Apa perbedaan antara kata bilangan, angka, dan nomor? Tiga kata ini sangat sering terdengar di dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaannya pun muncul dalam berbagai konteks tuturan. Ada yang digunakan sebagai urutan, jumlah, idiom, dan juga berbagai hal. Oleh karena itu, dalam edisi Klinik Bahasa Scientia kali ini, penulis akan memaparkan berbagai konteks yang berkaitan dengan bilangan, angka, dan nomor.
Perbedaan Kata Bilangan, Angka, dan Nomor
Kata bilangan, angka, dan nomor adalah kata yang bersinonim karena penggunaannya dianggap hampir sama. Bahkan, masih banyak pengguna bahasa Indonesia yang tidak mengetahui perbedaan tiga istilah tersebut. Untuk mengetahui maknanya, kita akan mengecek makna dari kata-kta tersebut berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Pertama, kata bilangan. Kata bilangan memiliki makna:
- n banyaknya benda dan sebagainya; jumlah
- n satuan jumlah
- n Mat satuan dalam sistem matematis yang abstrak dan dapat diunitkan, ditambah, atau dikalikan
- n golongan (lingkungan)
- n cak lingkungan daerah
- n cak ramalan untung malang, baik buruk, dan sebagainya
- n cak nasib dan sebagainya yang telah tertentu; takdir
- n cak ide yang bersifat abstrak yang bukan simbol atau lambang, yang memberikan keterangan mengenai banyaknya anggota himpunan
Kedua, kata angka. Kata angka memiliki makna:
- n tanda atau lambang sebagai pengganti bilangan; nomor
- n nilai (kepandaian, prestasi, dan sebagainya)
Ketiga, kata nomor. Kata nomor memiliki makna:
- nangka sebagai tanda atau lambang bilangan
- n angka yang menunjukkan kedudukan dalam urutan, kumpulan, dan sebagainya
- n jenis lomba
Dari keterangan makna yang tertulis di KBBI, kita bisa menarik kesimpulan perbedaan antara kata bilangan, angka, dan nomor. Di dalam bahasa Indonesia, kita mengenal istilah nol, satu, dua, tiga, dan seterusnya. Dalam hal ini, kita cukup berada dalam pemahaman “jumlahnya”, bukan tulisan atau lambangnya. Ketika ada frasa dua buah buku, maka dalam pemahaman otak kita, kita mengetahui bahwa jumlah buku itu ada dua (dalam artian jumlah). Inilah yang disebut sebagai bilangan. Kita memahami bilangan sebagai istilah untuk makna dari jumlah nol, satu, dua, tiga, dan seterusnya. Kemudian, istilah itu dilambangkan dengan huruf n, o, l, menjadi kata nol dengan simbol o. Kita kemudian mengenal kata atau simbol dari nol (0), satu (1), dua (2), tiga (3), empat (4), dan seterusnya. Inilah yang disebut sebagai angka. Oleh sebab itu kita, ada istilah angka latin dengan bentuk 1, 2, 3, 4, dan seterusnya, angka romawi dengan bentuk I, II, III, IV, dan seterusnya. Lalu, bagaimana dengan nomor? Kata nomor sangat erat kaitannya dengan urutan. Ketika membaca urutan, angka-angka tersebut disandingkan dengan kata nomor, seperti nomor satu, nomor, dua, nomor tiga, dan seterusnya. Setelah memahami tiga istilah ini, kita akan masuk ke pembahasan selanjutnya, ketika bilangan memunculkan berbagai konteks, baik yang digabung dengan imbuhan, maupun yang tidak.
