Sabtu, 13/12/25 | 04:24 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KLINIK BAHASA

Menyusuri Makna Frasa Negasi “Tidak Tahu-Menahu”

Minggu, 30/7/23 | 15:28 WIB
Oleh: Elly Delfia (Dosen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)

Pada suatu kesempatan, salah seorang pejabat yang disebut-sebut terlibat kasus korupsi dana BTS 4G diwawancarai oleh wartawan sebuah stasiun televisi. Ia ditanyai tentang aliran dana miliaran rupiah dari proyek Base Transceiver Station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Pejabat itu menjawab,“Saya tidak tahu-menahu soal aliran dana itu.” Mendengar jawaban sang pejabat, wartawan kembali bertanya, “Tapi nama Bapak disebut-sebut sebagai salah satu penerima. Bagaimana tanggapan Bapak?” Tanpa menggubris pertanyaan wartawan lagi, sang pejabat bergegas pergi.

Menyaksikan dialog di televisi itu, insting kebahasaan saya langsung tanggap pada frasa tidak tahu-menahu yang digunakan pejabat itu.  Frasa tersebut merupakan frasa berbentuk negasi. Negasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pernyataan yang berisi penyangkalan, peniadaan: kata sangkalan, misalnya tidak, bukan. Bentuk negasi  terdiri atas bentuk kata dasar yang bermakna negatif, penyangkalan, peniadaan, dan pengingkaran terhadap kalimat-kalimat positif atau kalimat afirmatif tentang suatu fakta atau peristiwa. Frasa ataupun kata negasi yang digunakan dalam sebuah kalimat menunjukkan proses mental seorang penutur bahasa yang berusaha melakukan penyangkalan atau penolakan terhadap suatu kenyataan yang tampak atau terlihat di mata publik, seperti yang saya lihat dalam dialog di televisi itu.

Kata negasi dalam bahasa Indonesia ada empat , yaitu tidak,  bukan, jangan, dan belum. Penggunaan kata negasi dalam kalimat dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

  1. Putri tidak tahu tentang kasus korupsi miliaran rupiah itu.
  2. Pak Rudi bukan dosen Universitas Andalas.
  3. Jangan kirimkan uang untuk saya.
  4. Ayah belum pulang sejak kemarin pagi.

Jika diubah ke dalam bentuk kalimat positif atau kalimat afirmatif, kalimat negasi di atas akan berubah menjadi sebagai berikut:

BACAJUGA

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Literasi Semiotika dan Hermeneutika untuk Bencana

Senin, 08/12/25 | 07:55 WIB
Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Perkembangan Kosakata di Era Komunikasi Digital

Minggu, 16/11/25 | 07:55 WIB
  1. Putri tahu tentang kasus korupsi miliaran rupiah itu.
  2. Pak Rudi dosen Universitas Andalas.
  3. Kirimkan uang untuk saya.
  4. Ayah sudah pulang sejak kemarin pagi.

Istilah negasi tidak hanya digunakan dalam bidang ilmu bahasa, tetapi juga digunakan dalam bidang matematika, filsafat, ilmu sosial, wacana, dan lain-lain. Dalam bidang ilmu bahasa, negasi biasanya digunakan untuk materi logika yang dikenal dengan istilah silogisme. Silogisme adalah penarikan kesimpulan secara deduktif. Istilah ini diperkenalkan oleh filsuf Aristoteles sebagai materi Logika dalam bidang ilmu filsafat yang kemudian menjadi bagian dari materi pengajaran dalam bidang ilmu bahasa. Contoh negasi dapat dilihat dalam silogisme hipotetik (silogisme pernyataan bersyarat) berikut ini :

Premis Mayor          : Adik tidak pergi ke sekolah jika hari hujan.
Pernyataan Minor    : Hari tidak hujan
Kesimpulan              : Adik pergi ke sekolah.

Silogisme hipotetik di atas merupakan pernyataan yang berisi ingkaran bersyarat yang ditandai oleh penggunaan kata tidak sebagai penanda negasi dan jika sebagai penanda implikasi/bersyarat.

