Ada yang memikat hati ketika jari-jari tangan kita menggulir foto di beranda Instagram. Sejak awal Ramadan, foto-foto beragam hamper bermunculan. Mulai dari hamper makanan, hamper mukena, hamper jilbab, hamper handuk, hingga hamper parfum. Di beranda itu, bukan kata hamper yang digunakan, tetapi hampers. Masyarakat Indoneia beranggapan bahwa kata hamper diserap dari bahasa Inggris berupa hampers yang bermakna ‘bingkisan’. Kata hamper memang bermula dari sebuah tradisi di luar negeri.
Kini menjelang Hari Raya Idul Fitri, hamper pun hadir dengan kemasan yang semakin cantik dan menggoda. Ada hamper makanan, seperti kue kering, donat, puding; juga hamper perlengkapan salat, seperti mukena, sajadah, tasbih, peci, baju koko, kaftan, dan jilbab, hingga hamper kebutuhan harian, seperti bedak, parfum, handuk, dan sandal. Bahkan, maraknya investasi beberapa waktu belakangan juga memengaruhi pebisnis membuat hamper emas yang dikombinasikan dengan barang harian, seperti sajadah, dompet, dan tasbih.
Jasa kuliner juga tidak mau ketinggalan dalam menghadirkan hamper Lebaran. Makanan cepat saji, seperti piza, ayam goreng, donat, dan puding, serta minuman, seperti kopi, teh, dan jus juga dikemas menjadi hamper untuk dikirim kepada orang-orang terdekat. Di beberapa daerah, hamper makanan ini bahkan mengusung makanan tradisional yang menjadi khas daerah setempat, seperti hamper lamang tapai (Padang), hamper pempek (Palembang), dan hamper gudeg (Yogyakarta).
Hamper-hamper itu dikemas dengan sangat cantik dan beragam warna, khususnya didominasi oleh warna hijau dan emas yang menggambarkan semarak Hari Raya Idul Fitri. Namun, tahukah teman-teman bahwa kata hamper itu baru diserap ke dalam bahasa Indonesia? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V (2018), kata hamper belum ada sama sekali. Hamper baru diserap ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia daring dengan makna ‘parsel’. Artinya, hamper dalam bahasa Indonesia memiliki sinonim dengan kata parsel.
Kata parsel memang sudah lebih dulu diserap ke dalam bahasa Indonesia, yakni dalam KBBI Edisi V (2018). Kata parsel bermakna ‘bingkisan yang berisi berbagai hadiah, seperti aneka kue, makanan dan minuman dalam kaleng, barang pecah belah, yang ditata apik dalam keranjang dan dikirimkan kepada orang-orang tertentu pada hari raya’.
Kata parsel dengan isian tersebut kini justru tidak lagi menjadi tren selama Lebaran. Meskipun berbagai swalayan masih menyediakan parsel makanan yang terdiri atas kue kering, minuman kaleng, satu set cangkir, atau satu set piring, peminatnya tetap terus menurun. Salah satu penyebab menurunnya peminat parsel dengan isian tersebut ialah harganya yang tidak pernah murah. Parsel termurah biasanya dibanderol dengan harga di atas dua ratus ribu rupiah. Inilah yang menyebabkan parsel tidak populer jika dibandingkan dengan hamper. Parsel dengan isian tersebut memang lebih cenderung menjadi pesanan perusahaan. Perusahaan swasta, bank, hingga kantor pemerintahan menyediakan anggaran parsel setiap tahun untuk dibagikan kepada karyawan hingga klien mereka.
Sementara itu, hamper justru bisa dipesan oleh siapa saja. Di Instagram, sebuah hamper bisa dibanderol dengan harga mulai dari lima puluh ribu rupiah. Hamper ini berkaitan dengan makanan, seperti puding dengan tulis Eid Mubarak atau donat dengan aneka tulisan Lebaran. Di tengah suasana yang masih pandemi, hamper dengan harga murah ini menjadi pilihan paling tepat bagi anak muda hingga ibu rumah tangga yang akan mengunjungi orang tua, mertua, kerabat, hingga sahabat. Begitu banyaknya saudara yang akan dikunjungi, tentu hamper yang dipilih diharapkan memiliki harga murah, tetapi tetap mewah dan dikemas dengan hiasan yang cantik.
Tradisi berkirim hamper ini juga tak luput dari situasi pandemi yang dimulai dari tahun 2020 lalu. Saat itu, hampir semua orang dari belahan dunia mana pun tidak diiizinkan berkunjung saat Lebaran. Oleh karena itu, salah satu cara agar silaturahmi terjalin ialah dengan saling berkirim hamper. Dari sinilah tradisi hamper populer di Indonesia seiring sejalan dengan kepopuleran kata tersebut dalam bahasa Indonesia.
