Puzzle Musim Dingin
Betelgeuse
Di puncak kepalaku, angin malam pulang ke rumahnya
Menyapu daun November yang berguguran
Telah padam!
Alfabetku berserakan di ruang-ruang kelas yang tak bertepi
Pada siang yang cerah, kau memungutnya kembali, meski tak utuh
Segala kata, frasa, dan kalimat yang berisi sumpah serapah tergeletak di lantai itu
Kau katakan, orion harus tetap ada di penghujung tahun ini. Jangan redup!
Ah semesta, kita memang tak mesti menjadi supernova
Dalam mantra-mantra yang kau simpan di balik pori-poriku
Kau selipkan cerita tentang Tuhan
Tuturmu menghantam segala ruang dalam nadiku
Telah padam!
Orion pindah ke aliran darahku
Ia membeku, sebab musim gugur berlalu begitu cepat
Di mana luminositasku?
Di sana. Di satu potongan puzzle yang menempel di genggamanmu
Kau pun bingung bagaimana potongan itu ada di sana
Seketika, segala elemen mengikatku ke dalam dimensimu
Di genggaman puzzle yang kau bawa
Energiku mengikutinya, per satuan waktu!
Kemudian, ada sedikit sinar. Kau berhasil menemukan sumbu di dalam nadiku
Biarkan saja satu potongan puzzle-ku ada di genggamanmu!
Mungkin dalam ribuan cahaya lain, kita akan memasangnya kembali.
(Busan, 19 November 2021)
Procyon Musim Dingin
: Dia!
Blash…
Saya terus mengaliri sungai, mencari muara
Tetapi, kata ibuku, terkadang kita tak mesti membaca peta
Sebab alirannya sudah akan membawamu ke sana
Kau hanya perlu cahaya untuk melihat sekitarmu
Cahaya? Cahaya bulan apakah cukup?
Ataukah aku perlu meminjam Earendil dari bocah tak bersepatu itu?
Jika kau berlayar sendiri, kau harus percaya hatimu
Seorang penjual eomuk di kota, berbisik padaku
Sendiri? Benarkah?
Di atas perahu, saya melihatnya
Sepi, tetapi begitu kuat. Begitu angkuh jika kau melihatnya dari bawah bulan
Ia mengisap segala aura di ruang dan waktu perjalanan ini
Sembari membaca arah angin (barangkali ada banyak muara yang lain)
Saya ingin tenggelam di dalam garis waktunya
Setiap sinarnya menyapa partikel yang ada di dalam jiwa
Jika dia berbicara, dunia saya mengerucut membentuk balok-balok petak
Penyangga angin musim gugur yang akan berlalu
Ia, dari kejauhan belasan cahaya
Mengirim spektrumnya yang menembus segala molekul
Mengajariku mengeja kata damai
Di saat saya telah lupa dengan aksara
Di saat 25 alfabetku berserakan di ruang kelas
(Busan, 19 November 2021)
Orion dari Jauh
: E.D dan Rife
Lihatlah, kawan!
Gedung-gedung buatan pencakar langit berusaha menembus malam
Episode Alnilam: E.D
Kau seperti bunyi. Dengungmu berusaha diaksarakannya
Mereka menebak vokal dan konsonanmu serupa onomatope yang tak pasti
Bahkan igaumu pun mereka terjemahkan dengan persepsi antah-berantah
Buku-buku teori dari pasar loak dikira bisa menjawab sumber energimu
Biru yang disangka tertutup gedung-gedung tinggi.
Semua bersorak, bahwa sinar gedung pencakar langit telah berhasil
Semua begitu bodoh telah melupakan nebula
Kini, semua mengucap mantra menjelang hari-hari kau melepaskan angin
Episode Mintaka: Rife
Kau seperti frasa. Tak perlu selalu mengikut ke dalam kalimat
Jika hanya untuk menciptakan makna
Sebab segala huruf yang terkumpul dalam dirimu memiliki kekuatan
Untuk bisa singgah di berbagai konstelasi
Dalam ratusan cahaya, mereka menebak dimensimu
Mereka gugu dalam kegandaanmu
Untuk tahu di mana kau berada
Agar bisa membangun gedung pencakar langit
Menutupi sinarmu!
Sialnya, mereka lupa kau seperi frasa.
Episode Alnitak: Aku
Dalam hubungan garis yang begitu lurus dan puguh
Kita menyapa utara dan barat
Di bawah sana, semua berjejer di ekuator
Menengadahkan kepala untuk tahu ke mana arah busur
Leher pun memanjang mendongakan kepala
Melintasi garis anak panah yang mungkin menuju apel di atas kepala
Apel siapa?
Apel putri salju yang sedang belajar menjahit
Kata nenek pemberi jarum, menjelang musim dingin,
Semua orang perlu menjahit syal
Lihatlah!
Semua sudah berdiri membawa teleskop!
Ah, mereka dapat uang dari mana untuk membeli itu?
Kata para kurcaci, setelah putri salju memakan apel
Nenek pemberi jarum pun menjual syalnya
Dengan harga murah
Mungkin saja, teleskop-teleskop itu juga dibeli dengan harga murah
Aku ragu dengan ketajaman lensanya
Ah, biarkan!
Biarkan semua menerjemahkan arah busur kita!
(Busan, 19 November 2021)
Biodata Penulis:
Reno Wulan Sari merupakan Dosen Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas dan juga sedang menjadi dosen tamu di Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan. Bukunya yang terbit adalah kumpulan cerpen berjudul Catatan Pertama (2018).
Discussion about this post