
Jakarta, Scientia – Anggota Komisi VI DPR RI, Nevi Zuairina meminta Kementerian Perdagangan berhati-hari pada tindakan rafaksi pembayaran minyak goreng, pendampingan penegak hukum mesti dilakukan secara bijak.
Hal ini disampaikan Nevi saat rapat kerja Komisi VI dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kamis (8/6).
Diketahui sebanyak 54 pelaku usaha mengajukan klaim kepada BPDPKS dengan total nilai Rp. 812.720.437.223. Namun hasil verifikasi surveyor independen menunjukkan hanya 58,43 persen dari total nilai, atau sekitar Rp 474.808.176.039.
Perbedaan antara klaim dan hasil verifikasi tersebut disebabkan karena beberapa faktor diantaranya klaim penyaluran maupun rafaksi yang tidak dilengkapi bukti penjualan sampai ke pengecer, biaya distribusi dan ongkos angkut yang tidak dapat diyakini, serta penyaluran maupun rafaksi yang melebihi tanggal 31 Januari 2022.
“Saya ingin mendapat jawaban pemerintah, apa langkah Kementerian Perdagangan menyikapi desakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar Kementerian Perdagangan membayar selisih harga jual minyak goreng kemasan pada 2022 atau rafaksi minyak goreng ini,” kata Nevi mempertanyakan.
Nevi menambahkan, Kemendag agar melakukan koordinasi antar lembaga terkait dengan penyelesaian pembayaran dana klaim rafaksi minyak goreng oleh BPDPKS sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Legislator asal Sumatera Barat II ini juga menyinggung terkait kenaikan harga-harga pangan yang terjadi akhir-akhir ini. Ia mengungkapkan, bahwa masyarakat kini sudah mulai banyak mengeluh terkait stabilitas harga pangan yang mulai fluktuatif akhir-akhir ini.
Ia menyebut, kini kenaikan harga pangan terus terjadi setiap tahunnya. Ia mendapat aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat terutama di dapilnya tentang keluhan ini, dan masyarakat meminta ada solusi dari negara.
“Saya minta kenaikan harga pangan yang terjadi tiap tahun menjadi pelajaran untuk bisa mencari solusi yang tepat dalam menjaga stabilitas harga pangan,” pinta Nevi.
Aktivis perempuan PKS ini mengusulkan agar ketersediaan stok bahan pangan maupun dari sisi distribusi jangan sampai ada persoalan adanya pihak yang menimbun bahan pangan sehingga barang sulit ditemukan di pasar dan akhirnya harga menjadi mahal.
“Kami berharap anggaran untuk menjaga stabilitas harga pangan bisa dimaksimalkan, agar rakyat bisa mendapatkan harga pangan yang murah ke depannya,” tutup Nevi. (*)