Bilangan dan Awalan se-
Imbuhan pertama yang akan kita bahasa adalah awalan se-. Awalan ini erat kaitannya dengan bilangan. Salah satu makna awalan se- adalah “berjumlah satu”. Makna ini sering ditemukan dalam kata sebuah, seekor, seorang¸dan berbagai kata bantu bilangan lainnya. Maknanya adalah “berjumlah satu”, seperti sebuah bola, seekor sapi, dan seorang penyanyi. Awalan se- ini juga bisa dikaitkan dengan waktu (masih dengan makna “satu”), seperti sehari, seminggu, sebulan, dan setahun. Selain itu, awalan se- juga terlihat sebagai pengganti kata satu dalam jumlah yang melewati bilangan satuan, yaitu sepuluh, sebelas, seratus, seribu, seratus ribu, sejuta, dan sebagainya. Untuk hal ini, masyarakat Indonesia sering mendengar idiom “Dai Sejuta Umat” yang bermakna bahwa dai (pendakwah) tersebut memiliki banyak pendengar (hampir keseluruhan masyarakat Indonesia) saat beliau berdakwah. Akan tetapi, secara tata bahasa, istilah sejuta umat ini memiliki jumlah bilangan yang terbatas, yaitu hanya “satu juta umat”. Istilah ini bisa diganti dengan frasa berjuta umat untuk jumlah bilangan yang lebih besar. Awalan ber- pada frasa berjuta umat bermakna “memiliki jutaan umat (dari sejuta sampai ratusan juta, tidak hanya satu juta). Dari penjelasan ini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa perbedaan imbuhan bisa memberikan perbedaan makna. Oleh sebab itu, kita akan masuk ke pembahasan selanjutnya, yaitu awalan ber-.
Bilangan dan Awalan ber-
Salah satu makna awalan ber- telah diuraikan sedikit di pembahasan sebelumnya, yaitu “memiliki”. Awalan ber- memiliki banyak makna. Jika dikaitkan dengan bilangan, awalan ber- memiliki makna “jumlah orang yang bersama-sama”. Di dalam bahasa Indonesia, kita mengenal berbagai pronomina, baik pronomina tunggal, maupun pronomina jamak. Pronomina tunggal adalah saya, aku, anda, kamu, dia, dan beliau. Pronomina jamak adalah kita, kami, mereka, dan anda sekalian (kalian). Jumlah orang yang disebutkan dalam pronomina jamak selalu lebih dari satu orang dengan batas yang tidak menentu. Ketika ada kalimat “Mereka akan pergi ke Malaysia” kita memahami bahwa pelaku dalam kalimat tersebut lebih dari satu orang karena menggunakan pronomina mereka. Akan tetapi, untuk membuat informasinya lebih spesifik dengan jumlah orang, kita bisa menggunakan awalan ber-, dengan contoh:
- Mereka bertigaakan pergi ke Malaysia.
- Kami berduaadalah orang Indonesia.
- Di dalam kelas ini, hanya ada kita berlima.
- Buku-buku ini untuk kalian berdua.
Adanya awalan ber- di awal bilangan tersebut, semakin menambah informasi yang lebih detail. Oleh karena jumlah bilangan ini untuk pronomina jamak, maka tidak berlaku untuk bilangan satu. Jika bilangan satu ditambah dengan awalan ber-, maknanya akan berbeda. Kata bersatu memiliki makna “bergabung menjadi satu” dengan contoh kalimat “Akhirnya, Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu kembali pada tahun 1990”. Kata yang tepat untuk menyatakan situasi hanya satu orang adalah sendiri.
Bilangan dan Imbuhan me-kan
Selain awalan se- dan ber-, kata bilangan juga bisa digabungkan dengan imbuhan me-kan. Akan tetapi, jumlah bilangan yang bisa digabung dengan imbuhan ini hanya satu dan dua. Bilangan satu ditambah dengan alomorf meny-kan menjadi menyatukan, sedangkan bilangan dua ditambah dengan alomorf men-kan menjadi menduakan. Kata menyatukan memiliki makna “menjadikan satu; mengumpulkan, memusatkan (mengarahkan) kepada satu tujuan”, kata menduakan memiliki makna “menjadikan atau menganggap dua”. Contoh-contoh kalimat dari kata menyatukan dan menduakan sebagai berikut:
- Saya harus bisa menyatukanayah dan ibu saya kembali.
- Ketua organisasi itu berhasil menyatukanseluruh anggota yang sudah menghilang.
- Saya akan membencinya, jika dia menduakancinta saya.
- Betapa beraninya laki-laki itu menduakanadik saya.
