
Oleh: Nayla Anakamiko
(Siswa Kelas XI MAN 2 Padang)
Absolute Justice adalah sebuah novel yang ditulis oleh Akiyoshi Rikako. Novel ini diterbit kan Haru Media dan terbit dengan Cetakan pertama pada April 2018 dengan rating 4,7/5. Absolute Justice berarti keadilan mutlak. Keadilan berasal dari kata adil. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adil berarti sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Alih-alih keadilan, narasi dalam novel ini menggunakan kata “kebenaran”.
Seharusnya, monster itu sudah mati…
Satu kalimat blurb seolah telah menjelaskan keseluruhan isi novel. Satu kalimat yang menantang seseorang untuk membacanya. Satu kalimat yang membuat orang bertanya-tanya, kenapa dan bagaimana monster itu mati? Lalu yang terpenting, siapa monster itu? Monster itu adalah Takaki Noriko yang kemudian dibunuh oleh empat orang temannya. Kazuki, Yumiko, Riho dan Reika. Empat pembunuh ini punya love hate relationship dengan Noriko. Di satu sisi, mereka pernah merasa diselamatkan oleh Noriko. Namun, di sisi lain jika tidak membunuh, Noriko akan menghancurkan hidup keempatnya dengan prinsip “kebenaran” yang mutlak.
“Apa karena orang lain melakukannya, maka itu diperbolehkan?” -Takaki Noriko.
Awalnya, karakter Noriko tampak seperti seorang protagonis dengan segala keteladanannya. Ketika Noriko menjadi seorang murid pindahan dan menyendiri tanpa teman, Kazuki, Yumiko, Reiko, dan Riho menawarkan untuk bergabung dalam kelompok mereka. Namun ternyata memulai pertemanan dengan Noriko adalah awal dari tragedi yang akan menimpa keempatnya di masa depan.
“Memaafkan? Apa itu lebih penting dibandingkan kebenaran?” -Takaki Noriko, Absolute Justice.
“Pokoknya, aku tidak punya minat pada hal lain selain hal yang benar. Dan aku tidak bisa memaafkan kesalahan.” -Takaki Noriko, Absolute Justice.
Sudut pandang Kazuki menjadi yang pertama diceritakan karena konflik Kazuki dan Noriko telah dimulai sejak SMA. Kazuki berkali-kali merasakan ketidaknyamanan setiap kali berhadapan dengan Noriko. Namun, Kazuki tidak pernah membicarakan hal itu dengan tiga temannya yang lain. Jika sejak awal Kazuki berkomunikasi dengan ketiga temannya tentang Noriko, ada cara lebih baik untuk mengakhiri hubungan mereka dengan Noriko dan mungkin saja mereka bisa lebih waspada. Hanya saja Kazuki terpengaruh dengan pandangan orang lain karena Kazuki juga merasa berutang budi pada Noriko. Pada akhirnya, ia mencari-cari alasan untuk menormalisasi konsep kebenaran mutlak Noriko.
Meskipun Noriko adalah manusia yang ‘benar’, apa salahnya membenci orang yang ia benci? –Absolute Justice, halaman 51.
Salah satu hal yang saya suka dari Kazuki adalah bagaimana ia berani mengungkapkan ketidaksukaannya pada Noriko. Ia dengan jelas mengucapkan kata ‘benci’ pada Noriko. Pernahkah kalian membenci seseorang yang seharusnya tidak dibenci? Saya pernah, sehingga paham bahwa butuh keberanian untuk mengutarakan rasa benci pada orang seperti itu.
Pahlawan hanya melihat kebenaran, dan bersungguh-sungguh melawan kejahatan. Namun dalam serangan pahlawan kebenaran, gedung dan alam sekitar rusak, mobil dan kereta terempas, dan orang-orang melarikan diri dengan bersimbah darah. Jika demikian, bukankah pada akhirnya yang dilakukan Noriko itu sama dengan yang dilakukan monster jahat? Pahlawan kebenaran itu hanyalah monster yang mengatasnamakan kebenaran? –Absolute Justice, halaman 119.
