Oleh : Hamda Afsuri Saimar
(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas)
Frasa Indonesia bebas korupsi hanya sebatas angan-angan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lahir sebagai hasil dari reformasi yang diakibatkan oleh tingginya kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) pada masa Orba dengan mengemban tujuan untuk meningkatkan hasil dan daya guna dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi (secara khusus).
Sebagai lembaga Independen, memberikan kekuatan dan landasan bagi KPK untuk bertindak tanpa keberpihakan. Sehingga dengan Independensi yang dimiliki diharapkan untuk tidak ada pihak lain yang akan mencampuri urusan KPK.
Namun, permasalahan demi permasalahan kerap muncul menyerang KPK sebagai lembaga yang independen yaitu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak seluruh permohonan uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang diajukan oleh mantan pimpinan KPK.
Setidaknya, ada tiga kerugian yang dialami yaitu pemangkasan kewenangan, bisa dilihat dari perubahan yang terjadi pada pasal 21 ayat (4) dan pasal 6 UU KPK yang lama, dalam UU yang baru terjadinya pemangkasan kewenangan pimpinan KPK dan dilakukan pengalihan kewenangan tersebut pada Dewan Pengawas sebagai produk baru yang dihasilkan oleh undang-undang ini sehingga hal tersebut ditakutkan akan beresiko menyimpang dari tindakan-tindakan yang pro justice.
Selanjutnya, kewenangan untuk menggeledah dan menyita juga harus melalui dewan pengawas. Dewan pengawas diambil dari lima anggota yang berasal dari lima orang pilihan DPR dan atas usulan DPR. Dalam hal ini, KPK ditakutkan akan rentan dimasuki dan dipengaruhi oleh orang-orang dari partai politik yang membawa berbagai kepentingan sehingga berpotensi untuk mengenyampingkan kepentingan masyarakat umum.
KPK juga hanya boleh mengambil alih penyidikan kasus korupsi yang ditangani oleh polisi dan jaksa. Proses penuntutan perkara korupsi yang dilakukan mesti berkoordinasi dengan kejaksaan agung, sehingga KPK tak lagi independen dalam menjalankan fungsinya.
Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 24 UU KPK akan berimbas kepada semakin berkurangnya independensi KPK sebagai lembaga pemberantasan pidana korupsi. Karena dalam pasal ini, yang menetapkan status kepegawaian KPK haruslah Aparatur Sipil Negara (ASN). Selanjutnya, dalam pengalihan status tersebut diduga telah mendepak 75 pegawai dikarenakan tidak lolos tes wawancara kebangsaan. Secara sederhana, pengalihan status dalam kepegawaian akan berdampak pada semakin terbunuhnya karakter KPK sebagai lembaga pemberantasan tindak pidana korupsi yang independen.
Pelemahan KPK tidak hanya terbatas pada sektor draft undang-undang, tetapi lebih dari pada itu, adanya cara lain yang dilakukan oleh pihak-pihak yang merasa terganggu kepentingannya dengan cara menyerang para penyidik KPK, seperti misalnya kasus penyiraman air keras pada Novel Baswedan. Dan penyerangan terhadap pegiat anti korupsi bukan merupakan hal baru bagi negara Indonesia, pasalnya menurut data yang disampaikan oleh ICW bahwa terdapat 115 kasus penyerangan sejak tahun 1966.
Dari banyaknya usaha-usaha pelemahan KPK dari berbagai bidang berimbas pada semakin turunnya kualitas Indonesia dalam hal penanganan kasus korupsi. Dan data yang disampaikan oleh Transparency International Indonesia (TII) bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 berada di skor 37. Turun sebanyak tiga poin dari tahun sebelumnya. Sehingga mengantarkan Indonesia di peringkat 102 dari 180 negara yang dilibatkan.
Bahkan, pada level ASEAN pun, Indonesia berada di peringkat lima. Berada di bawah singapura (skor 85), Brunei Darussalam (skor 60), Malaysia (skor 51) dan Timor Leste (skor 40). Dari data tersebut, dapat dipastikan bahwa KPK tengah mengalami kemerosotan kualitas dalam menangani berbagai kasus korupsi yang terjadi.
Kompleksitas masalah yang dihadapi oleh Indonesia, terutama di bidang kasus korupsi melalui usaha pelemahan KPK akan berdampak pada perubahan psikologis hukum masyarakat dalam menilai lembaga aparat penegak hukum. Karena dengan semakin hilangnya independensi pada tubuh KPK, akan berdampak pada krisis kepercayaan oleh masyarakat kepada negara.
Dengan krisis kepercayaan, akan berdampak pada prilaku atau cara bersikap masyarakat dalam menghadapi berbagai persoalan yang terjadi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditakutkan akan menimbulkan sikap acuh tak acuh. Dengan sikap tersebut, akan mempermudah timbulnya kekacauan atau konflik yang terjadi di masyarakat dan berdampak pada semakin terancamnya rasa persatuan dan kesatuan.
Peran Mahasiswa
Untuk mewujudkan Indonesia bebas korupsi, diperlukan adanya aksi dan tidak boleh sebatas pada kata-kata atau ide semata. Oleh sebab itu, peran aktif mahasiswa diperlukan sebagai tonggak terakhir perjuangan. Krisis kepercayaan yang dialami oleh masyarakat saat ini sangat tergantung peran mahasiswa sebagai kaum terpelajar yang memiliki independensi untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Idealisme yang dimiliki oleh mahasiswa memberikan tempat bagi masyarakat untuk menggantungkan harapan untuk bisa merasakan kedamaian dan kesejahteraan yang telah lama ditunggu. Mahasiswa perlu untuk melakukan aksi atau pergerakan demi mewujudkan harapan yang telah ditaruh oleh masyarakat tersebut, seperti melakukan diskusi rutin terkait permasalahan yang tengah terjadi. Selain itu, juga aktif dalam menyusun dan membuat serta membahas kajian terutama dalam bidang korupsi.
Selanjutnya, mahasiswa juga harus memberikan edukasi kepada masyarakat agar lebih paham terkait permasalahan Indonesia saat ini baik itu secara langsung (seperti diskusi publik yang mengikutsertakan masyarakat luas) maupun secara tidak langsung (seperti membagikan hasil kajian yang telah didiskusikan tersebut melalui online atau media massa). Sehingga dengan adanya edukasi yang didapatkan oleh masyarakat mampu menciptakan kebijaksanaan dalam bertindak dalam menghadapi berbagai persoalan.
Jika masayarakat telah mampu untuk bersikap secara cerdas, pola pikir masyarakat akan diperkuat untuk tidak mudah disetir. Frasa kedaulatan berada di tangan rakyat dapat berfungsi secara baik. Selanjutnya, dengan kesadaran dan kemampuan bertindak sebagai pemegang kedaulatan yang sesungguhnya, masyarakat akan mampu mewujudkan Indonesia bebas korupsi.
Discussion about this post