Dharmasraya, Scientia.id – Dugaan kasus pelecehan seksual yang menimpa sejumlah santriwati di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Nagari Koto Besar pernah di mediasi di tingkat nagari.
Menurut keterangan W, salah satu pengurus Pondok Pesantren Miftahul Huda, sepuluh santriwati telah dimintai keterangan oleh Wali Nagari Koto Ranah dan Sekretarisnya terkait kasus ini.
“Dari sepuluh orang tersebut yang mengaku 7 orang, itu sudah termasuk yang pernah mondok di Miftahul Huda, dan yang sudah melapor ke Polres 3 orang,” ungkap W pada Jumat (4/7/2025).
Wali santri berinisial D, yang anaknya turut memberikan keterangan, menyatakan syukurnya bahwa anaknya tidak menjadi korban.
“Alhamdulillah anak saya tidak ada menjadi korban,” ujarnya sambil menunjukkan anaknya kepada awak media.
Pertemuan penyelesaian masalah ini dihadiri oleh Kepala Jorong Telaga Biru, Ketua Karang Taruna, dan Pemilik Ponpes Miftahul Huda.
Setelah itu, kata W, Wali Nagari menyampaikan bahwa persoalan ini telah selesai.
“Alhamdulilah udah selesai, diakuin saja pak supaya masalahnya cepat selesai kepada pelaku yang juga pemilik Pondok Pesantren tersebut,” tuturnya.
Pihak nagari kemudian memberikan surat perjanjian yang menyatakan bahwa masalah tersebut sudah selesai untuk ditandatangani oleh pelaku dugaan pelecehan seksual.
W mengaku tidak mengetahui isi surat tersebut karena dibuat oleh pihak nagari.
Sejak tahun 2020 hingga 2025, tercatat sekitar 15 santriwati yang menginap atau mengaji di Ponpes Miftahul Huda.
Dua hari setelah pertemuan tersebut, W mengungkapkan bahwa seorang warga datang ke rumahnya dan mengajak suaminya ke kantor Wali Nagari untuk membahas kembali dugaan pelecehan seksual oleh pemilik Ponpes Miftahul Huda bersama Niniak Mamak.
“Ia pun mengatakan Ustad pemilik Ponpes harus pergi dalam 1 Minggu ini harus pergi, dari pada di usir warga,” ujar W.
Hingga saat ini, kepergian pelaku dugaan pelecehan seksual yang juga pemilik Ponpes Miftahul Huda tidak diketahui oleh pihak keluarganya. (tnl)