Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Perpindahan alat menulis dari pensil ke pena saat sekolah merupakan hal membahagiakan. Saat sekolah dasar, saya baru boleh menggunakan pena ketika duduk di kelas tiga. Kelas satu hingga dua harus menggunakan pensil.
Hal yang paling ditunggu-tunggu saat naik ke kelas tiga adalah pena. Begitu saya dan teman-teman rasakan waktu itu. Di kelas, kami pun saling memamerkan pena masing-masing.
Salah seorang teman memamerkan penanya yang memiliki empat warna, hitam, merah, biru, dan kuning (kami menyebutnya tinta emas). Bagi kami itu merupakan pena yang paling keren.
Bentuknya lebih besar dari pena kebanyakan yang kami miliki. Wajar saja, pemilik pena itu memang dari keluarga “berada” pula. Tidak heran jika penanya lebih bagus dari kebanyakan yang kami punya.
Ada hal menarik dan filosofis yang saya dapati dari kenangan itu. Tanpa disadari, pensil dan pena berperan dalam proses kreativitas kita. Keduanya menjadi teman dalam menjelajahi dunia kata-kata dan gambar.
Perjalanan dari pensil ke pena menjadi narasi yang menginspirasi tentang ketekunan, eksplorasi, dan transformasi. Pensil dengan kemudahannya untuk dihapus menjadi langkah awal dalam belajar menulis.
Kemampuan dalam menggunakan pensil adalah sebuah keterampilan yang membutuhkan latihan dan kesabaran. Melalui setiap gerakan pensilnya, seorang akan belajar memahami tekanan, arah, dan kecepatan. Ia belajar merangkai huruf menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat bermakna.
Sedangkan pena memiliki ujung yang tajam dan menggunakan tinta. Bagi saya ini merupakan simbol kematangan dan kepercayaan diri dalam menulis. Saat saya pertama kali menulis dengan pena, ada rasa kepercayaan diri dan tanggung jawab yang lebih.
Pena membutuhkan kehati-hatian dan ketelitian dalam setiap gerakannya. Namun, di balik tantangan itu, ada kepuasan yang mendalam ketika setiap kata yang terukir di atas kertas terasa begitu kuat dan berarti.
Perjalanan dari pensil ke pena adalah sebuah transformasi. Itu bukan hanya tentang mengubah alat tulis, tetapi juga tentang mengubah cara kita memandang diri kita sendiri dan karya kita. Dari seorang siswa yang awalnya merasa canggung dengan goyangan pensil di tangannya, menjadi seorang penulis yang percaya diri dengan pena di tangan, itu adalah sebuah prestasi yang luar biasa.
Dalam perjalanan ini, kita belajar bahwa setiap alat tulis memiliki keunikan dan keindahannya sendiri. Pensil mengajarkan kita tentang kesabaran dan ketekunan, sementara pena mengajarkan kita tentang ketelitian dan keberanian. Bersama-sama, mereka membentuk fondasi yang kokoh bagi kreativitas kita.
Discussion about this post