Oleh: Riza Andesca Putra
(Dosen Departemen Pembangunan dan Bisnis Peternakan Universitas Andalas)
Bertahun-tahun lamanya, industri perunggasan terutama ayam broiler di Indonesia menggunakan sistem perkandangan open house. Sistem perkandangan open house pada ayam broiler merupakan suatu metode kandang yang dirancang dengan dinding sebagian besar terbuka sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran udara secara alami antara lingkungan dalam dan luar kandang. Kandang ini biasanya berbentuk panggung dengan bahan utama dari kayu dan bambu. Kandang sistem open house dipilih karena biaya konstruksi dan pengadaan sarana prasarananya lebih rendah, dapat memanfaatkan energi matahari secara alami dalam produksi vitamin D, serta berpotensi menurunkan risiko penyakit pernapasan pada ayam.
Di Indonesia, industri ayam broiler sebagian besar dibangun melalui sistem kemitraan, yaitu kerja sama antara perusahaan peternakan sebagai penyedia sarana produksi dan pasar serta masyarakat sebagai penyedia kandang dan pemelihara ayam. Dengan sistem tersebut, penggunaan kandang open house menjadi sangat masuk akal. Selain ramah modal, beternak ayam broiler dengan menggunakan sistem open house juga ramah teknologi. Artinya beternak ayam dengan sistem kandang seperti ini lebih dapat dijangkau oleh masyarakat Indonesia yang secara umum berpendidikan dan bermodal rendah.
Dengan segala kelebihan yang dimiliki, sistem open house juga memiliki banyak kelemahan. Pertumbuhan dan perkembangan ayam tidak optimal akibat suhu dan kelembapan kandang yang fluktuatif karena bergantung pada cuaca sekitar. Selain itu, risiko serangan predator dan penyebaran penyakit dari luar kandang sangat tinggi yang menyebabkan risiko kematian menjadi besar. Akibatnya tentu saja produktivitas menjadi rendah.
Sebelum globalisasi merambah negeri ini, memelihara ayam broiler dengan kandang open house baik-baik saja, cukup menguntungkan, bahkan produksi daging ayam di Indonesia surplus, melebihi kebutuhan dalam negeri. Namun setelah perdagangan bebas disepakati di seluruh dunia, perlahan open house tidak sanggup lagi mengimbangi persaingan. Kondisi paling parah terjadi pascakalahnya Indonesia menghadapi tuntutan Brazil pada sidang WTO (World Trade Organization) tahun 2017. WTO meminta pemerintah Indonesia tidak menghalang-halangi masuknya daging ayam dari luar negeri, termasuk dari Brazil.
Brazil, selain terkenal sebagai penghasil pesepakbola terbaik di dunia, juga merupakan salah satu produsen daging ayam terbesar. Industri unggas di Brasil adalah salah satu sektor ekonomi terpenting, yang bertanggung jawab atas 30% pendapatan negara. Industri ayam broiler Brasil ditandai oleh produksi skala besar, penggunaan teknologi tinggi, dan keberlimpahan bahan pakan. Brazil adalah salah satu produsen jagung terbesar di dunia, di mana jagung merupakan komponen utama dalam formulasi pakan, hingga 60-70%. Dalam usaha ayam broiler, pakan merupakan komponen terbesar dari biaya produksi.
Dengan begini, industri ayam broiler di Indonesia mesti berubah dan memasuki babak baru. Perusahaan-perusahaan ayam broiler Indonesia berupaya keras memunculkan inovasi menghadapi persaingan global. Selain inovasi bidang pakan, inovasi perkandangan dan sistem pemeliharaan menjadi perhatian. Kandang dengan sistem closed house dipilih menggantikan kandang sistem open house yang selama ini sudah populer.
Kandang sistem closed house adalah sistem kandang ayam modern yang sepenuhnya tertutup dan terkontrol. Sistem ini dirancang untuk menciptakan lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan ayam broiler dengan meminimalkan pengaruh faktor eksternal, seperti: cuaca, penyakit dan hama. Kandang closed house dilengkapi dengan berbagai peralatan seperti peralatan pakan dan sistem ventilasi yang otomatis untuk mengatur suhu, kelembapan dan kualitas udara dalam kandang. Selain itu, sistem ini juga memungkinkan peternak untuk memantau kondisi ayam secara real-time melalui sensor perangkat lunak khusus, sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan dini terhadap masalah kesehatan dan meningkatkan efisiensi produksi.
Usaha peternakan ayam broiler menggunakan kandang closed house terbukti mampu meningkatkan produktivitas usaha. Angka kematian ayam pada kandang closed house hanya pada angka 2-3% dari populasi, jauh lebih baik dari sebelumnya ketika menggunakan kandang open house, yaitu lebih dari 5%. Nilai FCR kandang closed house mencapai angka 1,5 sementara dengan kandang open house FCR nya 2 atau lebih. FCR (Feed Conversion Ratio) adalah rasio antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan berat badan ayam yang dihasilkan. Semakin rendah FCR, semakin efisien penggunaan pakan, yang berarti lebih sedikit pakan dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram berat badan ayam.
Penggunaan tenaga kerja dengan kandang closed house juga lebih sedikit. Usaha ayam broiler dengan populasi 24.000 ekor pada kandang closed house bisa dipelihara oleh 2 atau 3 orang saja. Sementara itu, pada kandang open house dalam populasi yang sama, tenaga kerjanya bisa mencapai 9-10 orang. Sejak tahun 2017, perusahaan-perusahaan ayam broiler yang ada di Indonesia berpacu mengembangkan usaha dengan menggunakan kandang closed house. Kampus-kampus ternama yang memiliki program studi peternakan, diberi kandang closed house secara gratis oleh perusahaan dengan harapan transformasi teknologi kepada mahasiswa dan masyarakat berjalan lebih cepat.
Bersamaan dengan itu, peternak mitra diminta untuk meng-upgrade kandangnya. Peternak baru diwajibkan memulai usaha dengan menggunakan sistem kandang closed house. Sebagian peternak tidak mampu melakukannya, terkendala biaya dan tenaga terampil. Peternak yang tidak mampu tersebut, dengan terpaksa ditinggalkan oleh perusahaan. Kandang-kandang open housenya kini kosong dan tidak berproduksi. Padahal, sebagian besar kandang tersebut belum lewat umur ekonomisnya. Dengan kondisi itu, kandang-kandang kosong tersebut hanya menunggu waktu untuk lapuk dan runtuh.