Oleh: Arum Rindu Sekar Kasih
(Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada)
“Masya Allah, tabarakallah. Hari ini, adik bareng mama belanja ke pasar. Alhamdulillah.”
Rasanya tidak asing, kan, membaca takarir gambar atau captions di unggahan media sosial dengan frase masya Allah tabarakallah seperti itu? Dalam konten-konten sharenting orang tua muslim, takarir gambar atau caption tidak jarang diwarnai dengan penggunaan bahasa Arab, baik berupa potongan ayat, doa, maupun frase-frase yang memunculkan nuansa Islami, seperti masya Allah, tabarakallah. Fenomena sharenting atau praktik berbagi aktivitas anak mereka di media sosial cukup marak terjadi. Sharenting merupakan salah satu bentuk baru dari pengasuhan yang muncul seiring dengan berkembangnya penggunaan media sosial (Dwiarsianti, 2022). Para orang tua muslim biasanya menyelipkan bahasa Arab dalam menyusun takarir gambar untuk menyertai unggahan sharenting di akun media sosial mereka. Dalam KBBI, entri takarir gambar berarti ‘keterangan yang biasanya terdiri atas satu atau beberapa kalimat yang menjelaskan isi dan maksud gambar’ (2023).
Selain hanya menampilkan sharenting dalam kehidupan sehari-hari, tujuan lan dari orang tua adalah ingin menunjukkan representasi diri. Praktik sharenting di media sosial menjadi representasi dari identitas orang tua dan mereka merasa berhak memublikasikan aspek kehidupan sehari-hari anak (Blum-Ross & Livingstone, 2017). Dari hal itu, salah satu representasi dan identitas yang dimunculkan para orang tua dalam konten sharenting adalah identitas keagamaan. Salah satu representasi keagamaan yang kemudian berkembang di kalangan masyarakat Indonesia dalam konten sharenting adalah representas keislaman. Hal itu menjadi masuk akal lantaran mayoritas penduduk di Indonesia adalah muslim. Dalam membuat konten sharenting banyak digunakan bahasa Arab yang identik dengan “bahasa milik orang Islam”. Foto atau video anak-anak mereka diunggah, lalu diberi takarir gambar dengan sentuhan bahasa Arab sehingga memperkuat nuansa Islami.
Dalam dunia sharenting Islami, bahasa Arab menjadi elemen penting sehingga keberadaannya tidak dapat terpisahkan. Kemunculan bahasa Arab dalam penyusunan takarir gambar dapat berupa doa ataupun kutipan ayat dari Alquran, misalnya orang tua mengunggah foto anak mereka yang diiringi tulisan takarir gambar berikut.
(1) Alhamdulillah, allahu akbar. Di ulang tahun ke-7 ini, semoga kamu jadi anak soleh selalu, ya, Nak.
Konteks contoh (1) di atas adalah unggahan orang tua berupa foto anak yang tengah merayakan ulang tahun. Takarir gambar berupa harapan atau doa semacam itu dan ditambah dengan frase bahasa Arab mampu memberikan sentuhan religius pada konten yang dibagikan. Selain itu, nama-nama anak yang mengandung unsur bahasa Arab, tidak jarang juga disematkan para orang tua ketika menuliskan takarir gambar, seperti contoh berikut.
(2) Barakallah, Rayhan soleh sedang belajar naik sepeda atau
(3) Masya Allah, Aisyah putri cantik kami sekarang sudah bisa merangkak.
Pada contoh (2) di atas, ada kebanggaan tersendiri dari para orang tua ketika menyelipkan nama anak mereka dalam takarir gambar berupa doa atau ungkapan syukur. Konteks dari contoh (2) itu adalah unggahan foto anak bernama Rayhan yang sedang belajar naik sepeda. Lalu, untuk contoh (3) konteksnya adalah foto seorang bayi perempuan bernama Aisyah yang sedang dalam fase merangkak. Kebetulan nama anaknya juga bernuansa kearab-araban sehingga semakin memperkuat identitas keislaman konten sharenting itu.
Penggunaan bahasa Arab dalam sharenting Islami tentu memiliki misi tertentu. Misi ini berkaitan erat dengan fungsi ketika digunakan dalam penyusunan takarir gambar. Masya Allah tabarakallah cukup sering digunakan oleh para orang tua muslim dalam menyusun takarir gambar. Dalam KBBI, masya Allah berarti ‘kata seru untuk menyatakan perasaan heran, sayang, dan keterkejutan (maknanya ‘apa yang dikehendaki Allah Swt.’). Para orang tua muslim memanfaatkan bahasa Arab sebagai simbol untuk menunjukkan identitas religius. Kemudian, dengan membagikan konten anak-anak yang sedang belajar salat, mengaji, atau berdoa, secara tidak langsung orang tua menanamkan nilai-nilai keislaman pada anak. Takarir gambar doa yang ditulis para orang tua muslim menjadi sebuah keyakinan tersendiri dan wujud harapan untuk kebaikan anak-anak.
Dari hal itu, tampak bahasa Arab memainkan peran penting dalam sharenting Islami, baik sebagai representasi suatu identitas, media mendidik anak, maupun media spiritual. Kutipan doa dan ayat suci Alquran dalam takarir gambar mewujudkan jalinan atau koneksi dengan masyarakat muslim yang lebih luas. Meskipun begitu, para orang perlu memperhatikan penggunaan bahasa Arab secara bijak sehingga konten sharenting yang dibuat tidak hanya menjadi sebuah inspirasi, tetapi juga memberikan pesan dan kesan khusus bagi keluarga muslim di era digital. Masya allah.