Ketika mendengar kata Minggu, ada lirik yang akan selalu kita kenang, yaitu lirik ciptaan Ibu Sud pada lagu yang berjudul Naik Delman.
pada hari Minggu
kuturut ayah ke kota
naik delman istimewa
kududuk di muka
Ya, lirik lagu ini memang tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan. Tidak hanya lirik lagu tersebut, diksi yang digunakan oleh Ibu Sud dalam lagu juga bertahan hingga kini. Diksi apakah itu? Diksi pada awal lagu yang menggunakan kata depan pada. Ketika kita mengucapkan kata depan pada, ingatan pun akan mengarah pada cerita masa kecil atau kisah dalam dongeng.
- Pada suatu hari, hiduplah seorang putri yang cantik.
- Pada suatu hari, ayah membawaku ke kebun nenek.
Dua kalimat tersebut mengandung kata depan pada. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), kata depan pada memang digunakan untuk menunjukkan keterangan waktu. Dengan demikian, muncul bentuk lain dalam bahasa Indonesia yang berfungsi untuk menunjukkan waktu, seperti pada bulan November, pada tanggal 2 Maret, pada masa yang akan datang, atau pada masa lampau.
Namun, sadarkah kita bahwa kreativitas juga dapat menyebabkan kekacauan berbahasa. Salah satu bentuk kekacauan tersebut tampak pada lagu yang dipopulerkan oleh Anji yang berjudul Dia. Lirik pertama lagu tersebut berbeda dengan lirik lagu Ibu Sud. Ketika Ibu Sud menunjukkan waktu dengan menggunakan kata depan pada, pencipta lagu Dia justru menunjukkan waktu dengan menggunakan kata depan di.
- /Pada hari Minggu/kuturut ayah ke kota/
- /Di suatu hari/tanpa sengaja/kita bertemu/
Alwi, dkk. (2003: 295) menjelaskan bahwa pada merupakan penanda hubungan waktu, sedangkan preposisi di merupakan penanda hubungan tempat. Namun, pertimbangan nada, irama, dan pemenggalan kata dalam sebuah lagu menyebabkan penulis memilih menggunakan kata depan di pada lagu Dia tanpa mempertimbangkan kaidah bahasa Indonesia.
Dampak apa yang kita hadapi ketika sebuah lagu ditulis tanpa mempertimbangkan kaidah bahasa Indonesia? Pertanyaan ini memberikan jawaban yang berdampak panjang, yaitu penggunaan bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah akan diwariskan secara turun-menurun. Masyarakat pun menggunakan di suatu hari sebagai bentuk benar, padahal bentuk tersebut merupakan bentuk yang salah.
Persoalan penulisan kata depan di dan kata depan pada ini bisa juga dilihat pada bentuk kalimat berikut.
- Di masa pandemi ini,media sosial menjadi tempat yang rentan untuk melakukan penyebaran berita hoak.
- Di awal pandemi covid-19, salah personel band Superman is Dead (SID) yang bernama Jerinx,menyatakan tidak percaya adanya virus corona.
- Terbentuknya opini publik yang tidak kondusif di masyarakat karena banyaknya berita hoaks yang tersebar.
- Langkah jitu yang perlu dilakukan generasi milenial ialah pentingnya mematuhi protokol kesehatan di setiap saat.
Dari empat kalimat tersebut, ada dua persoalan penulisan kata depan di yang perlu diulas. Pertama, kata depan di tidak dapat digunakan pada frasa yang menunjukkan waktu. Dengan demikian, pada kalimat (5) dan kalimat (6), frasa penanda waktu yang tepat ialah pada masa pandemi dan pada awal pandemi. Sementara itu, pada kalimat (8) kata depan di tidak perlu ditulis sebelum kata setiap saat karena tidak berfungsi untuk menunjukkan keterangan tempat. Penulis cukup menuliskan /… mematuhi protokol kesehatan setiap saat/. Kedua, kata depan di tidak dapat diiringi dengan kata masyarakat karena penulisan di masyarakat tidak menunjukkan keterangan tempat atau sesuatu yang dianggap tempat. Frasa di masyarakat harus diperbaiki menjadi di tengah-tengah masyarakat.
