• Edukasi
  • Scientech
  • Literasi
  • Politik
  • Ekonomi Bisnis
  • Hukrim
  • Ragam
  • Arena
  • Hiburan
  • Konsultasi Hukum
  • Opini
  • Nusantara
Rabu, 29 Maret 2023
  • Masuk
  • Daftar
Tidak Ditemukan
Tampilkan Semua Hasil
BERLANGGANAN
Scientia Indonesia
  • Edukasi
  • Scientech
  • Literasi
  • Politik
  • Ekonomi Bisnis
  • Hukrim
  • Ragam
  • Arena
  • Hiburan
  • Konsultasi Hukum
  • Opini
  • Nusantara
  • Edukasi
  • Scientech
  • Literasi
  • Politik
  • Ekonomi Bisnis
  • Hukrim
  • Ragam
  • Arena
  • Hiburan
  • Konsultasi Hukum
  • Opini
  • Nusantara
Tidak Ditemukan
Tampilkan Semua Hasil
Scientia Indonesia
Tidak Ditemukan
Tampilkan Semua Hasil
Beranda Opini

Antara Kemilau Cahaya Transmigrasi dan Masyhurnya Peradaban di Ranah Cati Nan Tigo

Editor: Putri Mandai
16 September 2022
pada Opini
Estimasi membaca: 6 menit
A A

Budi Saputra
(Alumnus Universitas PGRI Sumatera Barat)

Jauh sebelum Festival Pamalayu digelar pertama kali pada tahun 2019, nama  Dharmasraya begitu harum dengan sejarah penamaan dari Prasasti Padang Roco, potensi alamnya, serta masyarakatnya yang multikultural. Berstatus sebagai kabupaten hasil pemekaran  pada  tahun 2004 maka daerah yang didominasi  tanah jenis Podzolik Merah Kuning (PMK) ini, telah banyak mengukir tinta emas dengan meraih berbagai penghargaan seperti penghargaan Transmigration Award “Makarti Nayomata”, penghargaan daerah pemekaran terbaik, hingga menjadi pionir menciptakan desa pertama yang bebas asap rokok di Indonesia atas nama Desa Sitiung.

Komposisi alam, budaya, dan masyarakat di  bumi Ranah Cati Nan Tigo ini bisa dibilang menyimpan daya magis yang luar biasa. Berada di jalur lintas Sumatera serta dipapah lilitan Sungai Batanghari, daerah yang kini dipimpin oleh Sutan Riska Tuanku Kerajaan ini bagai menunjukkan tarian peradabannya tanpa cela kepada jutaan pasang mata yang menatap dan mereguk dingin embun sari pati usianya. Bagi yang menyelami kancah sejarah PDRI, akan bersualah dengan kisah Dharmasraya sebagai daerah lintasan rombongan Syafruddin Prawiranegara, sekaligus tercatat sebagai jejak republik yang sempat menjadi ibu kota negara  selama empat hari.

Berkaca pada catatan di atas maka bicara tentang Festival Pamalayu serta tentu saja bicara tentang kekayaan nilai budaya dan sejarah panjang bumi Dharmasraya. Jejak sejarahnya begitu masyhur dengan harum petilasan rentetan peristiwa manusia yang berjalin kelindan dalam segala pilar hidup yang memapahnya.

IKLAN

Setelah sukses pada gelaran tahun 2019, pada gelaran Festival Pamalayu  2022  ini, semakin mengukuhkan bahwa Dharmasraya merupakan daerah yang mashyur dan terbuka, serta merentangkan sayap lebarnya melalui  panduan sejarahnya yang mengundang decak kagum orang-orang yang membaca tentang dirinya atau menyambanginya dengan berdiri penuh bangga di tepian Sungai Batanghari yang sarat nilai sejarah serta  merupakan pusat peradaban masa silam.

