Oleh: Elly Delfia
(Dosen Program Studi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)
Cerita perjalanan saya di Korea Selatan tidak lengkap tanpa membahas salah satu tempat menarik lain di Kota Busan. Tempat itu adalah ASEAN Cultural House atau Rumah Budaya ASEAN yang terletak di daerah Haeundae, tepatnya di 162 Jwadong-ro, Haeundae-gu Busan, Korea Selatan. Rumah budaya ini dibuka setiap pukul 10.00 pagi hingga pukul 19.00 malam setiap harinya. ASEAN Cultural House merupakan satu-satunya rumah budaya ASEAN yang berada di luar negara ASEAN. Tempat ini didirikan pada tanggal 1 September 2017.
Tujuan pendirian rumah budaya ASEAN adalah untuk memfasilitasi hubungan kerja sama negara Korea Selatan dengan negara-negara ASEAN, seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Kamboja, Myanmar, Vietnam, Laos, dan lainnya. Tempat ini tidak hanya memfasilitasi hubungan kerja sama negara Korea Selatan dengan negara-negara ASEAN, tetapi juga memfasilitasi hubungan personal masyarakat ASEAN yang ada di Korea Selatan. Di rumah budaya ASEAN ini, diadakan berbagai macam kegiatan yang dapat mempertemukan warga negara-negara ASEAN. Acara-acara itu dapat mempererat hubungan silaturahmi di antara mereka.
Masyarakat ASEAN cukup banyak berdomisili di Korea Selatan. Mereka menggeluti berbagai macam profesi. Ada yang berstatus sebagai mahasiswa yang tersebar di berbagai kampus di Korea Selatan, ada yang bekerja di perusahaan-perusahaan Korea Selatan, ada juga yang menjadi staf-staf di kedutaan besar dan konsulat perdagangan masing-masing negara ASEAN di Korea Selatan, ada yang menjadi pekerja pabrik, dan ada juga warga mix marriage atau warga yang melakukan kawin campur dengan orang Korea Selatan. Dengan profesi yang beragam tersebut, keberadaan rumah ASEAN sangat membantu dalam memfasilitasi kepentingan masyarakat ASEAN. Rumah budaya ASEAN ini juga mendorong interaksi yang lebih aktif antara budaya negara-negara ASEAN dengan budaya Korea Selatan.
Rumah budaya ASEAN mengoleksi benda-benda kebudayaan dan pernak-pernik yang menunjukkan ciri khas budaya masing-masing negara ASEAN, seperti batik dan wayang yang menunjukkan budaya Yogyakarta, Indonesia, beberapa lukisan dari Bali, baju adat Jawa, dan kain ulos dari Medan, Sumatera Utara. Selain itu, benda-benda budaya dari negara lain juga ada, seperti baju adat dari Filipina, kain khas Myanmar, dan beberapa benda kebudayaan dari Vietnam, Kamboja, dan Laos.
Selain mengoleksi benda-benda kebudayaan, ASEAN Cultural House juga menjadi tempat pertemuan warga dari negara-negara ASEAN dengan warga negara Korea Selatan yang tertarik pada kebudayaan ASEAN. Pertemuan-pertemuan itu dibuat dalam berbagai bentuk, seperti seminar, workshop, dan lain-lain. Berbagai macam kegiatan budaya dan ekonomi yang diselenggarakan di ASEAN Cultural House, seperti Workshop Peningkatan Ekonomi Digital Wanita-wanita dari Negara ASEAN, Lokakarya Pengembangan Perangkat Pelatihan e-Bisnis ASEAN, Pameran Perdamaian ASEAN, Lokakarya Regional tentang Peningkatan Daya Saing Sumber Daya Manusia ASEAN melalui Kurikulum TVET yang Responsif, dan lain-lain.
Saya sudah dua kali berkunjung ke ASEAN Cultural House. Kunjungan pertama saya ke sana waktu itu terjadi pada bulan Mei 2018. Saya mendapatkan kesan yang positif atas keberadaan rumah budaya ASEAN. Kesan positif itu saya dapat dari keramahan petugas-petugas di rumah budaya ASEAN. Saya berkunjung ke sana dengan teman-teman sesama dosen tamu yang mengajar di :Program Kajian Asia Tenggara, Busan University of Foreign Studies. Mereka berasal dari Filipina, Myanmar, Indonesia, Kamboja, Laos, dan Vietnam.
