PAYAKUMBUH, SCIENTIA – Tahun 2011 media sosial dan media online digemparkan oleh aksi seorang anak muda yang nekat menempuh perjalanan panjang dari Payakumbuh ke stadion Mandala Papua untuk menyaksikan pertandingan Sepakbola Persipura vs Semen Padang.
Perjalanan darat dan laut dengan bermodalkan uang seadanya ditambah modal percaya diri dan komunikasi dengan setiap makhluk penghuni bumi.
Ia adalah Afdal Hakim atau lebih akrab disapa Adal Bonai.
Bagi masyarakat Sumatera Barat sudah tidak asing dengan pemuda asal Bonai Payakumbuh ini.
Adal Bonai suka berkeliling Indonesia baik menggunakan sepeda motor atau nebeng sana sini dengan bermodalkan jempol belaka, artinya modal percaya diri dan biaya yang sangat minim.
Tidak itu saja, Adal sang pendiri Spartack’s (Suporter Padang dan Anak Rantau Cinta Kabau Sirah) Jabodetabek ini juga dikenali dilingkungan tempat tinggalnya sebagai pemabuk dan pecandu Narkoba.
Sewaktu SMP kelas 3, Adal mulai terjerumus di dunia mabuk-mabukkan. Hampir setiap hari Adal menenggak minuman keras.
Tak berhenti disitu, Adal menambah level kenakalannya dengan mencoba mencicipi berbagai jenis Narkoba hingga kecanduan.
Karena kurangnya wawasan bagi Adal saat itu minuman keras dan Narkoba adalah pergaulan ditambah lingkungan dan pergaulan yang ikut menjerumuskan Adal.
Tahun 2005 ketika Adal Bonai baru saja lulus SMA ia memutuskan pergi ke Jakarta.
Niat hati bukan merantau tapi “diusir” orang tua karena ketahuan mengkonsumsi ganja, juga teman dan sepupunya ditangkap pihak Kepolisan.
Di Jakarta, Adal mulai berpetualang bersama komunitas Punk, bekerja apa saja mulai dari serabutan hingga menjadi supir dan Adal masih dengan kenakalan dunia yang ia geluti yaitu menjadi penikmat minuman keras dan narkoba.
Adal Bonai tak selalu menetap di Jakarta, ia tetap dengan jiwa petualangnya berkelana kemana-mana.
Kadang kala Adal pulang ke Sumatera Barat untuk menyaksikan pertandingan bola klub kesayangannya Semen Padang yang akhirnya membuatnya nekat ke Papua tahun 2011 untuk mengikuti laga tandang Semen Padang.
Tanggal 4 September 2019 di Pasar Minggu Jakarta Selatan, kiprah Adal di dunia hitam terhenti.
Adal ditangkap Polres Jakarta Selatan karena penyalahgunaan Narkoba.
Di persidangan Adal divonis kurungan 5 tahun subsider 2 bulan.
Dalam jeruji besi, Adal menemukan titik terang untuk berhenti dari dunia kelamnya.
Ia memperbaiki dirinya dengan menerapkan program BIO (Belajar, Ibadah dan Olahraga) dan itu tak lepas pesan dan dukungan sang Ibu.
Perlahan Adal mengalami banyak perubahan, baik mental ataupun fisik.
Adal intens mendekatkan diri kepada Sang Penguasa Semesta.
Beribadah adalah caranya menemukan ketenangan dan hidup yang sebenarnya. Dari segi fisik pun tidak seperti dulu lagi yang kurus kering dan gondrong.
Tubuh Adal mulai sehat dan berisi serta rambut gondrongnya dipangkas habis.
Hari yang ditunggu pun tiba. 20 Januari 2023 Adal menghirup udara bebas.
Udara yang selama ini tak ia dapatkan dalam kurungan penjara. Udara yang dulu sering kali ia nikmati saat berpetualang keliling Indonesia.
Adal Bonai hanya menjalani hukuman selama 3 tahun 4 bulan 15 hari dari yang seharusnya 5 tahun.
Ia mendapatkan Remisi dan bebas bersyarat dan selama di penjara Adal juga mengambil paket C, sekolah setara SMA, karena ijazah SMA di Payakumbuh dulu hilang saat di Jakarta.
Bebas dari penjara, Adal memutuskan pulang kampung ke Payakumbuh.
Di kampung halaman yang ia cintai, Adal memulai kesibukan yang baru, mengikuti pengajian, menulis buku, mengisi materi tentang bahaya narkoba dan HIV baik secara langsung atau pun melalui media sosial.
Kemudian juga membuka tempat konsultasi dan rehabilitasi narkoba serta pendampingan treatment pasien HIV.
“Sekarang saya tak ingin jauh-jauh dari kedua orang tua yang sudah mulai renta, sudah saatnya saya merawat dan menghabiskan waktu bersama mereka, lagian banyak hal yang bisa di perbuat di Payakumbuh”, ujar Adal Bonai menutup pembicaraan. (HZ)