Rakor yang digelar di Auditorium Gubernuran Sumbar, Selasa (5/8/2025), bukan sekadar agenda tahunan. Kali ini, Rakor menjadi momen penting untuk menyamakan langkah seluruh pemangku kepentingan agar tidak ada masyarakat yang terabaikan dalam pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar.
“SPM harus masuk dalam perencanaan pembangunan daerah, baik dalam Renstra, Renja, maupun RKPD. Kita tidak bisa lagi menyusun program hanya berdasarkan plafon anggaran, tapi harus berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan,” ujar Mahyeldi dalam sambutannya.
Ia juga mendorong pemerintah daerah berpikir kreatif mengatasi keterbatasan anggaran. Di antaranya dengan menggandeng dunia usaha melalui program CSR atau menggunakan skema pembiayaan inovatif sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 59 Tahun 2021.
“Saya mengapresiasi daerah yang tetap berupaya memenuhi target SPM meski menghadapi kendala fiskal dan tantangan geografis,” tambahnya.
Dalam Rakor tersebut, hadir Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Restuardy Daud, yang mengungkapkan capaian menggembirakan dari Sumbar. Menurutnya, sejak 2019, penerapan SPM di Sumbar meningkat dari 60% menjadi 98% pada 2024. Angka ini bahkan melampaui rata-rata nasional yang masih berada di angka 87,8%.
“Tiga daerah di Sumbar – yaitu Provinsi Sumbar, Kota Padang, dan Kota Payakumbuh – sudah tuntas 100% dalam pelaksanaan SPM. Ini patut diapresiasi,” ungkap Restuardy.
Meski begitu, masih ada pekerjaan rumah, khususnya di sektor kesehatan di beberapa daerah seperti Sawahlunto, Padang Panjang, Padang Pariaman, Pasaman Barat, dan Kepulauan Mentawai yang belum memenuhi standar nasional.
Secara nasional, Sumbar berada di posisi ke-7 dalam pelaksanaan SPM. Mahyeldi pun diganjar SPM Award sebagai gubernur terbaik se-Sumatera, sementara Kota Padang meraih penghargaan terbaik untuk kategori kabupaten/kota.
Ke depan, pelaksanaan SPM akan menghadapi tantangan baru. Periode 2025-2029 akan mengusung lima fokus utama: peningkatan capaian indikator, ketepatan sasaran penerima layanan, perbaikan akurasi data, penyesuaian target daerah, serta penguatan pengawasan dari berbagai lembaga seperti Ombudsman, BPK, dan KPK.
“SPM bukan hanya soal angka. Ini soal menjamin hak rakyat untuk mendapatkan layanan dasar yang layak,” tegas Restuardy.
Ia juga mengingatkan pentingnya membentuk Tim Penerapan SPM di setiap daerah, dipimpin oleh Sekda dan melibatkan bagian pemerintahan, agar proses pelaporan dan pelaksanaan berjalan maksimal.
Dengan semangat kolaborasi yang kuat, Sumatera Barat berharap bisa terus meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya lewat pelayanan dasar yang lebih merata dan berkualitas.(Adpsb)