Bertajuk Festival Pamalayu Kenduri Swarnabhumi 2022, kegiatan yang ditaja oleh  Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek bersama Pemerintah Kabupaten Dharmasraya ini, menetapkan “Keselaran Alam Raya” sebagai tema dari segala rangkaian kegiatan yang menarik animo berbagai kalangan, baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Setidaknya ada tiga hal penting yang disampaikan  sang inisiator, Bupati Sutan Riska Tuanku Kerajaan pada gelaran jilid dua ini, yaitu  belajar peradaban, menjaga lingkungan, serta memperkuat sosial budaya.

Wilayah Transmigrasi dan Tujuan Ekspedisi Pamalayu

Dianugerahi bentangan alam yang kaya akan benda tambang, tanah-tanah perkebunan, serta hutan hujan tropis, menjadikan Dharmasraya sebagai salah satu wilayah transmigrasi yang sukses menyatukan berbagai latar belakang penduduknya yang multikultural. Beberapa wilayah seperti Nagari Koto Tinggi, Sitiung dan Timpeh, telah menjadi rumah yang nyaman bagi masyarakat transmigran yang sempat hidup kesusahan dan butuh penyesuaian di wilayah yang dulunya masih banyak hutan belantara. Namun seiring berjalannya waktu, dengan kerja keras menggarap lahan seperti dengan berkebun kelapa sawit dan karet, taraf kehidupan masyarakat  pun meningkat. Walau penduduknya terdiri dari beragam etnis, mereka tetap berpegang teguh pada kebudayaan dan adat suku masing-masing tanpa meninggalkan kebudayaan dan adat  istiadat  yang berlaku di Dharmasraya sebagai bagian dari daerah Minangkabau. Persaudaraan pun terjalin. Para penduduk memahami betul pepatah, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.  

Seorang teman saya semasa kuliah, adalah petani kelapa sawit  yang sukses, dan keluarga besarnya berasal dari Wonogiri, serta kini menetap di wilayah SP 3 Dharmasraya. Keluarga besarnya mula datang ke Dharmasraya pada tahun 70-an melalui program transmigrasi pada era-Presiden Soeharto. Meskipun terdampak dari pembangunan Waduk Gagah Mungkur Wonogiri, hal itu membawa berkah bagi keluarganya. Mereka begitu nyaman tinggal di Dharmasraya sebagai rumah kedua setelah kampung halaman.  Sebab dari tahun ke tahun, Dharmasraya  tak penah kehabisan cara untuk mendandani peradabannya, dan terus menunjukkan  kemilau cahayanya sebagai salah satu wilayah transmigrasi di Sumatera. Beberapa momentum nostalgia antara warga transmigran, dengan warga asal kampung halaman pun tergores abadi dalam jejak digital berbagai pemberitaan. Salah satunya adalah studi banding yang dilakukan wakil rakyat dan pejabat Dharmasraya ke Wonogiri, yang merupakan kampung halaman, dan kembali menjemput bertandan-tandan ingatan tentang bedol desa Waduk Gajah Mungkur yang terjadi beberapa dekade silam.

Dari ilustrasi di atas, tentu inilah yang sebetulnya hendak diceritakan oleh Festival Pamalayu bagai menawarkan kitab-kitab tebal penuh makna yang tak akan  membuat orang bosan membacanya. Berangkat dari sejarah Ekspedisi Pamalayu yang dilakukan Kerajaan Singasari pada tahun 1286,  Dharmasraya  dulunya adalah wilayah yang dijadikan  tujuan dari sebuah ekspedisi yang lebih dikenal sebagai diplomasi kultural antara Kerajaan Singasari di Jawa  dengan Kerajaan Melayu di Sumatera.

Ekspedisi yang dipimpin Kebo Anabrang ini bukanlah penaklukan, bukan adu kekuatan  militer, serta bukan pertumpahan  darah untuk menguasai wilayah lalu tunduk terhadap Kerajaan Singasari. Ekspedisi Pamalayu tak ubahnya adalah semacam diplomasi kultural yang memiliki nilai-nilai kedamaian, terbuka, dan adanya kesepahaman antara  Kerajaan Singasari dan Kerajaan Melayu. Ekspedisi  ini juga berarti muhibah budaya antara Jawa (Yavadwipa) dan Sumatera (Swarnadwipa).

