Saat ini ada kebiasaan baru pengguna media sosial. Membuat twibbon untuk diunggah di Twitter, Facebook, Instagram, atau WhatsApp. Twibbon merupakan akronim dari twitter yang bermakna ‘kicauan’ dan ribbon yang bermakna ‘pita’. Kridalaksana (2007: 169) menyatakan bahwa akronim merupakan kependekan yang dilafalkan sebagai sebuah kata. Akronim twibbon dibentuk melalui pengekalan tiga huruf pertama pada kata twitter dan pengekalan empat huruf terakhir pada kata ribbon. Akronim twibbon merujuk pada bingkai foto yang memuat tulisan inspiratif yang disertai dengan wajah pendukung.
Twibbon ini mirip sebuah poster atau plakat yang ditempel di tempat umum. Jika poster dan plakat dipajang di dinding atau di tembok yang menjadi fasilitas umum (dalam bentuk cetak), twibbon dipajang di status media sosial, seperti di Twitter, Facebook, Instagram, atau WhatsApp. Fungsi twibbon, di antaranya untuk peringatan hari besar nasional, peringatan hari besar internasional, serta sebagai gerakan untuk mendukung tokoh atau peristiwa tertentu.
Dalam bulan April kemarin, ada beberapa twibbon yang muncul. Pertama, twibbon dalam rangka merayakan Hari Kartini. Kedua, twibbon yang mengusung gerakan “Stop Kekerasan terhadap Tenaga Kesehatan Indonesia”. Ketiga, twibbon yang dibuat oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur sebagai gerakan untuk mendukung M. Tabrani (penggagas nama bahasa Indonesia) sebagai pahlawan nasional. Hal yang sama juga dilakukan oleh Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara yang membuat twibbon untuk mendukung Sanusi Pane (penggerak bahasa persatuan Indonesia) sebagai pahlawan nasional.
Pada awal Mei ini, sudah ada twibbon dalam rangka memperingati hari buruh internasional. Sebuah peringatan untuk mengenang perjuangan bersejarah para buruh setiap tanggal 1 Mei. Hari ini, pada 2 Mei, di Indonesia, juga diperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Twibbon untuk memperingati Hardiknas sudah disebarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Kehadiran akronim twibbon ini menarik untuk diulas secara linguistik karena mulai marak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Akronim twibbon dapat memperkaya khazanah akronim pengguna bahasa Indonesia. Kemunculan akronim twibbon diprediksi seperti kemunculan akronim sosmed yang merupakan singkatan dari social media. Ahli bahasa Indonesia sudah mengkritisi akronim tersebut dan mengusulkan bentuk medsos yang merupakan singkatan dari media sosial sebagai bentuk yang sesuai dengan pola frasa bahasa Indonesia.
Menurut Kridalaksana (1984: 53), frasa merupakan gabungan dua buah kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Dalam bahasa Indonesia, frasa mengandung pola DM (Diterangkan Menerangkan). Contohnya, baju wisuda. Baju merupakan inti (yang diterangkan) dan wisuda merupakan atribut (menerangkan bagian inti). Pola DM ini kemudian menjadi landasan dalam mengkritisi bentuk sosial media. Bagian inti pada frasa tersebut ialah media dan atribut pada frasa tersebut ialah sosial. Media sosial memang merujuk pada media yang digunakan secara daring dalam rangka membangun jejaring sosial.
Bagaimana dengan twibbon? Kita juga perlu mengkritisi bentuk ini karena twibbon merupakan akronim yang berasal dari bahasa Inggris. Istilah yang berasal dari bahasa asing boleh diserap asal disesuaikan dengan kaidah pelafalan dan ejaan dalam bahasa Indonesia.
Twibbon merupakan akronim dari twitter dan ribbon. Akronim twibbon dapat diserap ke dalam bahasa Indonesia melalui penyerapan atau penerjemahan. Jika bentuk twibbon diserap ke dalam bahasa Indonesia, akan terjadi disimilasi. Disimilasi merupakan perubahan yang terjadi dari bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda (Kridalaksana, 1984: 41). Proses disimilasi terjadi karena ada dua bunyi [b] dalam kata tersebut. Salah satu bunyi berubah menjadi bunyi [t] sehingga terbentuk twitbon. Perubahan ini juga dipengaruhi oleh lingkungan bunyi pada twitbon yang dibentuk dengan bunyi [t] yang tidak bersuara pada akhir suku kata pertama dan berdekatan dengan bunyi [b] yang bersuara pada suku kata kedua. Dengan demikian, kata twitbon lebih mudah dilafalkan oleh pengguna bahasa Indonesia dibandingkan twibbon.