Kata hamper merupakan kata serapan dan sangat tepat jika kita telusuri asal-usul kata tersebut. Dari online etimology dictionary, dijelaskan bahwa hamper merupakan ‘keranjang besar’ yang berasal dari hanaper Anglo-Prancis; hanepier Prancis Kuno yang bermakna ‘keranjang untuk piala’.
Hal yang sama juga dituliskan di kamus online Merriam-Webster bahwa kata hamper diketahui mulai digunakan pada abad ke-14. Kata hamper berasal dari Middle English, yakni hanaper yang bermakna ‘wadah untuk menyimpan piala’. Kata hamper dalam kamus itu didefinisikan sebagai ‘keranjang besar dengan penutup untuk mengemas, menyimpan, atau mengangkut barang (seperti makanan atau cucian)’.
Tampak dari definisi tersebut bahwa kata hamper merujuk pada ‘keranjang’. Oleh karena itu, dalam Kamus Indonesia—Inggris yang disusun oleh John M. Echols dan Hassan Shadily (2014), kata hamper juga dimaknai sebagai ‘keranjang’, seperti clothes hamper atau ‘keranjang pakaian’.
Karena hamper di beberapa negara berubah menjadi hadiah saat hari raya, model hamper pun berkembang tidak lagi berupa keranjang. Hamper juga ada berbentuk kotak, persegi panjang, oval, dan kubah, bahkan hamper juga didesain berupa miniatur benda-benda, seperti lemari, rumah, dan juga Ka’bah.
Model hamper memang disesuaikan dengan tujuan pemberian hamper kepada siapa dan dalam rangka apa, misalnya salah satu hamper Lebaran didesain berbentuk Ka’bah dengan setengah ruang transparan. Di dalam Ka’bah tersebut tersimpan perlengkapan salat dan juga kue kering.
Penyerapan kata parsel dan hamper ke dalam bahasa Indonesia memang memperkaya kosakata bahasa Indonesia dan juga memperkaya tradisi antar-mengantar atau kirim-mengirim. Meskipun sebenarnya, jauh sebelum ada kata parsel dan hamper, Indonesia sudah memiliki tradisi ini.
Di Minangkabau misalnya, pada masa Ramadan, para menantu akan maantaan pabukoan kepada mertua. Isi pabukoan atau menu berbuka sama dengan hamper makanan, tetapi secara spesifik berisi makanan tradisional, seperti rendang, lamang tapai, dan galamai. Pada waktu Lebaran pun, mereka juga manjalang mintuo dengan membawa makanan, seperti kue bolu, lamang tapai, dan galamai. Makanan tersebut menjadi bingkisan atau buah tangan yang dikemas dalam rantang susun.
Penyerapan kata parsel dan hamper mempengaruhi generasi sekarang untuk mengubah tradisi tersebut menjadi lebih modern. Mereka tetap melakukan tradisi dengan berkunjung untuk silaturahmi, tetapi tidak lagi membawa rantang susun. Bingkisan yang dibawa berbentuk parsel atau hamper aneka isi. Barang yang dibawa itulah yang berubah dalam tradisi. Dahulu para menantu membuat sendiri hamper tersebut, kini dilakukan dengan membeli ke berbagai gerai yang menjual hamper, baik secara online maupun offline. Cara tersebut dinilai lebih efisien dan tidak menghabiskan waktu.
Jika disimak tradisi antar-mengantar atau kirim-mengirim hamper di Indonesia, ternyata pada prinsipnya hamper itu adalah bingkisan. Bingkisan ini merupakan pemberian sebagai tanda hormat antara seseorang kepada orang lain. Namun, kata bingkisan yang merupakan bahasa Indonesia dinilai tidak mampu menyampaikan keinginan pengguna dalam memberikan hadiah pada hari raya atau hari-hari tertentu kepada orang-orang yang disayangi.
Kata bingkisan dinilai sangat biasa jika dibandingkan dengan hamper dan parsel. Mengapa demikian? Di hari-hari lain selain hari raya, kata bingkisan juga sangat sering digunakan. Namun, menyemarakkan kembali kata bingkisan seperti frasa bingkisan Ramadan, bingkisan Lebaran, atau bingkisan THR (Tunjangan Hari Raya) tidak mengurangi makna bahwa kita memberikan hadiah berupa makanan, minuman, dan barang-barang berharga kepada orang-orang terkasih di hari raya atau hari spesial. Bingkisan di hari raya akan menambah keakraban dan keintiman antara si pemberi dan penerima.
Di tengah maraknya kata parsel dan hamper ini, kita juga bisa menyemarakkan kata bingkisan, misalnya kamu berencana akan mengirim bingkisan Lebaran apa nanti kepada calon mertua?
Discussion about this post