![Ketua DPW PKB Sumbar, Firdaus.[foto : ist]](https://scientia.id/wp-content/uploads/2025/09/IMG-20240910-WA00042_1-scaled.jpg)
Firdaus mengatakan, proyek strategis nasional senilai Rp2,8 triliun itu memang sangat dibutuhkan untuk mengatasi kemacetan dan risiko kecelakaan di jalur Padang–Solok. Namun, percepatan pembangunan jangan sampai menimbulkan dampak ekologis yang merugikan masyarakat di masa depan.
“Kita mendukung penuh pembangunan infrastruktur yang memperlancar mobilitas masyarakat dan ekonomi. Tapi, harus diingat, kawasan Sitinjau Lauik itu berada di wilayah dengan kemiringan curam dan berstatus hutan lindung. Artinya, setiap langkah pembebasan lahan perlu dikaji matang agar tidak menimbulkan bencana turunan seperti longsor atau banjir,” ujar Firdaus.
Firdaus menilai, peran Kementerian ATR/BPN dan Dinas Kehutanan sangat vital dalam memastikan kejelasan status lahan yang akan digunakan. Dari total 18,7 hektare lahan yang dibutuhkan, 8,6 hektare di antaranya tercatat sebagai kawasan hutan lindung, yang menurutnya harus dikelola dengan prinsip kehati-hatian dan konservasi berkelanjutan.
“Kalau 8 hektare lebih dari hutan lindung dibuka tanpa perhitungan ekologis, itu bisa memicu kerusakan besar. Harus ada solusi mitigasi yang kuat dengan desain konstruksi yang ramah lingkungan,” tegasnya.
Firdaus juga mengingatkan bahwa pembangunan fisik yang dikejar target waktu tidak boleh mengorbankan kelestarian alam. Ia berharap pemerintah daerah bersama pihak terkait melakukan kajian AMDAL secara transparan, dengan melibatkan masyarakat dan tokoh adat di kawasan tersebut.
“Pembangunan ini harus berprinsip pada keberlanjutan. Kita ingin jalan aman, tapi juga alam tetap terjaga. Pemerintah harus membuka ruang dialog agar masyarakat merasa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan,” katanya.
Lebih lanjut, Firdaus menilai bahwa pendekatan pembangunan berwawasan lingkungan akan memperkuat legitimasi proyek sekaligus mencegah konflik sosial di lapangan.
“Kalau pendekatan ekologis diabaikan, yang rugi bukan hanya pemerintah, tapi juga rakyat. Kita tidak ingin Sitinjau Lauik berubah menjadi jalur cepat tapi berisiko tinggi terhadap bencana,” ujarnya.
Ia berharap, koordinasi antara pemerintah daerah, Kemenko Infraswil, dan ATR/BPN yang sedang berlangsung dapat menghasilkan solusi terbaik terhadap pembangunan infrastruktur yang modern, aman, dan tetap menghormati alam Sumatera Barat.
“PKB mendukung pembangunan yang memajukan daerah, tapi selalu dengan catatan: jangan abaikan keseimbangan lingkungan. Itu bagian dari tanggung jawab moral kita terhadap generasi yang akan datang,” tutup Firdaus.
 
			![Donizar bersama masyarakat yang mengunjungi rumah singgah.[foto : ist]](https://scientia.id/wp-content/uploads/2025/10/IMG-20251030-WA0013-120x86.jpg)
![Anggota DPRD Sumbar, Firdaus.[foto : ist]](https://scientia.id/wp-content/uploads/2025/09/IMG-20230522-WA0086_1-120x86.jpg)






![Anggota DPRD Kota Padang, Yusri Latif. [foto : ist]](https://scientia.id/wp-content/uploads/2025/06/FB_IMG_1742013147944-75x75.jpg)

