Minggu, 24/8/25 | 23:56 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home DESTINASI

Kehangatan Hari Raya Idulfitri di Masjid Al Fatah

Selasa, 09/4/24 | 14:05 WIB

Oleh: Elly Delfia
(Dosen Program Studi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)

Idulfitri tinggal satu hari lagi. Suasana itu sudah terasa dari padatnya arus mudik ke kampung halaman. Idulfitri kali ini semoga memberikan pengalaman yang berkesan untuk kita semua meskipun setiap Idulfitri selalu istimewa dengan kesan yang berbeda-beda, seperti pengalaman Idulfitri saya di Korea Selatan. Idulfitri di negara yang mempunyai penduduk muslim sekitar satu sampai dua persen itu, pernah memberikan pengalaman yang amat berkesan untuk saya.

Di tengah negara yang minoritas muslim, ada kehangatan Idulfitri di antara para diaspora Indonesia dan muslim Korea. Para diaspora dan muslim Korea menyatu dan melebur dalam suasana Idulfitri yang bahagia setelah satu bulan berpuasa meskipun jauh dari keluarga. Yah, hal yang paling membuat hati lara pada Hari Raya Idulfitri adalah saat jauh dari keluarga dan tidak bisa mudik pulang ke tanah air untuk menjejakkan kaki di kampung halaman. Perasaan lara itu juga dirasakan para diaspora Indonesia lain yang tinggal di Korea Selatan.

BACAJUGA

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Transitivitas dalam Perspektif Sintaksis Dixon

Minggu, 27/7/25 | 13:04 WIB
Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Hegemoni Deiksis “We” dalam Perspektif Analisis Wacana Kritis

Minggu, 13/7/25 | 22:55 WIB

Masjid Al Fatah, Kota Busan telah menawarkan keramahannya untuk mengatasi hati yang lara. Masjid terbesar kedua di Korea Selatan itu menjadi tempat berkumpul para diaspora atau perantau Indonesia saat Idulfitri. Meskipun tidak ada ketupat, opor, rendang, kue lebaran, ataupun gema takbir yang mengudara, para perantau tetap bisa salat Idulfitri berjamaah di Masjid Al Fatah. Masjid itu ibarat oase di padang tandus yang menyejukkan dan menghangatkan hati di tengah negara mayoritas nonmuslim. Suara takbir di sana tidak boleh keluar dari ruang dalam masjid karena dikhawatirkan berisik dan mengganggu. Akan tetapi, semua itu tidak menyurutkan kebahagiaan dan kehangatan suasana Idulfitri di sana.

Para perantau Indonesia yang hadir di Masjid Al Fatah saling tegur sapa, berfoto-foto, mengobrol, dan melebur dalam kehangatan persaudaraan setelah selesai menunaikan salat Idulfitri. Mereka ditemani hidangan satu cup kopi hangat dan sepotong roti sambil mengobrol. Umat muslim yang hadir tersebut bukan hanya berasal dari Indonesia, melainkan juga muslim Korea Selatan dan muslim dari negara-negara timur tengah, seperti dari Maroko, Mesir, Arab, Pakistan, dan lain-lain dengan berbagai profesi, mulai dari mahasiswa, ibu rumah tangga, para pekerja atau TKI, dan juga para pekerja kantoran. Pada hari raya itu, mereka mendapatkan izin dari pimpinan tempat bekerja untuk melaksanakan salat Idulfitri. Dengan izin tersebut, mereka dapat melaksanakan salat Idulfitri berjamaah di Masjid Al Fatah.

Foto 1: Penulis dan teman-teman dari Indonesia di depan Masjid Al Fatah saat Idulfitri

Masjid Al Fatah menjadi pilihan untuk melaksanakan salat Idulfitri bagi muslim yang ada di Kota Busan. Meskipun ada beberapa masjid lain di Kota Busan, seperti masjid di daerah Sasang dan juga Sinpyeong, masjid-masjid tersebut hanya digunakan untuk ibadah harian, tetapi tidak digunakan untuk salat Idulfitri. Masjid-masjid tersebut merupakan gedung-gedung yang disewa sementara oleh para pekerja migran Indonesia ataupun oleh pekerja imigran dari beberapa negara muslim lainnya.