Kembali kepada frasa negasi tidak tahu-menahu yang diucapkan pejabat di bagian awal. Frasa tersebut merupakan bentuk negasi berjenis verba negasi yang mengalami pengulangan (reduplikasi) dari bentuk dasarnya, yaitu kata tahu. Frasa tersebut bermakna penyangkalan terhadap kasus korupsi yang disebut melibatkan nama pejabat yang bersangkutan. Jawaban tidak-menahu mencerminkan keadaan mentalnya yang menyangkal, menolak, dan sekaligus memproteksi diri terhadap bahaya atau tuduhan korupsi dana BTS yang berjumlah miliaran rupiah. Arti frasa tersebut dapat kita susuri melalui arti kata tahu-menahu dalam KBBI yang diartikan sebagai ‘mengetahui sesuatu hal’. Jadi, tidak tahu menahu berarti ‘tidak mengetahui sama sekali sesuatu hal atau topik yang ditanyakan kepadanya’. Frasa tidak tahu-menahu juga memiliki arti ‘tidak peduli sama sekali tentang topik yang ditanyakan’. Secara logika, jawaban berupa frasa negasi tidak tahu menahu yang disampaikan pejabat tersebut pada wartawan merupakan upaya melindungi diri terhadap serangan dari luar dan upaya meyakinkan orang lain bahwa ia benar-benar tidak terlibat dalam kasus yang disebutkan.

Bentuk negasi bisa saja memiliki beragam makna saat bergabung dengan kata dasar, tetapi maknanya secara umum adalah penyangkalan atau pengingkaran yang mengacu pada kata dasar yang dilekatinya. Penggunaan bentuk negasi pada frasa tidak tahu-menahu seperti contoh di atas merupakan salah satu strategi atau upaya subjek/pelaku/penutur bahasa untuk melindungi diri mereka dari bahaya. Demikian penjelasan tentang frasa tidak tahu-menahu sebagai bagian dari penggunaan bentuk negasi dalam bahasa Indonesia.

Tags: #Elly Delfia
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Princess Mononoke: Feminitas yang Liar dan Ganas

Berita Sesudah

Beberapa yang Istimewa di Yogyakarta

Berita Terkait

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Literasi Semiotika dan Hermeneutika untuk Bencana

Senin, 08/12/25 | 07:55 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik Universitas Andalas) Alam adalah ibu. Bila kau menyakitinya, engkau akan...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Bahasa Indonesia itu Mudah atau Sulit?

Minggu, 30/11/25 | 12:42 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies Korea Selatan) Apakah bahasa Indonesia itu sulit? Atau...

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Bahasa AI dan Curahan Hati Gen Z

Minggu, 23/11/25 | 06:43 WIB

Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Doktor Linguistik dan Dosen Prodi S2 Linguistik Universitas Andalas)  Ada yang menarik dari kehadiran AI...

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Perkembangan Kosakata di Era Komunikasi Digital

Minggu, 16/11/25 | 07:55 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik FIB Universitas Andalas) Sebuah kosakata, frasa, atau istilah muncul karena...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Kalimat Perintah di dalam Bahasa Indonesia

Minggu, 02/11/25 | 16:55 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan) Setiap bahasa memiliki berbagai ekspresi komunikasi,...

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Surat-Menyurat

Senin, 27/10/25 | 07:19 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik FIB Universitas Andalas)  Ketika seseorang diminta menulis...

Berita Sesudah

Beberapa yang Istimewa di Yogyakarta

Discussion about this post

POPULER

  • Tim Lupak Satresnarkoba Polres Dharmasraya Ringkus Dua Pengedar Ganja di Jalan Lintas Sumatra Gunung Medan

    Tim Lupak Satresnarkoba Polres Dharmasraya Ringkus Dua Pengedar Ganja di Jalan Lintas Sumatra Gunung Medan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bupati JFP dan Wabup Candra Apresiasi Aksi Cepat IMLG-RTIK Sumbar Bantu Korban Bencana

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Walhi Sumbar Kritik Keras Pernyataan Gubernur: Pemprov dan KLHK “State Actors” Utama Bencana Ekologis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kejaksaan Dharmasraya Tetapkan Satu Tersangka Korupsi BKD, Rugikan Negara Rp589 Juta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Analisis Unsur Intrinsik Naskah Drama “Orang-Orang di Tikungan Jalan” Karya Rendra

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Walikota Padang Terima Kunjungan Wakil Duta Besar UEA

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024