
Oleh: Dara Suci Rezki Efendi
(Mahasiswi Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)
Setiap karya sastra pasti memiliki pembacanya masing-masing, seperti karya sastra untuk orang dewasa, remaja dan anak-anak. Berdasarkan sasaran pembaca tersebut, sastra anak adalah sastra yang ditujukan untuk anak-anak. Secara teoritis, sastra anak merupakan karya sastra yang diperuntukkan untuk bacaan anak-anak, dengan bimbingan dan arahan dari orang dewasa serta penulisannya juga dilakukan oleh orang dewasa (Davis 1967 dalam Sarumpaet, 1976:23).
Karakteristik yang terdapat pada sastra anak berhubungan erat dengan dunia anak. Nurgiyantoro (2016: 8) mendefinisikan sastra anak sebagai sastra yang ditulis dengan tujuan agar anak dapat memahami dan menanggapi cerita tersebut secara emosional dan psikologis. Sastra anak pada umumnya berawal dari cerita yang mudah untuk diimajinasikan sehingga bentuknya tidak terlalu rumit seperti bacaan remaja dan dewasa (Purwanto, 2008:2).
Sastra anak juga merupakan salah satu jenis karya sastra yang tidak bisa dianggap sebelah mata. Sastra anak memiliki peran penting dalam menumbuhkan kreativitas dan mengembangkan pola pikir anak. Sastra anak mulai berkembang di Indonesia sekitar tahun 1970-an dengan adanya buku bacaan untuk anak yang pada saat itu dikelola langsung oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pada saat itu, juga muncul beberapa majalah atau bacaan anak.
Pengkajian tentang sastra anak belum terlalu populer seperti pengkajian pada karya sastra lain pada umumnya. Namun, pengkajian sastra anak biasanya dilakukan oleh pakar-pakar di bidang akademik penulisan formal. Tidak terlalu banyak ditemukan pengkajian tentang sastra anak ini. Padahal, karya sastra anak merupakan hal yang sangat penting karena tumbuh kembang seorang anak dapat dipengeruhi oleh bacaan mereka. Bacaan-bacaan anak tersebut pada akhirnya juga akan berpengaruh pada perkembangan pola pikir dan kemampuan kognitif mereka.
Jika dilihat dari dunia psikologi anak, masa atau tahap perkembangan anak dapat dibagi menjadi beberapa tahapan. Dimulai dari masa prenatal (dari dalam kandungan hingga lahiran) masa bayi, masa kanak-kanak pertama (3-6 tahun), masa kanak-kanak kedua (6-12 tahun) dan masa remaja (12-18 tahun). Dari tahapan pertumbuhan tersebut, masa yang paling penting bagi seorang anak adalah pada usia 6-12 tahun. Pada masa ini, anak-anak paling senang bermain, mengenal lingkungan, bertemu dengan banyak orang, dan senang belajar hal baru (Harwadi, 2001).
Pada masa tumbuh kembang, penting bagi orang tua untuk memberikan perhatian yang lebih khusus terutama pada pertumbuhan pola pikir anak. Anak-anak harus diajarkan dengan hal yang baik karena mereka akan mudah menyerap apa yang dilihat dan didengar, termasuk bagian paling penting yang tidak boleh dilewatkan adalah, memberikan bacaan-bacaan yang bermutu pada anak. Bacaan yang sesuai dengan usia membuat mereka belajar lebih banyak hal dan menanamkan kebiasaan literasi sedari dini.
Pada karya sastra anak, ada banyak cerita yang bisa ditemukan. Cerita paling umum adalah cerita yang bersumber dari sastra lisan seperti dongeng dan folklor. Cerita-cerita seperti legenda, mitos, fabel dan kisah tentang sebuah kerajaan menjadi bahan bacaan yang menarik bagi anak. Jika anak dikenalkan dengan bacaan yang bermutu, pola pikir yang baik dan ide cemerlang juga akan muncul pada diri mereka. Anak-anak akan terbiasa untuk berpikir kreatif, mulai dari cara penyelesaian masalah, menghadapi tantangan, belajar tentang nilai moral, dan kejujuran serta pengetahuan tentang kebaikan dalam kehidupan.
Karya sastra anak memiliki hubungan langsung dengan psikologi anak. Cerita-cerita yang diangkat pada karya sastra anak merupakan cerita yang bersumber dari dunia nyata dan dunia fantasi. Anak-anak akan dibawa pada sebuah perjalanan dan membuat mereka berpikir tentang apa yang sedang dibaca. Jika bacaan itu berisi tentang kisah seorang anak yang berbakti pada kedua orang tua, anak juga akan menangkap cerita tersebut dan cenderung menirunya. Mareka akan mudah terpengaruh, seperti menirukan cara berpikir, cara berbicara, dan cara berperilaku.
