Itulah mengapa, sangat berkesan bagi generasi muda ketika mereka mendengar lagu Tulus yang berjudul “Hati-hati di Jalan”. Dalam lirik lagunya, ada sebuah peribahasa yang menggambarkan bagaimana seorang laki-laki dan perempuan seharusnya dapat hidup berdampingan bak asam dan garam yang bertemu di belanga.
Dari belanga, kita akan mengecap banyak makanan yang lezat meskipun bahan makanan berasal dari sumber yang berbeda. Lirik lagu tersebut diambil dari peribahasa garam di laut, asam di gunung, bertemu dalam belanga juga. Artinya, laki-laki dan perempuan kalau jodoh, bertemu juga akhirnya. Namun, lirik lagu Tulus bercerita sebaliknya. Mereka tidak berjodoh sehingga tidak bersatu dalam sebuah ikatan.
Peribahasa tentang jodoh ini juga ada yang lain, yakni bak bertemu ruas dengan buku yang artinya ‘sudah jodohnya (seorang laki-laki dengan perempuan)’. Bagi muda-mudi yang sedang jatuh cinta, peribahasa-peribahasa ini tentunya dapat menjadi doa mereka. Setiap pasangan akan berharap agar mereka kelak akan bersatu dalam ikatan rumah tangga, seperti garam dan asam yang bertemu dalam belanga atau ruas yang bertemu dengan buku.
Dari peribahasa-peribahasa ini, kita dapat belajar bahwa betapa kayanya bahasa Indonesia mencerminkan perempuan Indonesia. Dari peribahasa ini, kita dapat belajar tentang alam, dapat juga belajar tentang kehidupan. Dengan demikian, kamus ternyata tidak selamanya hanya menjadi koleksi kosakata, tetapi ada nilai-nilai kehidupan yang dapat dipelajari di dalamnya.
Discussion about this post