Masjid Al Fatah tetap menjadi pilihan utama saat Idulfitri karena sudah memiliki bangunan permanen. Masjid ini didirikan pada tahun 1980 dengan bantuan dana dari Libya. Selain masjid terbesar kedua di Korea Selatan setelah Masjid Itaewon yang ada di Ibu Kota, Seoul, masjid ini dikelola dengan manajemen yang cukup baik oleh orang-orang muslim Korea. Sebagian dari mereka merupakan anggota Korean Muslim Federation (KMF) atau selevel MUI di Indonesia.

Masjid Al Fatah itu sungguh anugerah bagi umat muslim di sana.  Suasananya adem dan sejuk. Lokasi masjid berada di daerah perbukitan dan di tepi sungai kecil yang membuat suasana masjid terasa tenang dan bagus untuk beribadah. Beberapa batang pohon ginko yang ditanam di samping masjid membuat udara di sekitar masjid terasa segar. Daun-daun pohon ginko akan menghijau ketika musim  semi dan musim panas, menguning pada musim gugur, dan coklat pada musim dingin. Beberapa batang pohon sakura atau bbeotkott juga ada di sekitar halaman masjid. Pohon itu sangat indah pada musim semi dengan bunga-bunga yang merah muda bermekaran. Pohon-pohon itu semakin menambah suasana adem Masjid Al Fatah.

Arsitektur masjid yang ramah lingkungan dengan cat putih dan ubin marmer hitam semakin menegaskan suasana sejuk di dalam ruang masjid. Plafon yang tinggi dan ruangan yang luas membuat oksigen berebutan memenuhi ruang dalam masjid. Udara sejuk dan segar membuat kita semakin betah berlama-lama berada di dalam masjid. Suasana tersebut juga membuat ibadah semakin khusyuk.

Foto 2: Penulis bersama Imam Masjid Al Fatah dan teman-teman Indonesia saat Idulfitri

 Ruang masjid Al Fatah terdiri atas tiga lantai dengan satu menara yang menunjukkan ciri khas masjid. Lantai satu merupakan ruang tamu, ruang kantor pengelola masjid, ruang pertemuan, sekaligus ruang acara berbuka bersama selama bulan Ramadan. Ruang itu kadang-kadang juga dijadikan untuk menuntun para mualaf mengucapkan dua kalimat syahadat, atau dijadikan ruang jamuan untuk pernikahan muslim Korea. Lantai satu juga dilengkapi dengan ruang khusus untuk perempuan dan juga lapangan parkir yang cukup luas di halaman depan masjid.

Lantai dua masjid bisa disebut sebagai ruang utama karena lantai dua digunakan khusus untuk ibadah para lelaki, seperti salat lima waktu, salat Jumat, salat Tarawih, dan juga salat Idulfitri. Lantai dua dicat dengan warna putih. Langit-langitnya penuh dengan ukiran kaligrafi berbahasa Arab. Beberapa lampu dengan cahaya redup terpasang di langit-langit dan di dinding-dinding. Cahaya lampu tersebut membuat suasana di dalam ruang masjid semakin syahdu.

Lantai tiga Masjid Al Fatah merupakan ruang khusus untuk salat bagi perempuan dan anak-anak. Di lantai tiga ini terdapat beberapa mukena dan juga Al Quran yang dapat digunakan oleh siapa saja yang ingin beribadah dan membaca di sana. Kita juga dapat menyaksikan seluruh ruang lantai dua yang terdapat satu mimbar untuk imam masjid dan juga langit-langit yang penuh kaligrafi dari lantai tiga ini.

Masjid Al Fatah terletak di daerah Namsan-ro, Distrik Geumjeong, Kota Busan, Korea Selatan. Untuk sampai di masjid ini, kita bisa naik subway atau kereta bawah tanah. Kereta bawah tanah menuju masjid ini berada pada line oranye atau line 1. Kita bisa berhenti di Stasiun Dusil Nomor 131. Dari sana kita bisa jalan kaki sekitar lebih kurang 500 meter untuk sampai di masjid. Masjid yang berada di antara gereja dan kuil Buddha tersebut, juga dilengkapi oleh dua restoran makanan halal, yaitu Restoran Turki dan Maroko. Begitulah kisah Masjid Al Fatah menjadi tempat berkumpul umat muslim yang ada di Kota Busan setiap tahunnya, seperti halnya masjid-masjid lain yang menjadi tempat berkumpul umat muslim yang mulai menggeliat di Korea Selatan.