Kata Bilangan, Nomor, dan Awalan ke-
Setelah membahas bilangan dengan imbuhan se-, ber-, dan me-kan, kita beralih ke awalan ke-. Awalan ke- bisa digunakan untuk semua bilangan. Dalam hal ini, kita lebih tepat menyebutnya sebagai nomor karena sudah berkaitan dengan urutan. Ada dua cara menulis nomor yang digabung dengan awalan ke-. Pertama, awalan ke- dengan nomor yang ditulis dalam bentuk huruf. Kedua, awalan ke- dengan nomor yang ditulis dalam lambang angka. Jika sesama huruf, kita bisa langsung menggabungkannya, seperti kesatu, kedua, ketiga, keempat, kelima, dan keenam. Jika awalan ke- digabung dengan lambang angka, kita membutuhkan tanda hubung (-). Hal ini disebabkan oleh huruf dan lambang angka bukanlah jenis yang sama. Ini adalah contoh cara menulisnya: ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, dan seterusnya. Awalan ke- yang digabungkan dengan bilangan, akan memberi makna urutan nomor. Berikut ini adalah contoh-contoh kalimatnya: “Dia adalah anak kedua di keluarganya” atau “Dia adalah anak ke-2 di keluarganya”. Akan tetapi, bilangan yang digabung dengan awalan ke- ternyata memiliki makna yang sangat luas ketika juga diikuti dengan partikel –nya. Dengan demikian, kita akan masuk ke pembahasan selanjutnya.
Kata Bilangan, Awalan ke-, dan Partikel –nya
Kata bilangan dengan awalan ke- dan diikuti oleh nomina atau pronomina lain tidak lagi bermakna “urutan”, tetapi bermakna “semuanya (tergantung jumlah bilangannya)”. Kita bisa mengamati konteksnya dari contoh-contoh berikut: “Saya memiliki dua orang sahabat yang sangat baik. Kedua sahabat saya itu selalu memperlakukan saya dengan baik.” Di dalam dua kalimat ini terdapat kata dua dan frasa kedua sahabat saya itu. Apa perbedaannya? Kata dua di dalam kalimat pertama bermakna “jumlah keberadaan (ada dua orang)”, sedangkan frasa kedua sahabat saya itu bermakna “semuanya (tergantung jumlah bilangannya)”. Artinya, ada dua sahabat yang “semuanya” baik. Frasa kedua sahabat saya itu bisa diganti dengan kata keduanya. Partikel -nya pada konteks ini sebagai kata pengganti untuk sahabat saya itu atau informasi yang sudah disebutkan sebelumnya. Berikut ini adalah contoh perubahannya:
- Saya memiliki duaorang sahabat yang sangat baik. Kedua sahabat saya itu selalu memperlakukan saya dengan baik.
- Saya memiliki dua orang sahabat yang sangat baik. Keduanyaselalu memperlakukan saya dengan baik.
Partikel –nya pada kalimat kedua memberi makna “semuanya” yang bergantung pada jumlah bilangannya. Kita bisa mengganti contoh lainnya sebagai berikut:
- Saya memiliki lima pasang sepatu. Kelima sepatu itusaya beli di Bandung.
Saya memiliki lima pasang sepatu. Kelimanya saya beli di Bandung.
- Di rumah saya, ada tigabuah lemari. Ketiga lemari itu berwarna cokelat.
Di rumah saya, ada tiga buah lemari. Ketiganya berwarna cokelat.
Kata bilangan yang diapit dengan ke-nya memiliki makna “semuanya”. Lalu, bagaimana jika tidak semuanya? Kita bisa menggunakan frasa salah satu (untuk bilangan satu) dan frasa di antaranya (untuk bilangan yang lebih dari satu). Kita bisa melihat contoh berikut ini:
- Saya memiliki empatbuah tas. Dua di antaranya saya beli di Medan.
- Di dalam grup ini ada lima belas Lima di antaranyaadalah orang Korea.
- Dua di antara lima pasang sepatu ini buatan asli Indonesia.
- Saya memiliki limapasang sepatu. Salah satunya adalah kado dari ayah saya.
Bentuk lain dari konteks ini bisa digunakan dengan ekspresi yang berbeda, yaitu kata ulang yang diakhiri oleh partikel –nya. Pada ekspresi ini, kita tidak lagi menggunakan awalan ke-. Berikut ini adalah contoh kalimatnya:
- Saya memiliki lima pasang sepatu. Lima-limanyasaya beli di Bandung.