Hal itu tentunya berhubungan langsung dengan keadaan psikologi mereka. Jika alur ceritanya bahagia, hal itu juga akan berpengaruh ada emosional seorang anak. Itulah pentingya bagi orang tua untuk memberikan bacaan yang baik dan bermutu untuk anak. Karena akan ada banyak hal yang diperolah seorang anak dari bacaan tersebut, mulai dari pengendalian emosi, cara berbicara, cara menyelesaikan masalah dengan kreatif, dan cara memandang dunia dari segi yang menyenangkan bagi anak-anak.
Di Indonesia, pembahasan tentang sastra anak belum terlalu banyak dilakukan sehingga bisa dikatakan bahwa pengkajian sastra anak juga terbatas. Padahal, sastra anak berperan penting dalam tumbuh kembang terutama psikologi anak. Oleh sebab itu, perkembangan psikologi anak-anak memiliki kaitan dengan karya sastra. Anak-anak dikenalkan dengan karya sastra sebagai media untuk hiburan sekaligus pengajaran. Pendidikan dalam sastra anak mengandung banyak hal, seperti, pesan moral agar anak dapat melihat kehidupan dengan sudut pandang yang berbeda.
Salah satu contoh karya sastra yang mengangkat masalah atau isu tentang psikologi anak adalah naskah drama Nanda karya Riris K. Toha Sarumpaet. Riris K. Toha Sarumpaet merupakan seorang guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Ia adalah seorang sastrawan kelahiran tahun 1950, giat menulis karya sastra untuk anak-anak seperti puisi dan naskah drama. Ia juga seorang sastrawan yang mengabdikan hidupnya untuk menjaga perkembangan sastra anak di Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari pengalamannya sebagai dosen yang mengajar mata kuliah “Kajian Sastra Anak” di Universitas Indonesia. Selain itu, ia juga ikut mendirikan sekaligus memimpin “Yayasan Pustaka Kelana” yaitu perpustakaan keliling untuk anak dan remaja.
Riris K. Toha Sarumpaet juga menulis buku-buku teori yang berhubungan dengan sastra anak. Salah satunya adalah buku berjudul Pedoman Penelitian Sastra Anak tahun 2010. Buku tersebut membahas tentang semua hal yang berhubungan dengan sastra anak dan cara-cara penelitian sastra anak. Pada bagian akhir buku ini, Riris K. Toha Sarumpaet melampirkan naskah drama yang ia ciptakan sendiri berjudul Nanda.,
Drama Nanda bercerita tentang seorang anak bernama Nanda yang berjuang untuk melawan kerasnya kehidupan meski usianya yang masih sangat muda. Ia adalah seorang gadis berusia 10 tahun yang menjual beras di pasar dan tidak boleh pulang ke rumah sebelum mendapatkan uang. Ia hidup menderita sampai akhirnya meninggal dunia dalam keadaan sakit. Naskah drama ini cocok menjadi bahan bacaan anak karena mengandung nilai moral tentang kehidupan. Naskah drama ini juga dapat menjadi bahan ajar untuk perkembangan psikologi anak dan bisa mengajarkan anak tentang cara bersyukur.
Selain contoh naskah drama Nanda, masih banyak bacaan yang cocok untuk diberikan pada anak mulai dari usia dini, seperti kumpulan cerita rakyat Indonesia yang sangat beragam. Setiap daerah di Indonesia memiliki cerita rakyatnya masing-masing. Dongeng dan cerita rakyat sudah banyak dibukukan dan dikemas dengan tampilan yang lebih menarik. Begitu juga dengan penggunaan bahasanya yang lebih mudah dipahami oleh anak-anak.
Karya sastra anak juga dapat menjadi jembatan untuk mengembangkan kesusasteraan Indonesia, seperti dalam novel, cerpen, naskah drama, monolog, cerita rakyat, fabel, dan karya sastra lainnya. Sastra anak juga dapat menjadi bacaan yang aman untuk anak di tengah-tengah maraknya ancaman tontonan atau bacaan yang tidak sesuai dengan dunia anak-anak. Karya sastra anak perlu dipertahankan sebagai media utama yang layak bagi anak dalam upaya tumbuh kembang yang lebih baik. Bacaan-bacaan bermutu dan sesuai dengan usia anak diperlukan untuk mendukung itu.









