artis YouTube dari Korea secara rutin menggelar mokbang untuk mempromosikan kuliner khas Korea. Aktivitas ini juga dilakukan oleh YouTuber Indonesia yang fokus pada bidang makanan.
Sejumlah nama seperti almarhum Pak Bondan, Maghdalena, Tanboy Kun, dan Farida Nurhan sudah secara rutin melakukan siaran ketika menikmati kuliner Indonesia. Akhir-akhir ini, siaran mereka difokuskan pada kuliner khas Indonesia yang dihasilkan oleh pelaku usaha mikro. Alhasil, terjadi peningkatan pengunjung ke usaha kuliner yang sudah dikunjungi oleh artis mokbang tersebut.
Selain bidang ekonomi, kata dari bahasa Korea juga menunjukkan terjadinya kontak kebudayaan antara Korea Selatan dan Indonesia. Kata oppa yang diserap ke dalam bahasa Indonesia memperkaya kosakata bahasa Indonesia dalam bentuk kata sapaan. Sementara itu, kata hanbok dalam bahasa Indonesia memberikan sumbangan secara khusus dalam dunia pariwisata. Di sejumlah tempat wisata di Indonesia, sudah ada wisata kampung Korea yang juga dilengkapi dengan kehadiran hanbok untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat mengenakan pakaian tradisional asal Korea tersebut.
Selanjutnya, kata manhwa—yang kurang populer jika dibandingkan dengan ketujuh kata lainnya—juga memperkaya karya seni Indonesia. Manhwa merupakan istilah dalam bahasa Korea yang digunakan untuk menyebut komik. Kata manhwa mirip dengan manga dari Jepang. Namun, komik manhwa dibaca dari kiri ke kanan atau atas ke bawah, sedangkan manga dari kanan ke kiri. Dari segi pewarnaan, komik manhwa berwarna-warni, sedangkan manga berwarna hitam putih. Christopher Hart, seorang pelukis dari Amerika Serikat, menjelaskan bahwa gaya penggambaran manhwa lebih realistis daripada manga, seperti penggambaran pola rambut dan garis wajah.
Kehadiran manhwa dan manga dalam bahasa Indonesia juga memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia yang memiliki bakat dalam menggambar komik. Saat ini, sudah ada YouTuber Indonesia yang menjadikan manhwa dan manga sebagai pekerjaan dan tentunya juga hobi. Sejumlah generasi muda bahkan membuat komunitas untuk mengikuti perkembangan manhwa dan manga tersebut.
Dari delapan kata yang diserap ke dalam bahasa Indonesia tersebut, kita dapat melihat bahwa terjadi peningkatan hubungan antara negara Korea dan negara Indonesia. Perbedaan tipe bahasa ternyata tidak menyebabkan masyarakat Indonesia kesulitan dalam menggunakan kata serapan tersebut. Begitu juga dengan masyarakat Korea, yang saat ini sudah mendirikan Jurusan Indonesia-Malaysia di Busan University of Foreign Studies dan Hankuk University of Foreign Studies, misalnya juga tidak mengalami kendala dalam menggunakan bahasa Indonesia. Dari kedua kampus besar di Korea tersebut, sudah lahir duta bahasa Indonesia untuk meningkatkan kerja sama antara Korea dan Indonesia
Sikap masyarakat Indonesia yang terbuka dalam menerima bahasa asing sesungguhnya menunjukkan betapa bangsa Indonesia sangat toleransi dalam menerima perbedaan budaya. Hal tersebut juga menjadi cerminan diri Indonesia sebagai bangsa yang bersedia maju. Tidak ada satu pun bahasa di dunia yang tidak menyerap bahasa dari bahasa lain, bahkan sebuah bangsa yang ingin maju harus menyerap kosakata dari bangsa lain untuk mengikuti kemajuan zaman itu sendiri. Hal yang perlu kita lakukan sebagai pengguna bahasa Indonesia ialah meningkatkan kesadaran untuk terus menggunakan bahasa Indonesia dan tidak menggantikan dengan bahasa asing.
Discussion about this post