Senin, 01/12/25 | 17:02 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

“Pendokumentasian” dan Cultural Tourism

Minggu, 18/8/24 | 10:49 WIB

Oleh: Rizky Amelya Furqan
(Dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)


“Orang yang tidak mengetahui sejarah, asal usul, dan budaya masa lalunya seperti pohon tanpa akar.”
-Marcus Garvey

Perkembangan pariwisata di Indonesia saat ini sedang masif dengan program wisata budaya. Banyak tempat wisata menyuarakan dan menjadikan budaya sebagai sentral pergerakan pariwisata yang ada di daerah tersebut. Hal ini juga didukung oleh pemerintah pusat ataupun daerah. Bentuk dukungan pemerintah pusat adalah dengan menyediakan dana untuk proses revitalisasi ikon pariwisata yang ada di daerah tersebut, sedangkan pemerintah daerah menyediakan dana ataupun membuatkan peraturan daerah (perda) atau peraturan desa (perdes) tentang pelaksanaan pariwisata berbasis budaya.

BACAJUGA

Skizofrenia antara Bahasa dan Realitas

Skizofrenia antara Bahasa dan Realitas

Minggu, 14/9/25 | 15:33 WIB
Memori Kolektif Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto

Memori Kolektif Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto

Minggu, 06/10/24 | 06:53 WIB

Bentuk dukungan pemerintah dalam bentuk revitalisasi marak dilakukan pada pandemi covid beberapa tahun lalu. Diakses dari laman Sekretariat Kabinet Republik Indonesia yang diunggah pada tahun 2021 pemerintah melalui dana PEN juga mengalokasikan sebesar Rp7,67 triliun untuk mendukung pengembangan kawasan strategis pariwisata nasional dan pelatihan sumber daya manusia (SDM) pariwisata. Terkait ini dapat dibaca lebih lanjut pada tautan berikut, setkab.ginilah-dukungan-pemerintah-untuk-pemulihan-sektor-pariwisata-dan-ekonomi-kreatif/. Hal ini tentu saja membuat perkembangan pariwisata di Indonesia semakin baik.

Cultural Tourism adalah pariwisata yang terkait dengan budaya. Jika membicarakan tentang kebudayaan, Sumatera Barat menjadi salah satu objek yang menarik untuk dibicarakan. Banyak pariwisata budaya yang saat ini berkembang di Sumatera Barat, salah satunya adalah tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Mentawai. Mentawai memang berada dalam Provinsi Sumatera Barat, tetapi memiliki kebudayaan dan tradisi yang cukup berbeda dengan tradisi yang dimiliki oleh orang Sumatera Barat yang didominasi oleh etnis Minangkabau. Bumi Sikerei ini menjadi objek wisata eksotis bagi wisatawan asing atau lokal, jurnalis, dan juga para peneliti.

Salah satu daerah yang cukup sering didatangi untuk melihat kekentalan tradisi masyarakat Mentawai adalah Desa Matotonan. Hal ini didukung oleh faktor sikerei, orang yang menyembuhkan penyakit dan juga memimpin jalannya ritual-ritual masyarakat Mentawai, yang ada di Desa Matotonan masih dapat dikatakan tergolong cukup banyak, yaitu lebih dari 30 orang sikerei. Hal ini ditonjolkan ketika upacara atau perayaan ulang tahun desa. Peringatan ulang tahun desa yang ke-44 ini mengangkat tema “Merawat Warisan Merangkul Masa Depan”. Lia Eeruk tahun ini diawali dengan pemindahan gong ke balai desa karena sebelumnya dilakukan di uma. Pemindahan ini tentu saja tidak bisa dipindahkan begitu saja, tetapi juga melalui ritual yang dilakukan oleh sikerei.