Kedua, akronim twitbon lebih berterima karena dapat dijelaskan proses pembentukan secara linguistik, yakni dengan mengekalkan empat huruf pertama pada komponen pertama dan tiga huruf terakhir pada komponen kedua. Pengekalan tersebut dapat dijelaskan dengan cara lain berupa pengekalan suku kata pertama pada komponen pertama dan suku kata terakhir pada komponen kedua. Pengguna bahasa Indonesia cenderung membentuk akronim yang mudah dijelaskan proses pembentukannya sehingga pembentukan twitbon lebih berterima dibandingkan twibbon.
Ketiga, bentuk twibbon juga dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hasil penerjemahan yang dapat diterima ialah bingkai foto, foto cuitan, atau poster dukungan. Namun, frasa bingkai foto lebih mencerminkan bahasa Indonesia dibandingkan foto cuitan atau poster dukungan. Kata cuit merupakan onomatope atau tiruan bunyi kicau burung, sedangkan kata poster merupakan kata yang juga diserap dari bahasa Inggris. Bentuk bingkai foto juga berterima karena ketika menelusuri twibbon di mesin pencari, seperti Google, ditemukan banyak ulasan yang menjelaskan twibbon sebagai bingkai foto.
Pengguna bahasa Indonesia boleh memilih bingkai foto sebagai padanan kata twibbon atau bentuk terjemahan lain yang dapat mencerminkan makna twibbon. Bentuk terjemahan harus diupayakan mewakili makna twibbon dan pengguna tidak terlalu asing dengan bentuk terjemahan tersebut. Usulan bentuk terjemahan lama-kelamaan disepakati oleh pengguna bahasa Indonesia sehingga terbentuklah istilah yang cocok untuk menggantikan twibbon.
Usulan untuk menggantikan penggunaan twibbon ini dilakukan untuk menjaga wibawa bahasa Indonesia. Sebagai pengguna bahasa Indonesia, kita harus memprioritaskan penggunaan bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa asing. Kata twibbon memang berasal dari bahasa Inggris karena adanya perkembangan teknologi berupa laman twibbonize sebagai bentuk kampanye atau promosi produk. Pengguna bahasa Indonesia juga harus mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia di tengah-tengah maraknya kosakata dan istilah yang berasal dari bahasa asing. Hal ini merupakan salah satu cara kita dalam mencintai bahasa Indonesia.
Jika ditelusuri kembali, kita sering berhasil melakukan upaya ini. Ketika download dan upload populer di Indonesia, sejumlah ahli bahasa pun mencari padanan dalam bahasa Indonesia dan menemukan unduh dan unggah. Pada awal penggunaan, kata unduh dan unggah memang terasa asing, tetapi lama-kelamaan diterima oleh pengguna bahasa Indonesia karena disosialisasikan secara kontiniu. Setelah itu, kita terbiasa menggunakan kata unduh dan unggah untuk menggantikan download dan upload.
Terkait penggunaan twibbon yang mulai meningkat di media sosial. Tugas pengguna bahasa Indonesia adalah lebih menyemarakkan penggunaan istilah berbahasa Indonesia. Salah satu cara yang dapat dilakukan ialah menggunakan bentuk serapan berbahasa Indonesia di berbagai media sosial atau terus mengulang penggunaan, baik secara pelafalan atau ejaan. Dengan demikian, kita telah melakukan salah satu tahap dalam mempopulerkan istilah asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu tahap sosialisasi. Sosialisasi ini dapat menjadikan istilah berbahasa Indonesia berterima dan kelak dapat menjadi bentuk baku. Bahasa Indonesia semakin kaya dengan istilah meskipun berasal dari bahasa asing, tetapi tetap mengusung kaidah bahasa Indonesia.
Discussion about this post