Adanya prasasti Arca Amoghapasa yang dihadiahkan Kertanagara kepada  Tribhuwanaraja, sungguh adalah wujud kasih sayang yang terpahat abadi di dinding sejarah abad berlari, sungguh adalah tanda persahabatan,  pertukaran, dan akulturasi budaya. Di mana sebagai balasan atas hadiah itu, Tribhuwanaraja menghadiahkan dua putrinya kepada Singasari yang lantas melahirkan keturunan campuran Melayu Jawa.

Apabila pada masa silam telah terjadi akulturasi budaya yang menjadi tinta emas sejarah, begitu juga dengan wajah Dharmasraya masa kini. Akulturasi budayanya bagai menawarkan sebuah paviliun megah yang ada di beranda Sumatera. Di bidang kesenian misalnya, akulturasi terlihat di mana masing-masing etnis mencampurkan kesenian mereka dalam acara-acara tertentu. Kesenian seperti reog, silat, randai, wayang kulit, terawat dengan baik dari wujud  keikutsertaan masyarakat untuk saling menjaga kebudayaan yang ada. Misalnya masyarakat suku Minangkabau ikut serta dalam kesenian masyarakat suku Jawa, dan begitu  juga sebaliknya.

Di samping itu, beberapa tradisi kearifan lokal pun dipupuk, dan tumbuh ranum bagai kebun-kebun yang mengeluarkan segala khazanahnya penuh warna. Tradisi bakawu adat,  tradisi sarasean masyarakat transmigran, tradisi panen ikan larangan, dan tradisi lokal lainnya, membuat siapa pun yang datang akan terkesima. Seorang  teman saya yang sekarang  menjabat sebagai Wali Nagari Sipangkur, turut memberikan citra yang positif tentang Dharmasraya dengan tradisi layang-layang malam yang begitu unik, sekaligus mendongkrak indeks kebahagiaan masyarakat, dan sebagai percepatan pertumbuhan UMKM di sektor rill.

Belajar Bersama dan Menjaga Alam

Festival Pamalayu Kenduri Swarnabumi 2022 tak ubahnya medan magnet peradaban dunia yang menawarkan ide-ide segar dan penuh perhitungan. Saya kira ini sebuah langkah awal kedigdayaan Dharmasraya melalui seorang pemimpin muda dan meyakini betul bahwa dari labirin festival ini akan terciptalah keselarasan  yang menjadi identitas imajiner atau identitas pola pikir bagi masyarakat Dharmasraya. Timbul kesadaran timbul kebanggaan bahwa Dharmasraya adalah negerinya raja-raja yang memiliki nilai kebudayaan dan sejarah panjang yang sublim.

Berpusat di Area Candi Pulau Sawah, Siguntur, Festival Pamalayu menyajikan pesan-pesan kehidupan yang membuat ribuan pasang mata terpana, terkesima, betapa negeri ini memiliki banyak elemen dengan nilai jual tinggi dalam membangun peradaban baru. Di bidang sejarah budaya, jangan tanyakan lagi. Inilah pintu masuk yang selaksa memasuki gerbang musim penuh warna menuju negeri multikultural yang menyimpan banyak situs purbakala di sepanjang aliran Sungai Batanghari. Begitu juga revitalisasi puluhan  rumah gadang yang telah dimulai sejak tahun 2019, menunjukkan betapa negeri ini memiliki perhatian tinggi terhadap pelestarian budaya. Di bidang perkebunan, Dharmasraya adalah gurunya peremajaan kelapa sawit  dan contoh bagi daerah lain di Sumatera Barat. Begitu pula potensi SDA yang begitu kaya seperti emas, pasir kuarsa, bijih besi, batu kapur, batubara, dan benda tambang lainnya, yang sangat berpotensi melambungkan Dharmasraya sebagai negeri tambang yang mashyur dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Dharmasraya hari ini adalah Dharmasraya yang menjadi pionir dalam membangun peradaban di suatu negeri atau kota. Saya jadi teringat Batavia. Negeri yang dulunya subur dengan kanal-kanal yang sejernih porselin, serta kapal-kapal dagang yang merasakan musim yang bermerkaran bagai mekar putih jambu di Teluk Batavia. Sekonyong-konyong mendapat julukan ‘Ratu dari Timur’ dari orang-orang Eropa. Kecantikan Batavia kala itu sungguh sangat mempesona.

