Oleh: Elly Delfia
(Dosen Program Studi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)
Idulfitri tinggal satu hari lagi. Suasana itu sudah terasa dari padatnya arus mudik ke kampung halaman. Idulfitri kali ini semoga memberikan pengalaman yang berkesan untuk kita semua meskipun setiap Idulfitri selalu istimewa dengan kesan yang berbeda-beda, seperti pengalaman Idulfitri saya di Korea Selatan. Idulfitri di negara yang mempunyai penduduk muslim sekitar satu sampai dua persen itu, pernah memberikan pengalaman yang amat berkesan untuk saya.
Di tengah negara yang minoritas muslim, ada kehangatan Idulfitri di antara para diaspora Indonesia dan muslim Korea. Para diaspora dan muslim Korea menyatu dan melebur dalam suasana Idulfitri yang bahagia setelah satu bulan berpuasa meskipun jauh dari keluarga. Yah, hal yang paling membuat hati lara pada Hari Raya Idulfitri adalah saat jauh dari keluarga dan tidak bisa mudik pulang ke tanah air untuk menjejakkan kaki di kampung halaman. Perasaan lara itu juga dirasakan para diaspora Indonesia lain yang tinggal di Korea Selatan.
Masjid Al Fatah, Kota Busan telah menawarkan keramahannya untuk mengatasi hati yang lara. Masjid terbesar kedua di Korea Selatan itu menjadi tempat berkumpul para diaspora atau perantau Indonesia saat Idulfitri. Meskipun tidak ada ketupat, opor, rendang, kue lebaran, ataupun gema takbir yang mengudara, para perantau tetap bisa salat Idulfitri berjamaah di Masjid Al Fatah. Masjid itu ibarat oase di padang tandus yang menyejukkan dan menghangatkan hati di tengah negara mayoritas nonmuslim. Suara takbir di sana tidak boleh keluar dari ruang dalam masjid karena dikhawatirkan berisik dan mengganggu. Akan tetapi, semua itu tidak menyurutkan kebahagiaan dan kehangatan suasana Idulfitri di sana.
Para perantau Indonesia yang hadir di Masjid Al Fatah saling tegur sapa, berfoto-foto, mengobrol, dan melebur dalam kehangatan persaudaraan setelah selesai menunaikan salat Idulfitri. Mereka ditemani hidangan satu cup kopi hangat dan sepotong roti sambil mengobrol. Umat muslim yang hadir tersebut bukan hanya berasal dari Indonesia, melainkan juga muslim Korea Selatan dan muslim dari negara-negara timur tengah, seperti dari Maroko, Mesir, Arab, Pakistan, dan lain-lain dengan berbagai profesi, mulai dari mahasiswa, ibu rumah tangga, para pekerja atau TKI, dan juga para pekerja kantoran. Pada hari raya itu, mereka mendapatkan izin dari pimpinan tempat bekerja untuk melaksanakan salat Idulfitri. Dengan izin tersebut, mereka dapat melaksanakan salat Idulfitri berjamaah di Masjid Al Fatah.
Masjid Al Fatah menjadi pilihan untuk melaksanakan salat Idulfitri bagi muslim yang ada di Kota Busan. Meskipun ada beberapa masjid lain di Kota Busan, seperti masjid di daerah Sasang dan juga Sinpyeong, masjid-masjid tersebut hanya digunakan untuk ibadah harian, tetapi tidak digunakan untuk salat Idulfitri. Masjid-masjid tersebut merupakan gedung-gedung yang disewa sementara oleh para pekerja migran Indonesia ataupun oleh pekerja imigran dari beberapa negara muslim lainnya.
Masjid Al Fatah tetap menjadi pilihan utama saat Idulfitri karena sudah memiliki bangunan permanen. Masjid ini didirikan pada tahun 1980 dengan bantuan dana dari Libya. Selain masjid terbesar kedua di Korea Selatan setelah Masjid Itaewon yang ada di Ibu Kota, Seoul, masjid ini dikelola dengan manajemen yang cukup baik oleh orang-orang muslim Korea. Sebagian dari mereka merupakan anggota Korean Muslim Federation (KMF) atau selevel MUI di Indonesia.