Perayaan ulang tahun ini menjadi menarik karena ada beberapa ritual yang dilakukan oleh sikerei. Akan tetapi, ada fenomena yang paling menonjol selain pelaksanaan ritual yang dilakukan oleh sikerei, yaitu pendokumentasian yang dilakukan oleh banyak pihak, terutama media ataupun peneliti. Anggapan bahwa tradisi ini tidak boleh hilang dan harus dipublikasi ke berbagai negeri, terkadang membuat beberapa hal mulai termarginalkan. Pelaksanaan ritual yang seharusnya dianggap sakral, tetapi orang-orang yang mendokumentasikan berada di dekat mereka, sangat dekat dengan kamera di semua tangan bahkan dengan cahaya flash yang saling bersahut-sahutan. Fenomena ini terlihat cukup mengganggu karena terlihat dari beberapa kali peringatan dari panitia agar yang mendokumenatasikan tidak teralalu dekat dengan para sikerei yang sedang melaksanakan ritual. Walupun ketika dilakukan wawancara dengan Pak Zaidin, pemimpin ritual dalam acara ulang tahun desa kali ini, ia menyampaikan bahwa tidak masalah dengan adanya pendokumentasian yang dilakukan, tetapi dengan catatan meminta izin kepada psikebukat uma.

Pada pelaksanaan upacara ulang tahun desa di Matotonan pada tahun 2024 ini. Banyak jurnalis nasional yang datang, baik diundang ataupun datang melalui sesama kenalan. Pada dasarnya tidak ada yang salah dengan mendokumentasikan dan kemudian memublikasikan, tetapi yang sering keliru adalah proses untuk melakukan kedua hal tersebut. Contohnya ketika ritual dilakukan ada ruangan kecil di sudut balai desa yang sengaja dibuat untuk sebuah ritual yang dilakukan oleh sikerei sebelum ditampilkan ke publik dan tidak diperbolehkan untuk mendokumentasikan karena hal tersebut dianggap sakral. Namun, ada saja oknum nakal yang yang pergi ke ruangan tersebut untuk mendokumentasikan. Padahal, panitia sudah sering mengingatkan sebelum acara dimulai.

Hal lain yang sama juga terjadi ketika pelaksanaan pasibelek atau ritual pemanggilan roh leluhur ataupun roh diri sendiri yang terlepas dari diri. Namun, orang-orang yang mendokumentasikan kembali tidak mendengarkan apa yang disampaikan oleh panitia. Mereka berdiri persis di depan sikerei yang melaksanakan ritual pasibelek. Hal ini dianggap akan mengganggu ritual yang sedang berlangsung. Mungkin saja bagi kita orang yang berada di luar tradisi menganggap hal tesebut unik dan harus didokumentasikan, entah itu berapa gambar, video, atau bahkan perekamaan bacaan pada ritual yang dilakukan sehingga harus direkam dan dijadikan sebagai objek penelitian. Namun, bagi mereka hal ini adalah sebuah tradisi yang mereka anggap sakral.

Keberadaan sebuah tradisi yang dijadikan sebagai objek dalam mem-branding daerah tersebut menjadi pariwisata berbasis budaya memang rawan terjadi rekonstruksi baik bentuk tradisi ataupun sifat tradisi itu sendiri. Namun, jika tidak dilakukan mungkin saja tradisi tersebut hilang begitu saja tanpa adanya pendokumentasian dan tidak dapat dilakukan penelusuran lebih lanjut terkait tradisi yang pernah ada. Pendokumentasian ini pada akhirnya seperti pisau yang memiliki dua sisi.

Pada dasarnya, Fenomena swafoto, mengambil foto, dan video sebenarnya terjadi di mana-mana, tidak hanya dalam pariwisata budaya, tetapi juga tempat wisata pada umumnya dan berbagai tempat lainnya. Bahkan ketika terjadi kecelakaan semuanya memvideokan lalu mengunggahnya ke sosial media dan sudah merasa menjadi profesional tanpa memperhatikan kode etik jurnalistik yang seharusnya ditaati. Padahal menjadi seorang jurnalis juga harus mempelajari dan memperhatikan kode etik jurnalistik sehingga ada hal-hal yang harus diperhatikan. Fenomena yang terjadi dalam mempublikasikan ketika terjadi kecelakaan adalah mengekspos korban tanpa melakukan sensor.