Sebagaimana yang saya sampaikan pada awal tulisan, Dharmasraya sedang mempertunjukkan tarian peradabannya tanpa cela. Ruh dari festival ini tentu saja alam takambang jadi guru. Keselarasan alam yang ada di bumi ini benar-benar menjadi perhatian untuk dijaga khazanahnya yang adiluhung. Festival Pamalayu seakan memiliki napas panjang, dan memiliki  perhatian penuh terhadap revitalisasi kebudayaan, terhadap keindahan, kerasian alam, dan lingkungan. Orang-orang datang, orang-orang berbondong-bondong untuk belajar bersama dalam kegiatan ekskavasi,  menapaktilasi sejarah panjang dengan pintu masuknya  melalui Ekspedisi Pamalayu dan Sungai Batanghari.

Sungai Batanghari adalah sumber peradaban manusia. Hikmar Farid selaku Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek mengatakan bahwa di sepanjang sungai ini tersimpan peninggalan nenek moyang yang luar biasa. Selain candi dan situs purbakala lainnya, juga ada sumber pengetahuan tradisional mengenai alam dan lingkungan, serta kearifan lokal yang diwariskan turun temurun,

Terkait Sungai Batanghari, Dharmasraya dengan Festival Pamalayu, memiliki modal besar untuk membangkit batang tarandam. Pada tahun 2019, sungai yang dulunya menjadi pusat perdagangan jalur rempah, pernah disinggung akan didaftarkan  ke UNESCO sebagai warisan dunia. Bupati Sutan Riska Tuanku Kerajaan, kala itu menabuh genderang perjuangan untuk membawa Festival Pamalayu, dan Sungai Batanghari sebagai salah satu warisan dunia yang harus dilindungi, dan diberdayakan oleh masyarakat dunia.

Untuk mewujudkan semua itu, tentu butuh sinergi dari  pemerintah daerah dan pusat, serta dari semua stake holder yang kelak membuat Dharmasraya  berada di puncak imperium kebudayaan yang membuka jendela dunia. Festival Pamalayu hari ini adalah wujud nyata untuk menciptakan keselarasan alam raya. Sungai Batanghari sebagai urat nadi festival ini, diharapkan bebas dari pencemaran  dan menciptakan kesadaran kepada masyarakat untuk cinta lingkungan, untuk cinta nilai sejarah budaya yang begitu mahal harganya. Adanya para pelajar sekolah dilibatkan untuk belajar di lapangan, adalah upaya menyiapkan generasi  emas yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur sejarah dan budaya, yang akan menjaga  marwah Ranah Cati Nan Tigo di tempat terhormat, serta memberikan makna yang kekal dari masa ke masa.

Festival Pamalayu adalah pintu masuk peradaban baru yang ranum oleh nilai-nilai kehidupan. Dengan berbagai situs purbakalanya, serta rencana pembangunan museum di area Candi Pulau Sawah pada tahun 2023, diharapkan akan menjadi tumpuan wisata sejarah budaya yang kelak begitu masyhur, serta dikunjungi oleh  masyarakat dunia.

                                                                                                                           September, 2022     

 

Biodata Penulis:
Budi Saputra lahir di Padang, 20 April 1990. Ia memenangkan berbagai perlombaan menulis di tingkat daerah dan nasional. Menulis di berbagai media massa seperti Haluan, Singgalang, Padang Ekspres, Haluan Riau, Majalah Sabili, Jurnal Bogor, Lampung Post, Suara Pembaruan, Tabloid Kampus Medika, Suara Merdeka, Radar Surabaya, Jurnal Nasional, Indo Pos, Batam Pos, Lombok Post, Tanjung Pinang Pos, Magrib.id, Marewai.com, Kompas, Kompas.id (digital), Koran Tempo. Diundang pada Ubud Writers and Readers Festival 2012, Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) 5 Palembang (2011), dan PPN 6  di Jambi (2012).