Selain itu, akhir-akhir ini juga marak digunakan bentuk di mari yang dilafalkan oleh orang Jakarta dengan menggunakan dialek Betawi. Bentuk tersebut merupakan bentuk yang salah dalam kaidah bahasa Indonesia karena makna yang tertera pada frasa tersebut ialah ‘ke sini’. Oleh karena itu, bentuk yang benar ialah kemari. Namun, penyebaran bentuk di mari dengan cepat meluas kepada masyarakat karena ditayangkan pada acara komedi di berbagai stasiun televisi di Indonesia.
Sejumlah pelawak yang berasal dari lenong Betawi banyak mengisi acara komedi tersebut, lalu mempopulerkan diksi bahasa Betawi yang kemudian tumpang-tindih dengan diksi bahasa Indonesia. Akibat hal tersebut, masyarakat yang tidak menguasai kaidah bahasa Indonesia kemudian menyerap dan ikut mempopulerkan bentuk di mari sebagai bentuk kosakata bahasa Indonesia.
Kata depan di dan kata depan ke memang menjadi persoalan bagi masyarakat Indonesia. Kata depan ke berfungsi untuk menunjukkan arah atau tujuan. Penulisan kata depan ke dapat digunakan dalam bentuk ke kampus, ke luar negeri, ke atas, dan ke mana-mana.
Tidak hanya tumpang-tindih dalam menggunakan kata depan di, pada, dan ke, masyarakat Indonesia juga tumpang-tindih dalam menggunakan kata depan ke, pada, dan kepada. Hal tersebut bisa dilihat pada kalimat berikut.
- Penyebaran berita hoaks itu bukan keanak-anak muda, melainkan lebih cenderung ke orang lanjut usia.
- Saya mengajak pada semua, pada seluruh jajaran dan keluarga untuk meluangkan waktu.
- Para korban kekerasan anak meminta bantuan kepada ahli hukum.
Tiga kalimat tersebut sesungguhnya tidak perlu menggunakan kata depan yang bervariasi. Kata depan yang harus digunakan pada tiga kalimat tersebut ialah kata depan kepada. Mengapa demikian? Pada kalimat (9), tidak ada tempat yang dituju, sedangkan pada kalimat (10) tidak ada waktu yang dijelaskan. Bentuk ke anak-anak muda, ke orang lanjut usia, pada semua, dan pada seluruh jajaranmerupakan bentuk-bentuk yang digunakan untuk menandai tujuan orang. Oleh karena itu, kata depan yang tepat digunakan ialah kata depan kepada. Bentuk yang benar ialah kepada anak-anak muda, kepada orang lanjut usia atau kepada lanjut usia, kepada semua, dan kepada seluruh jajaran sebagaimana penulisan kepada ahli hukum.
Jika kita memperhatikan penulisan kata depan tersebut, tampak perbedaan yang jelas bahwa kata depan di, ke, pada, dan kepada memiliki fungsi yang berbeda. Pengguna bahasa Indonesia tidak boleh menganggap penulisan keempat kata depan tersebut sama. Oleh karena itu, marilah kita menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa Indonesia dengan menjunjung tinggi kaidah penulisan bahasa Indonesia. Kita harus tahu waktu yang tepat untuk menggunakan kata depan di, ke, pada, atau kepada.
Mahatma Gandhi pernah berkata, “Hampir semua yang Anda kerjakan akan kelihatan sepele, tetapi sebenarnya hal itu amatlah penting.” Hal ini juga bisa diterapkan dalam penggunaan kata depan di, ke, pada, dan kepada. Jika kita simak sekilas, hal tersebut menjadi persoalan sepele. Namun, penggunaan yang salah dalam jangka waktu lama dan digunakan di daerah yang luas akan menyebabkan bahasa Indonesia menjadi tidak berharga. Pengguna bahasa Indonesia saja tidak mampu mematuhi penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah, lalu bagaimana kita berharap bangsa lain akan menghargai bahasa Indonesia?
Discussion about this post