Masjid Al Fatah itu sungguh anugerah bagi umat muslim di sana. Suasananya adem dan sejuk. Lokasi masjid berada di daerah perbukitan dan di tepi sungai kecil yang membuat suasana masjid terasa tenang dan bagus untuk beribadah. Beberapa batang pohon ginko yang ditanam di samping masjid membuat udara di sekitar masjid terasa segar. Daun-daun pohon ginko akan menghijau ketika musim semi dan musim panas, menguning pada musim gugur, dan coklat pada musim dingin. Beberapa batang pohon sakura atau bbeotkott juga ada di sekitar halaman masjid. Pohon itu sangat indah pada musim semi dengan bunga-bunga yang merah muda bermekaran. Pohon-pohon itu semakin menambah suasana adem Masjid Al Fatah.
Arsitektur masjid yang ramah lingkungan dengan cat putih dan ubin marmer hitam semakin menegaskan suasana sejuk di dalam ruang masjid. Plafon yang tinggi dan ruangan yang luas membuat oksigen berebutan memenuhi ruang dalam masjid. Udara sejuk dan segar membuat kita semakin betah berlama-lama berada di dalam masjid. Suasana tersebut juga membuat ibadah semakin khusyuk.
Ruang masjid Al Fatah terdiri atas tiga lantai dengan satu menara yang menunjukkan ciri khas masjid. Lantai satu merupakan ruang tamu, ruang kantor pengelola masjid, ruang pertemuan, sekaligus ruang acara berbuka bersama selama bulan Ramadan. Ruang itu kadang-kadang juga dijadikan untuk menuntun para mualaf mengucapkan dua kalimat syahadat, atau dijadikan ruang jamuan untuk pernikahan muslim Korea. Lantai satu juga dilengkapi dengan ruang khusus untuk perempuan dan juga lapangan parkir yang cukup luas di halaman depan masjid.
Lantai dua masjid bisa disebut sebagai ruang utama karena lantai dua digunakan khusus untuk ibadah para lelaki, seperti salat lima waktu, salat Jumat, salat Tarawih, dan juga salat Idulfitri. Lantai dua dicat dengan warna putih. Langit-langitnya penuh dengan ukiran kaligrafi berbahasa Arab. Beberapa lampu dengan cahaya redup terpasang di langit-langit dan di dinding-dinding. Cahaya lampu tersebut membuat suasana di dalam ruang masjid semakin syahdu.
Lantai tiga Masjid Al Fatah merupakan ruang khusus untuk salat bagi perempuan dan anak-anak. Di lantai tiga ini terdapat beberapa mukena dan juga Al Quran yang dapat digunakan oleh siapa saja yang ingin beribadah dan membaca di sana. Kita juga dapat menyaksikan seluruh ruang lantai dua yang terdapat satu mimbar untuk imam masjid dan juga langit-langit yang penuh kaligrafi dari lantai tiga ini.
Masjid Al Fatah terletak di daerah Namsan-ro, Distrik Geumjeong, Kota Busan, Korea Selatan. Untuk sampai di masjid ini, kita bisa naik subway atau kereta bawah tanah. Kereta bawah tanah menuju masjid ini berada pada line oranye atau line 1. Kita bisa berhenti di Stasiun Dusil Nomor 131. Dari sana kita bisa jalan kaki sekitar lebih kurang 500 meter untuk sampai di masjid. Masjid yang berada di antara gereja dan kuil Buddha tersebut, juga dilengkapi oleh dua restoran makanan halal, yaitu Restoran Turki dan Maroko. Begitulah kisah Masjid Al Fatah menjadi tempat berkumpul umat muslim yang ada di Kota Busan setiap tahunnya, seperti halnya masjid-masjid lain yang menjadi tempat berkumpul umat muslim yang mulai menggeliat di Korea Selatan.
Sebagai salah seorang perantau, saya merasa beruntung pernah merasakan pengalaman Hari Raya Idulfitri di masjid itu. Saya tidak merasa kesepian karena jauh dari keluarga berkat kehangatan persaudaraan sesama muslim di Masjid Al Fatah. Masjid itu juga tempat terbaik untuk beribadah tanpa perlu was-was difoto-foto atau dicolek, seperti saat salat di stasiun kereta bawah tanah atau di tempat-tempat publik lainnya di Korea Selatan karena Islam masih cukup asing di sana.
Discussion about this post