Terkait

Tags: #Budi Saputra
BagikanTweetKirim
Sebelumnya

Tingkatkan Pengelolaan Pengaduan, Pemko Gelar Sosialisasi SP4N-LAPOR

Berikutnya

Wakil Mentri Pertanian RI Serahkan Bantuan Benih ke Asahan

Berita Terkait

Prof. Helmi dalam Kenangan

Prof. Helmi dalam Kenangan

27 Maret 2023

Oleh: Alfitri (Dosen FISIP Universitas Andalas)   Suatu siang di awal Oktober tahun 2011 aiphone di meja kantor saya berbunyi....

Dolar

Peluang Tradisi Sipasan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia

1 Maret 2023

Oleh: Nur Ahmad Salman Herbowo (Bergiat di Lembaga Surau Intellectual for Conservation (SURI) Keberadaan masyarakat Tionghoa di Padang tidak lepas...

Peran Milenial dalam Pembangunan

Takicuah Di Nan Tarang

11 Februari 2023

    Oleh: ALFITRI (Dosen FISIP Universitas Andalas) Selepas rapat di kampus beberapa hari yang lalu, saya meluncur ke Pasar...

Menghentikan Gelombang Sampah Plastik

Menghentikan Gelombang Sampah Plastik

1 Februari 2023

Oleh: ALFITRI (Dosen Departemen Sosiologi FISIP Universitas Andalas) Masalah sampah, khususnya sampah plastik, telah menjadi perhatian dan keprihatinan global. Tak luput di...

Prof. Azyumardi, Amerika, dan Unand

Prof. Azyumardi, Amerika, dan Unand

19 September 2022

Oleh: ALFITRI (Dosen Departemen Sosiologi FISIP Universitas Andalas) Hari Minggu Siang (18/09/22) kemarin kita dikejutkan oleh berita duka dari Kuala...

Beragam Kemungkinan Seseorang Tidak Bisa Pegang Omongan

Dari Anomali hingga Perayaan Sejarah di Masa Kini

15 September 2022

Lastry Monika (Alumnus Magister Sastra UGM)   “Melayu tidak akan pernah hilang dari bumi”, begitulah kira-kira ungkapan orang-orang Melayu ketika...

Berikutnya
Wakil Mentri Pertanian RI Serahkan Bantuan Benih ke Asahan

Wakil Mentri Pertanian RI Serahkan Bantuan Benih ke Asahan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Rekomendasi

Covid-19 Melandai, Feri Mulyani Digeser dari Jabatan Kadinkes

Covid-19 Melandai, Feri Mulyani Digeser dari Jabatan Kadinkes

1 tahun yang lalu
Pemkab Solok Laksanakan Musrenbang dan Penyusunan RKPD Tahun 2024

Pemkab Solok Laksanakan Musrenbang dan Penyusunan RKPD Tahun 2024

1 minggu yang lalu

Populer

  • Afrina Hanum

    Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Keunikan Kata Penghubung Maka dan Sehingga

    0 dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Penggunaan Kata Ganti Engkau, Kau, Dia, dan Ia

    0 dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Penulisan Angka dalam Bahasa Indonesia

    0 dibagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

© 2018-2022
PT Scientia Insan Cita Indonesia

Navigasi Situs

  • Tentang Kami
  • Redaksi Scientia
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber

Ikuti Kami

Tidak Ditemukan
Tampilkan Semua Hasil
  • Edukasi
  • Scientech
  • Literasi
  • Politik
  • Ekonomi Bisnis
  • Hukrim
  • Ragam
  • Arena
  • Hiburan
  • Konsultasi Hukum
  • Opini
  • Nusantara

© 2018-2022
PT Scientia Insan Cita Indonesia

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In