Rabu, 19/11/25 | 19:30 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Eksotisme dalam Wacana Pariwisata

Minggu, 30/6/24 | 07:07 WIB

Secara spesifik, eksotisme dalam wacana pariwisata Indonesia juga dapat diidentifikasi dalam promosi Taman Nasional. Sebagai contoh, eksotisme diasosiasikan dengan flora dan fauna langka atau endemik di Indonesia: exotic fish and sea life, exotic animals. Eksotisme yang dilekatkan pada fauna tersebut merupakan dikotomi manusia dan spesies nonmanusia. Manusia menganggap fauna sebagai entitas yang eksotis, berbeda dari diri mereka. Hal ini mereproduksi eksotisme dalam ranah ekologi.

Eksotisme dan kelindan terhadap kolonialisme Barat juga tampak dalam promosi pariwisata di Eropa. Stepins (2022) mencatat bahwa pariwisata di Inggris juga melabeli aktivitas eksplorasi dan petualangan pada alam tropis sebagai aktivitas yang eksotis. Hal tersebut menggarisbawahi bahwa kolonialisme dalam promosi pariwisata masih ditemukan dalam berbagai konteks. Yang patut dipertanyakan adalah dalam promosi pariwisata Indonesia, kolonialisme tersebut justru ditonjolkan untuk menarik wisatawan Barat.

Jika direlasikan dengan konteks sosial dan politik, tentu penggunaan strategi linguistik yang melanggengkan cara pandang kolonialisme dalam wacana pariwisata Indonesia tersebut dipengaruhi oleh konteks di sekelilingnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah secara eksplisit menyebut sektor pariwisata sebagai penyokong pertumbuhan ekonomi negara. Oleh karena itu, promosi pariwisata diharapkan dapat menjaring perhatian dan kedatangan wisatawan global. Maka dapat dipahami bahwa pilihan linguistik yang digunakan justru berangkat dari perspektif Barat yang lekat dengan aktivitas eksplorasi dan eksotisme.

Dalam lensa analisis wacana kritis, repetisi eksotisme dalam wacana pariwisata justru akan menempatkan kita sebagai pihak yang melanggengkan kolonialisme. Mungkin yang terjadi bukanlah kolonialisme untuk merebut wilayah pariwisata, namun kolonialisme baru yang menjajah pola pikir, tanggung jawab, dan peran kita terhadap lingkungan alam. Kolonialisme baru tersebut dianggap tidak terlalu mengancam secara ekonomi karena bisa jadi kita diuntungkan dengan kedatangan turis global.

BACAJUGA

Metafora “Paradise” dalam Wacana Pariwisata

Frasa tentang Iklim dalam Situs Web Greenpeace

Minggu, 15/6/25 | 09:39 WIB
Metafora “Paradise” dalam Wacana Pariwisata

Dari Gunung Sinai ke Masjid Al Aqsa: Strategi Branding Promosi Hijab

Minggu, 04/5/25 | 06:41 WIB

Tulisan ini memberikan sedikit gambaran bahwa wacana pariwisata dipengaruhi oleh wacana promosi dan konteks sosial-politik di sekelilingnya. Sebagai bagian dari ekosistem, hendaknya kita lebih dapat menyaring aktivitas yang kita lakukan pada lokasi pariwisata, terutama yang menawarkan keindahan alam. Kita hendaknya menyadari bahwa manusia merupakan entitas yang bergantung pada alam. Hal ini berarti bahwa jika alam rusak, kehidupan manusia dan makhluk lain juga akan terdampak. Oleh karena itu, di tengan-tengah eksotisme yang selalu ditawarkan dalam pariwisata, kita dapat menggunakan bahasa untuk mengampanyekan perspektif lokal atau Timur yang luhur dan menghargai lingkungan alam.

Halaman 2 dari 2
Prev12
Tags: #eksotimse#wacana pariwisataArina Isti'anah
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Cerpen “Angkasa” Karya Bramstya Argadewa Bima Ryandie dan Ulasannya oleh Azwar

Berita Sesudah

Istilah “Magrib” dan “Orang Gila Mana” di Media Sosial

Berita Terkait

Sengketa Dokdo: Jejak Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Kini

Sengketa Dokdo: Jejak Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Kini

Minggu, 16/11/25 | 13:49 WIB

Oleh: Imro’atul Mufidah (Mahasiswa S2 Korean Studies Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan)   Kebanyakan mahasiswa asing yang sedang...

Puisi-puisi M. Subarkah

Budaya Overthinking dan Krisis Makna di Kalangan Gen Z

Minggu, 16/11/25 | 13:35 WIB

Oleh: M. Subarkah (Mahasiswa Prodi S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)   Di tengah gemerlap dunia digital dan derasnya...

Aspek Pemahaman Antarbudaya pada Sastra Anak

Belajar Budaya dan Pendidikan Karakter dari Seorang Nenek yang ‘Merusak’ Internet

Minggu, 16/11/25 | 13:27 WIB

Oleh: Andina Meutia Hawa (Dosen Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)   Di ruang keluarga. Seorang nenek sedang...

Identitas Lokal dalam Buku Puisi “Hantu Padang” Karya Esha Tegar

Konflik Sosial dan Politik pada Naskah “Penjual Bendera” Karya Wisran Hadi

Minggu, 02/11/25 | 17:12 WIB

  Pada pukul 10:00 pagi, 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Berkat desakan dari golongan muda,...

Aia Bangih Bukan Air Bangis

Apa Pentingnya Makna?

Minggu, 02/11/25 | 16:43 WIB

Oleh: Ahmad Hamidi (Dosen Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)    Apa pentingnya makna? Sejauh mana ia menggambarkan...

Lari Pagi atau Sore, Mana yang Lebih Efektif ?

Lari Pagi atau Sore, Mana yang Lebih Efektif ?

Minggu, 26/10/25 | 11:27 WIB

Oleh: Muhammad Afif  (Mahasiswa MKWK Bahasa Indonesia dan Mahasiswa Departemen Teknik Sipil Universitas Andalas)   Beberapa tahun terakhir, olahraga lari...

Berita Sesudah
Petinju dan Peninju; Manakah yang Benar?

Istilah “Magrib” dan “Orang Gila Mana” di Media Sosial

Discussion about this post

POPULER

  • Wali Kota Padang Fadly Amran resmikan, Jalan Taratak Saiyo yang menghubungkan dua kelurahan di Kecamatan Pauh, Sabtu (15/11). (Foto:Ist)

    Walikota Resmikan Pembangunan Jalan Taratak Saiyo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lomba Padang Rancak Award Memperkuat Budaya Gotong Royong

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Walikota Padang Apresiasi Festival Merandang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mobil Carry Terbakar di Bendungan Batu Bakawuik, Damkar Dharmasraya Gerak Cepat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Zalmadi Tegaskan BBKT 2025 Harus Lebih Dekat dengan Masyarakat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Cerpen “Umak Saddam dan Tuah Batang Gadis” Karya Muttaqin Kholis Ali dan Ulasannya Oleh Azwar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024