Kami menyusuri tiap ruangan dalam rumah budaya tersebut yang mengingatkan kami pada negara masing-masing. Pada setiap ruangan, benda-benda kebudayaan dan identitas masing-masing negara ASEAN dipajang. Ada ruang khusus Indonesia yang menampilkan batik, lukisan, wayang, dan beberapa benda budaya lain yang berasal dari Indonesia. Konon kabarnya, benda-benda tersebut berasal dari penyumbang, di antara Bali, Yogyakarta, dan Medan. Selain itu, di sana juga ada peta digital yang memperlihatkan wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Peta negara dan bendera masing-masing negara ASEAN ditampilkan secara bergantian pada salah satu dinding khusus di rumah budaya tersebut.
Di halaman rumah budaya, bendera masing-masing negara ASEAN berkibar dengan gagah. Saya tidak ketinggalan untuk berfoto di bawah bendera itu karena merasa bangga melihat bendera Indonesia berkibar di luar negeri. Itu adalah wujud rasa cinta tanah air yang membuat dada saya penuh oleh rasa gembira dengan bibir tersenyum bahagia. Saat berada jauh dari negara sendiri, saya adalah manusia global yang semakin memahami arti rasa cinta tanah air.
Kunjungan kedua saya ke ASEAN Cultural House terjadi sekitar bulan Mei 2019. Tepatnya satu tahun setelah kunjungan pertama saya ke sana. Saat itu, saya datang dengan salah seorang teman yang berasal dari Myanmar. Dia adalah warga mix marriage yang menikah dengan orang Busan, Korea Selatan. Kami berkunjung ke sana dan berfoto-foto di ruang pertemuan dan di ruang galeri yang menunjukkan identitas kebudayaan negara ASEAN. Rumah budaya tersebut membuat hubungan kami sesama orang ASEAN semakin dekat dan hangat.
Selain didirikan untuk mendorong interaksi kebudayaan dan peningkatan perekonomian, tujuan lain yang amat sederhana dari keberadaan ASEAN Cultural House adalah “tempat menyatukan hati”. Di tempat itu, hati sesama warga ASEAN menyatukan hati dalam kebersamaan. Para perantau dari negara-negara ASEAN seolah menemukan kehangatan tanah kelahiran di rumah budaya itu karena mereka bisa bertemu rekan senegaranya dalam berbagai acara yang diselenggarakan di sana. Hal itu adalah bagian yang paling menyentuh sisi-sisi emosional dari keberadaan rumah budaya ASEAN.
Setidaknya, itulah yang saya rasakan saat tinggal di Korea Selatan selama kurang lebih empat tahun. Melihat benda-benda budaya Indonesia di sana, mengobati rasa rindu saya pada tanah air. Tujuan-tujuan lain tentu hanya mengikuti setelah hati para pengunjung menyatu di tempat itu. Mereka dapat saling mengenal dan melihat simbol-simbol kebudayaan masing-masing yang dipajang di dinding-dinding ASEAN Cultural House. Keberadaan tempat itu dapat mengobati rasa rindu terhadap kampung halaman, terutama bagi warga ASEAN yang tidak bisa pulang ke negaranya kapan saja.
ASEAN Cultural House merupakan bukti rasa peduli Pemerintah Korea Selatan terhadap negara lain. Selain bentuk rasa peduli, memfasilitasi kebudayaan negara lain juga bentuk rasa hormat dalam menjaga hubungan kerja sama antarnegara. Lokasi ASEAN Cultural House terletak di Busan yang dikenal sebagai kota pelabuhan dan kota kebudayaan di Korea Selatan. Sebuah pelabuhan besar, yaitu Pelabuhan Jagalchi terletak di kota ini. Kota ini juga dikenal sebagai kota seni dan kebudayaan. Berbagai situs budaya, galeri seni, dan gedung-gedung bioskop-bioskop berkelas internasional ada di Kota Busan, seperti Kuil Beomosa, Tongdosa, Haedong Yonggungsa, galeri BEXCO, Busan Cinema Center, Shinsegae Departement Store, dan lain-lain.
ASEAN Cultural House adalah salah satu destinasi yang melengkapi Busan sebagai kota wisata serta kota seni dan kebudayaan. Tempat ini memang layak dikunjungi sebagai salah satu destinasi wisata, terutama bagi warga Indonesia yang hendak berkunjung ke Korea Selatan ataupun bagi warga Indonesia yang hidup di Korea Selatan.
Discussion about this post