Namun demikian, ada hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pendokumentasian, baik untuk dipublikasi di media massa atau sebagai bahan untuk objek penelitian. Pertama, kita juga harus menjaga sifat tradisi itu sehingga tidak mengalami pergeseran yang signifikan. Kemudian, kita juga harus mengikuti aturan yang sudah dijelaskan oleh panitia, agar tradisi atau ritual yang sedang dilakukan dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya. Jangan hanya datang untuk menjadikan mereka sebagai objek saja, tetapi mereka juga sebagai subjek yang harusnya dilihat dan dihargai sebagaimana mestinya. Terutama, terkait dengan sikerei yang menjadi ikon Mentawai, mereka bukan hanya sekedar objek karena eksistensi tradisi itu berada di tangan mereka.

Tags: #Rizky Amelya Furqan
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

DPC PKB Kota Padang Dukung Muhaimin Iskandar Lanjutkan Kepemimpinan Partai

Berita Sesudah

Terpidana Kasus Sianida, Jessica Telah Bebas dari Penjara

Berita Terkait

Jejak Sastra Melayu Klasik dalam Kehidupan Masyarakat Lampau

Jejak Sastra Melayu Klasik dalam Kehidupan Masyarakat Lampau

Minggu, 30/11/25 | 15:11 WIB

Oleh: Noor Alifah (Mahasiswi Sastra Indonesia dan Anggota Labor Penulisan Kreatif FIB Universitas Andalas)   Salah satu karya sastra tertua...

Luka Peperangan Musim Gugur pada Cerpen “Tepi Shire” Karya Tawaqal M. Iqbal

Luka Peperangan Musim Gugur pada Cerpen “Tepi Shire” Karya Tawaqal M. Iqbal

Minggu, 23/11/25 | 06:57 WIB

Oleh: Fatin Fashahah (Mahasiswa Prodi Sastra dan Anggota Labor Penulisan Kreatif Universitas Andalas)   Musim gugur biasanya identik dengan keindahan....

Sengketa Dokdo: Jejak Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Kini

Sengketa Dokdo: Jejak Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Kini

Minggu, 16/11/25 | 13:49 WIB

Oleh: Imro’atul Mufidah (Mahasiswa S2 Korean Studies Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan)   Kebanyakan mahasiswa asing yang sedang...

Puisi-puisi M. Subarkah

Budaya Overthinking dan Krisis Makna di Kalangan Gen Z

Minggu, 16/11/25 | 13:35 WIB

Oleh: M. Subarkah (Mahasiswa Prodi S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)   Di tengah gemerlap dunia digital dan derasnya...

Aspek Pemahaman Antarbudaya pada Sastra Anak

Belajar Budaya dan Pendidikan Karakter dari Seorang Nenek yang ‘Merusak’ Internet

Minggu, 16/11/25 | 13:27 WIB

Oleh: Andina Meutia Hawa (Dosen Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)   Di ruang keluarga. Seorang nenek sedang...

Identitas Lokal dalam Buku Puisi “Hantu Padang” Karya Esha Tegar

Konflik Sosial dan Politik pada Naskah “Penjual Bendera” Karya Wisran Hadi

Minggu, 02/11/25 | 17:12 WIB

  Pada pukul 10:00 pagi, 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Berkat desakan dari golongan muda,...

Berita Sesudah

Terpidana Kasus Sianida, Jessica Telah Bebas dari Penjara

Discussion about this post

POPULER

  • Kantor PDAM Kota Padang.[foto : net]

    PDAM Padang Kerahkan Mobil Tangki Gratis, Krisis Air Bersih Dipastikan Tetap Terkendali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • DPW PKB Sumbar dan DKW Panji Bangsa Gerak Cepat Salurkan Sembako di Padang Pariaman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Walikota Padang Desak PDAM Percepat Perbaikan IPA

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalan Water Front City Amblas 200 Meter di Pariaman Selatan, Tanpa Rambu dan Penerangan: Warga Terancam Nyawa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jejak Sastra Melayu Klasik dalam Kehidupan Masyarakat Lampau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024