Sebagai salah seorang perantau, saya merasa beruntung pernah merasakan pengalaman Hari Raya Idulfitri di masjid itu. Saya tidak merasa kesepian karena jauh dari keluarga berkat kehangatan persaudaraan sesama muslim di Masjid Al Fatah. Masjid itu juga tempat terbaik untuk beribadah tanpa perlu was-was difoto-foto atau dicolek, seperti saat salat di stasiun kereta bawah tanah atau di tempat-tempat publik lainnya di Korea Selatan karena Islam masih cukup asing di sana.

Tags: #Elly Delfia
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Catat! Berikut 14 Titik Parkir Resmi Kota Bukittinggi Selama Libur Idulfitri

Berita Sesudah

Sambut Idulfitri 1445 Hijriah, Ade Sudarman: Momentum Pererat Persaudaraan Antarumat Islam

Berita Terkait

Lele Raksasa (Foto: Ist)

Pria ini Taklukan Lele Raksasa Ukurannya Nyaris Tiga Meter

Senin, 18/8/25 | 06:10 WIB

Lele Raksasa (Foto: Ist) Jakarta, Scientia.id - Seorang pemancing asal Republik Ceko kembali mengukir prestasi luar biasa di dunia perikanan....

Misteri Gunung Padang: Diduga Lebih Tua dari Piramida Giza

Misteri Gunung Padang: Diduga Lebih Tua dari Piramida Giza

Senin, 11/8/25 | 09:57 WIB

Jakarta, Scientia.id - Situs prasejarah Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, kembali jadi sorotan setelah tim kajian menduga usianya...

Cap d’Agde: Desa Wajib Tanpa Busana di Prancis yang Ramai Dikunjungi Naturis

Cap d’Agde: Desa Wajib Tanpa Busana di Prancis yang Ramai Dikunjungi Naturis

Jumat, 08/8/25 | 06:12 WIB

Scientia.id - Terletak di selatan Prancis, Cap d’Agde dikenal sebagai desa naturis terbesar di dunia. Destinasi ini mewajibkan semua pengunjung...

Foto Zlatan Ibrahimovic di Bali Viral di Media Sosial

Foto Zlatan Ibrahimovic di Bali Viral di Media Sosial

Sabtu, 02/8/25 | 08:34 WIB

Jakarta, Scientia.id - Unggahan Zlatan Ibrahimovic di Bali mendadak viral setelah sang legenda sepakbola dunia membagikan tiga foto dirinya berendam...

Wow! Batu Pengganjal Pintu ini Nilainya Rp19,2 Miliar

Wow! Batu Pengganjal Pintu ini Nilainya Rp19,2 Miliar

Senin, 28/7/25 | 18:03 WIB

Jakarta, Scientia.id - Siapa sangka benda sederhana yang diwariskan orang tua bisa jadi harta karun. Kisah ini datang dari Rumania,...

Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

Jumat, 13/6/25 | 21:47 WIB

Bubur Kirai, makanan khas tradisional Muaro Bungo yang ada sejak zaman dahulu (Foto: Rahma Yani) Jambi, Scientia.id - Mungkin sebagian...

Berita Sesudah

Sambut Idulfitri 1445 Hijriah, Ade Sudarman: Momentum Pererat Persaudaraan Antarumat Islam

Discussion about this post

POPULER

  • Aduh! Maarten Paes Cedera, Absen Bela Timnas Indonesia 6-8 Minggu

    Aduh! Maarten Paes Cedera, Absen Bela Timnas Indonesia 6-8 Minggu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbar Raih Penghargaan Nasional Perhutanan Sosial 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PCNU Dharmasraya Gelar Konfercab ke-V

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duka Kecelakaan Kereta di Padang: Wagub Sumbar Desak Perbaikan Sistem Keselamatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ormas dan OKP Tak Dilibatkan dalam Kebijakan Pemkab, Sekretaris KNPI Dharmasraya: Bentuk Keangkuhan Bupati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • IPNU-IPPNU Pesisir Selatan Cetak Pemimpin Baru, Teguhkan Semangat Kaderisasi Pelajar NU

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024