Sudut pandang kedua bercerita dari sisi Yumiko. Di antara konflik-konflik yang muncul dan diperkeruh oleh Noriko, konflik rumah tangga yang dialami Yumiko salah satu yang paling menyebalkan. Yumiko yang sudah tidak tahan dengan kehidupan rumah tangganya memutuskan untuk mengajukan perceraian. Saya sendiri juga merasa Yumiko sudah cukup bersabar menghadapi suaminya. Namun Noriko malah berpihak pada suami Yumiko. Noriko juga membuat Yumiko terancam tidak mendapatkan hak asuh anaknya.
Kebenaran macam apa yang merebut dua anak dariku? Apa kebenaran macam itu ada artinya? – Yumiko, Absolute Justice.
Konflik berikutnya yang tidak kalah menyebalkan diceritakan dari sudut pandang Riho. Pada awalnya, Riho menawarkan pekerjaan di bagian keuangan pada Noriko karena ia berpikir Noriko bisa dipercaya. Keputusan Riho memang tidak salah, Noriko bekerja sesuai harapan meskipun terkadang membuat masalah kecil karena konsep kebenarannya. Hingga kemudian, Noriko mengetahui masalah Riho yang sulit memiliki seorang anak. Noriko malah menawarkan untuk mendonorkan sel telur. Suami Riho malah menyetujui tawaran tersebut. Riho yang selalu berusaha keras agar bisa mengandung anaknya sendiri, tentu saja merasa sakit hati.
Pada sudut pandang Riho dan Yumiko dijelaskan detail pembunuhan yang mereka lakukan. Pembunuhan ini terjadi tanpa rencana. Saat Yumiko memulainya, Kazuki Riho, dan Reika secara refleks ikut terlibat dalam pembunuhan. Konflik terakhir dari sudut pandang Reika. Untuk masalah yang Reika alami, jujur saya tidak bisa terlalu bersimpati dan sempat berpihak pada Noriko. Sudut pandang Reika pun lebih banyak menjelaskan garis waktu utama, beberapa tahun setelah kematian Noriko.
Minta maaf? Bertanggung jawab? Sebetulnya hal seperti itu tidak perlu. –Absolute Justice, halaman 242.
Absolute Justice adalah novel novel terbaik yang pernah saya baca. Setiap tokoh ditempatkan pada posisi antara benar dan salah. Apakah Kazuki, Yumiko, Riho dan Reika melakukan hal yang salah? Jelas. Lantas, apa setiap tindakan Noriko yang merugikan teman-temannya adalah sesuatu yang benar karena berdasar pada konsep kebenaran mutlak? Belum tentu.
Apakah kebenaran yang sempurna itu hal yang barbar, keras, dan jahat? Di sana tidak ada celah sedikit pun bagi kebaikan dan pengertian untuk masuk. –Absolute Justice, halaman 226.
Absolute Justice tidak membawa konsep hitam dan putih, tetapi menegaskan kenapa ada abu-abu di antara keduanya. Keadilan yang ditegakkan tanpa rasa kemanusiaan bisa saja membawa petaka. Absolute Justice mungkin tidak menjelaskan sudut pandang Noriko secara gamblang namun sudut pandang Ritsuko pada epilog sudah cukup menggambarkannya. Sayang sekali, sudut pandang suami Noriko tidak ada sama sekali. Padahal, hal itu cukup membuat penasaran apakah suami Noriko memiliki perasaan yang sama dengan Kazuki, Yumiko, Riho, dan Reiko.
Novel ini disarankan untuk dibaca sekali seumur hidup. Saya berniat memberi rating sempurna namun bagian epilog serta bonus cerpen di akhir membuat saya berubah pikiran. Ending yang disajikan membuat naik darah. Jika pada lembaran terakhir Absolute Justice masih ada yang bisa berpihak pada konsep keadilan mutlak milik Noriko, mungkin saja rasa kemanusiaan kita perlu dipertanyakan. Saya pikir, this is not a happy ending, but it’s okay, saya tetap merekomendasikan.








Discussion about this post