- Di rumah saya, ada tiga buah lemari. Tiga-tiganyaberwarna cokelat.
Pada penggabungan bilangan dengan awalan ke- dan partikel -nya, kita tidak bisa menggunakan bilangan satu. Pengguna bahasa Indonesia tidak menggunakan istilah kesatunya. Akan tetapi, ada istilah satu-satunya yang bermakna “hanya satu, tiada yang lain”. Berbagai ekspresi ini akan memiliki makna yang berbeda lagi jika kita menghilangkan partikel -nya. Makna yang kemudian muncul adalah “per” atau “demi”. Untuk lebih lanjutnya, kita bisa masuk ke pembahasan berikut, yaitu kata bilangan dalam bentuk kata ulang.
Kata Bilangan dalam Bentuk Kata Ulang
Seperti yang telah diuraikan di paragraf sebelumnya, kata ulang yang dilekatkan pada kata bilangan akan memiliki makna “per” atau “demi”. Akhir-akhir ini, dunia musik Indonesia tengah dihiasi lagu dari penyanyi Idgitaf yang berjudul “Satu-Satu”. Bagian lirik yang berkaitan dengan judul ini adalah, “Duniaku pernah hancur. Rangkai lagi satu-satu”. Makna satu-satu dalam bagian lirik ini adalah “satu per satu” atau “satu demi satu”. Berikut ini adalah contoh lainnya:
- Maaf, pintu gerbangnya kecil. Kalian bisa masuk dua-dua.
- Silakan ambil berbagai camilan ini. Setiap anak mendapatkan tiga-tiga.
Kata Bilangan dan Akhiran -an
Pembahasan terakhir dari kata bilangan ini adalah akhiran –an. Kata bilangan sangat sering digabungkan dengan akhiran –an. Makna kata bilangan dengan akhiran –an adalah “kira-kira”, “antara”, atau “kisaran”. Cara penulisannya sama dengan awalan ke-. Jika kita menggabungan bilangan dalam bentuk huruf dengan akhiran –an, kita bisa langsung menulisnya. Akan tetapi, jika kita menggabungkan kata bilangan dalam bentuk lambang angka, kita memerlukan tanda hubung (-). Berikut ini adalah contoh penggunaannya:
- Saya pikir, ada dua puluhan kursi di kelas itu.
Saya pikir, ada 20-an kursi di kelas itu.
- Sepertinya, ada lima ratusanpeserta yang akan mengikuti seminar itu.
Sepertinya, ada 500-an peserta yang akan mengikuti seminar itu.
- Mungkin, mereka semua kelahiran 1990-an.
- Ada ribuanorang yang menyaksikan festival kembang api tersebut.
Dalam konteks ini, kita perlu berhati-hati dengan kata bilangan yang bermakna “se-”. Kita perlu membedakan antara seratusan dengan ratusan, seribuan dengan ribuan, dan sebagainya. Kata-kata tersebut memiliki kisaran atau rentang yang berbeda. Kata seratusan memiliki rentang dari 100 sampai 199 (masih dalam jangkauan 100 atau seratus. Jika jumlahnya sudah 200, tidak bisa lagi disebut seratusan). Berbeda dengan itu, kata ratusan memiliki rentang 100 sampai 999 (semua yang bisa disebut ratus). Begitu juga dengan ribuan, jutaan, miliaran, dan triliunan.
Kita bisa menilik kembali tuturan “Dai sejuta umat” yang jumlahnya terbatas karena hanya 1.000.000. Kita bisa menggantinya dengan “Dai berjuta umat” atau “Dai jutaan umat” yang cakupannya lebih luas, melebihi satu juta atau 1.000.000.
Inilah berbagai konteks bahasa yang berkaitan dengan kata bilangan, nomor, dan angka. Sangat banyak kerumitan dan konteks yang tercipta dari bilangan-bilangan ini. Semoga uraian ini bisa membantu pembaca untuk memahami berbagai istilah tentang bilangan, angka, dan nomor.
Discussion about this post