Menurut Donizar, pendidikan di Sumbar belum benar-benar gratis. Jika APBD tidak memungkinkan untuk mengintervensi biaya pendidikan, maka seharusnya pemerintah mencari cara untuk mengurangi beban biaya lain bagi orang tua siswa, salah satunya dengan menghapus LKS.
“Seharusnya tidak ada lagi pungutan seperti LKS. Ini justru menjadi bentuk komersialisasi yang dilakukan oleh guru kepada siswa. Padahal kementerian sudah jelas melarang penjualan LKS di sekolah,” tegasnya.
Donizar juga menyoroti fenomena di mana kehadiran LKS membuat sebagian guru kurang maksimal menjalankan fungsinya. “Seringkali setelah LKS diberikan, ada guru yang meninggalkan kelas atau melakukan aktivitas lain. Padahal tugas guru adalah mendidik dan mengajar secara langsung,” ujarnya.
Selain itu, Donizar menilai isi LKS kerap tidak sinkron dengan kurikulum yang berlaku. Hal ini justru mempermudah guru, tetapi merugikan siswa yang seharusnya mendapatkan pembelajaran sesuai standar.
Sebagai solusi, Donizar mendorong Dinas Pendidikan Sumbar untuk menginstruksikan guru membentuk kelompok kerja penyusunan soal sesuai dengan kurikulum. Dengan demikian, guru tetap berperan aktif dalam proses belajar-mengajar, sementara operasional kelompok kerja bisa didukung melalui dana BOS.
“Kalau ini dilakukan, pendidikan akan lebih berkualitas. Guru tidak hanya mengandalkan LKS, tetapi juga benar-benar hadir memberikan pengajaran,” tutupnya.(yrp)